Senin, 21 Agustus 2017

Jayalah Negeriku


            “Gw kecewa sama sistem pemerintahan negara kita.” Sambil memasang wajah kecewanya. Matanya menatap lurus ring basket yang ada di seberang tempat duduknya.

            “Apalagi gw bro. korup di mana- mana, bahan pokok yang menjulang tinggi. Dan yang lebih parahnya lagi. Gw kesian sama petani garam seakan dimainkan sama dewan rakyat yang duduk pongah di kursi DPR.” Sambil terus melahap cemilannya Raga juga tidak mau kalah memuntahkan rasa kesalnya.

            “Udah tahu kekacauan terjadi di mana-mana. Bukannya diperhatikan dengan serius, malah ngurusin kegiatan anak sekolah.” Ilham mengepalkan tangan kirinya lalu menghentakkannya pada udara kosong. Seperti orang yang siap meninju lawan.

            “Kaya gak punya kerjaan ya orang-orang yang duduk dikursi pemerintahan.”

            Akhir-akhir ini anak sekolah memang sedang dibuat kesal. Mereka tidak setuju dengan adanya full day school. Menyalahkan pemerintah yang memaksa mereka untuk mengikuti peraturan.

            “Tau apa si lw lw pada tentang negeri kita?” Ucok meremehkan Ilham dan Raga yang sedang panas dibakar emosi. Sepanas siang ini.

            “Ketaun di rumah gak punya tivi.”

            Keduanya tertawa senang. Puas ketika berhasil meledek Ucok. Hal tersebut membuat Ucok remaja tujuh belas tahun itu kesal dan balik menatap sahabatnya dengan tatapan kebencian.
           
            “Makanya HP diisi paketan jadi lw bisa tau. Indonesia sedang masuk tingkat waspada.” Ilham merogoh kantung celana bagian kanan. Kulit putihnya membuat urat-urat ditangan kanannya menyepul. Dirinya mengeluarkan telepon seluler dan langsung berselancar dalam dunia maya.  

            “Nih lw baca sendiri” Ilham menyodorkan HP nya kepada Ucok. Setelah berhasil menemukan artikel yang dicarinya. Laman salah satu situs internet memuat artikel tentang full day school terbuka memenuhi hampir seluruh layar.

            Pemuda berwajah Medan itu masih belum bisa menyembunyikan kemarahannya. Ia menarik kasar benda yang barusan disodorkan padanya. Ucok menatap smartphone berukuran 5 inci milik temannya. Bola matanya berjalan ke kanan dan ke kiri. Kini ia tenggelam seakan menikmati apa yang sedang dibacanya. Kepalanya mengangguk-angguk tanda setuju dengan pemberitaan tersebut. Setelah puas membacanya Ucok lansung mengembalikan telepon selurel Ilham yang duduk di samping kirinya.

            Raga dan Ilham menunggu kalimat yang akan keluar dari mulut Ucok.

            “Gw setuju sama apa yang dilakukan pemerintah.”

            “Wah kacau nih.” Raga menggelengkan kepalanya setelah mendengar jawaban Ucok.

            “Bagian mana yang bikin lw setuju?” Ilham bertanya dengan sewot.

            “Yaa mungkin ini cara pemerintah yang sedang menyiapkan calon pemimpin masa depan.”

            “Ahh muna lw. Inget dengan adanya full day, kita seperti menjadi budak di negeri sendiri.”

            “Negeri kita dijajah selama 350 tahun sama Belanda. Kalau kita umpamakan umur penduduk Indonesia 50 tahun. Sampai 7 turunan orang-orang terdahulu dijajah. Mulai dari dirinya ketika meninggal Indonesia masih dijajah. Lalu anaknya meninggal Indonesianya pun masih dijajah. Dan sampai keturunan dia yang ke tujuh. Indonesia masih juga dijajah.

            Ketiganya terlibat dalam debat yang cukup sengit. Masing-masing berusaha mempertahankan pendapat. Karena sama-sama merasa paling benar.

            “Ingat bro. Sudah cukup lama kita dijajah dengan mental kita sendiri. Lw semua yang terus-terusan kalah sama nafsu kalian, yang akhirnya membuat negeri kita hancur.”

            “Terserah lw mau ngomong apa gw ga perduli.” Kesal Raga menanggapi Ucok.

            “Bangun choy. Jangan terlena dengan mimpi semu kalian. Gw rindu sama prestasi-prestasi anak negeri. Bukanya hanya bisa dilakukan dengan kerja keras!. Terus apa salahnya dengan full day school? ” Ucok berbicara dengan lantang.

            Raga dan Ilham saling melempar pandang.

            “Waktu kita bakalan habis hanya untuk belajar.” Raga tergagap.

            “Paling di rumah lw cuma asik main game doang. Atau ngerjain kegiatan yang gak penting.” Laki-laki batak itu tersenyum kecut. Mata belonya mentap tajam pada Ilham dan Raga.

            “Ya itu si urusan kita.” Ucap Ilham sekenanya.

            “Catet omongan gw. Gw janji bakalan membuat negeri kita ini lebih baik lagi. Negeri kita itu harus jaya. Bung Karno pernah bilang : “Beri Aku 10 Pemuda, Maka Akan Kuguncang Dunia.” Ucok bersemangat. Ia berdiri dari duduknya.”

            Raga dan Ilham menengadahkan kepala mereka. Menatap Ucok yang terlihat seperti bukan dirinya. Ternyata tidak sampai di situ saja, Ucok melanjutkan ucapannya.

            “Kalau kalian memang gerah melihat tingkah para anggota dewan. Lw berdua harus punya tekat untuk menduduki kursi pemerintahan. Dari situ kita akan punya celah untuk merubah bangsa kita ini.”

            Ucok puas dengan ucapannya. Ia amat mencintai negerinya. Dan untuk merubah kekacauan ini membutuhkan mental baja. Seperti dahulu para pahlawan yang gigi mengusir para penjajah.

            Raut wajah Raga dan Ilham seakan setuju dengan apa yang sahabatnya ucapkan. Mungkin saat ini negeri kita sedang tertidur pulas. Dan butuh tangan para patriot untuk membangunkan dari mimpi panjangnya. Jayalah Negeriku. Jayalah Bangsaku.

Tangerang, 21 Agustus 2017

Indahnya Melukis Hari

1 komentar:

  1. Lucky Club: The Official Online Casino Site of the World
    Lucky Club is a 카지노사이트luckclub newly developed online casino site for the World of Gaming (WCG) World of Gaming (WCG), which will make the site, play games

    BalasHapus

 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design