“Menurut kalian ini salah gue? Syahadat kita masih
sama, sholat lima waktu, puasa sunahpun enggak pernah alpa kecuali halangan.”
“Bukan gitu Key, aku yakin kok
rutinitas ibadah harian kamu masih baik-baik saja.”
“Nah terus salah gue di mana?”
“Kamu tahu kan berdua-duan bersama
yang bukan mahram, ketiganya adalah syaitan?”
“Siapa juga yang berdua-dua dengan
laki-laki, kalian lagi nuduh gue?.” Tergagap Kekey menjawab pertanyaan Rinjani.
“Bukan menuduh, justu kita mau
tabayyun.”
“Aduh makin enggak ngerti deh gue
sama kalian!”
Rinjani mencoba menenangkan Kekey
kilatan kekesalan tampak pada wajahnya. Tapi Kekey terus-terusan berkelit
pura-pura tidak mengerti arah pembicaraan teman-temannya.
Kesal dengan reaksi Kekey, Ayyi
mengangkat tangan kanannya lalu melakukan gerakan seperti orang ingin
menghentikan mobil saat hendak menyeberang jalan. Memerintahkan Rinjani untuk
diam sejenak, biar ia yang menanganinya.
“Gini kita tuh curiga akhir-akhir ini lo yang paling
susah dihubung. Dan kita bertambah yakin saat lo salah kirim pesan.”
Lanjunya Ayyi sambil melirik Shinta yang duduk di
samping kirinya. Spontan gadis tersebut mengerutkan kening, matanya menyipit
menatap Ayyi, lalu bergantian melirik Kekey sambil terus mengatur nafasnya.
Kini ia membasahi bibirnya lalu mengigitnya.
Tangan putih Kekey mengambil telepon selulernya yang
ia letakkan di bawah buku bersampul hijau. Dirinya langsung membuka pesan yang
dimaksud. Seketika matanya belonya membesar. Lalu ia mengisi paru-parunya
dengan udara dan menghebuskannya dengan kencang. Karena sudah tertangkap basah
kenapa ia tidak mengaku saja. Batinnya dalam hati
“Cinta tuh fitrah datangnya dari Allah, kita
sebagai makhluk lemah mana mungkin bisa melawan takdir yang digariskan oleh
Allah.”
Seakan tidak puas dengan luapannya
Kekey masih terus berdalih di depan teman-temannya. Ia berdiri lalu melipat
kedua tangannya, mata belonya terus-terusan menatap tiga sahabatnya.
“Cinta si cinta tapi jangan buta juga
kali.”
Level kekesalan Ayyi terus-terusan
bertambah. Gadis kelahiran Padang tersebut kalau bicara memang terdengar cukup
pedas seperti sambal. Matanya lurus menatap lapangan basket, sambil tersenyum
meremehkan ia tidak mau menerima semua pembelaan Kekey.
“Berarti normal dong gue suka sama
cowok. Wake up kita hidup di zaman
milenial enggak usah katro. Sebaiknya kita tidak membatasi pergaulan. Why not
pacaran sehat. No touching and no
kissing.”
Kekey memiringkan kepala kedua
tanggannya terangkat dan tersenyum meremehkan. Dirinya berharap serangan bahasa
yang baru saja diucapkannya bisa membuat Ayyi KO. Kini wajahnya berseri-seri
seakan kemenangan sudah ada dalam genggamannya.
“Itu namanya bodoh, setuju kalau
kita enggak boleh membatasi pergaulan. Bukan berarti kita harus terperosok
dalam jurang kemaksiatan.”
Ayyi berjalan mendekati Kekey,
keduanya saling berhadapan. Tinggal Rinjani dan Shinta yang masih mempertahankan posisi duduknya.
Keduanya memilih diam seakan sedang menunggu apalagi yang akan diucapkan Kekey
dan Ayyi.
“Terserah lo mau bilang apa!”
“Catet omongan gue, sekali lo memberikan peluang
sama makhluk yang bernama laki-laki, berarti saat itu harga diri lo sudah
terjajah.”
Ayyi melanjutkan ucapannya kembali,
ia puas sebelum melihat wajah bersalah Kekey. Keduanya sama-sama tidak mau kalah,
beradu argument membenarkan pendapat masing-masing.
“Gue rasa lo belum paham betul arti
sahabat. Menurut gue sahabat tuh mendukung bukannya ngatur.”
Sambil terus memandang ketiga
sahabatnya Kekey menatap nanar, wajah putihnya
berubah memerah. Ia mendongakkan kepala berusaha menyembunyikan air yang
menggenang di kedua matanya. Dirinya sudah kehabisan kata-kata tanpa permisi ia
jalan meninggalkan tanda tanya di kepala ketiga sahabatnya.
Tidak ada yang bisa dilakukan
Rinjani dan Shinta untuk mendamaikan Ayyi dan Kekey. Entah mengapa akhir-akhir
ini Kekey menjadi orang yang sangat tertutup, bahkan jarang muncul di grup
what’s up, susah dihubungi dan yang paling terasa sekali ngotot soal cinta.
“Kenapa kita jadi pada berantem si?”
Gue jadi bingung.
Shinta menggaruk kepalanya yang
tidak gatal, suara Shinta terdengar seperti suara anak kecil. Bahkan saat Shinta
membuka mulut teman-teman cowok selalu menertawakannya, entah ada benda apa
yang menyangkut di tenggorokan anak tersebut kenapa suaranya terdengar seperti
aktris Nycta Gina.
“Shin kita tuh enggak berantem,
catet ya kita enggak berantem. Kekey yang salah kenapa dia jadi seakan alergi
sama kita.”
***
Perang dingin antara Ayyi dan Kekey
tidak dapat dihindari, keduanya sama-sama puasa berbicara. Grup what’s up menjadi sepi seperti kota
mati, biasanya saat jam istirahat mereka akan menghabiskan waktu di mushola
atau duduk-duduk santai di bawah pohon rindang dekat lapangan sambil
menghabiskan makanan yang mereka beli di kantin sekolah. Tanpa kehadiran Kekey
separuh jiwa geng sailor moon pergi.
“Parah Kekey tuh sudah kelewat
batas.”
Sambil berjalan memasuki ruang kelas
Ayyi memuntahkan rasa kesalnya. Ia langsung duduk kakinya ia luruskan dan kedua
tangannya ia lipat di depan dada. Saat melihat minuman nganggur di depannya ia
langsung menyambar minuman milik Rinjani. Bola matanya berputar-putar sambil
asik menyedot es teh yang ia jarah tanpa izin.
“Kenapa si marah-marah terus. Lupa
ya sama hadits menahan marah.”
Tegur Rinjani sambil tersenyum. Ia
menunjukkan poster hadits yang ditempel dekat lemari ruang kelasnya.
“Iya janganlah marah bagimu surga,
anak SD juga tahu.”
Shinta ikut menimpali apa yang
diucapkan Rinjani.
“Jadi gini geng, waktu habis dari
ruang guru gue lihat Kekey sedang asik bercanda sama cowok.”
Rinjani dan Shinta saling bertukar
tatapan
“Terus kamu lihat wajah laki-laki
itu?”
Mata sipitnya menatap Ayyi mencoba
menggali informasi dari sahabatnya yang suka sekali memetik gitar. Tak berapa
lama Rinjani menghembuskan napasnya dengan berat.
“Gue si enggak lihat pasti, karena
bloking. Aduh rasanya pengen bejek tuh cowok.”
Ayyi mengepalkan tangannya lalu
menonjok udara kosong.
“Kenapa tiba-tiba lo jadi kesel sama
cowoknya?”
“Jelas gue kesel tuh cowok pahamlah
kita anak rohis, yang sedang berjuang jaga hati. Ngajak ributkan malah deketin
Kekey.”
“Gue jadi bingung sama lo Yi,
sebenarnya kesal sama Kekey apa tuh cowok?”
“Aduh Shinta kepala gue lagi pusing,
jangan bikin tambah pusing dong. Satu sekolah juga tahu anak rohis anti
pacaran.”
Kini Shinta mengangguk-anggukan
kepalanya, bibirnya membulat membentuk huruf O.
“Terus gimana nih membuat Kekey
sadar kembali?”
“Gimana kalau kita labrak tuh cowok,
gue siap kasih bolgem mentah. Karena dia sudah cari ribut sama kita.”
“Apa ide itu bagus, nanti yang ada
kita malah dipanggil ke ruang BP. Tambah ribet urusannya. Yang ada Kekey makin
alergi sama kita.”
“Rani lo kok diem aja si, gimana
menurut lo?”
Ayyi menyikut Rinjani yang dari tadi
khusyu mendengarkan Ayyi dan Shinta yang sedang menyusun strategi perang.
Perang melawan musuh misterius yang berhasil menggoyahkan hati Kekey.
“Kalau menurut aku yang harus kita
lakukan adalah merangkul Kekey, mengembalikan trust Kekey untuk kembali percaya sama kita. Mungkin saat ini cara
paling ampuh adalah berusaha menampung curhatan Kekey tentang laki-laki
misterius tersebut.”
Ayyi menyipitkan matanya lalu alis
bagian kanannya terangkat.
“Sepenting itukah kita mendengarkan
curhatan Kekey. Rani yang harus kita lakukan adalah membuat Kekey sadar kalau
dia salah. Pacaran dalam islam tuh enggak ada. Lo sendiri yang bilang.”
“Gue makin pusing sama kalian
berdua.”
“Shinta sayang sebaik lo diem dulu
ya, kalem berikan kesempatan gue sama Rinjani diskusi.”
Rinjani melempar senyum ke arah
Shinta
“Yi setiap orang tuh berhak jatuh
cinta, benar kata Kekey cinta fitrah dari Allah. Tapi gimana cara kita
menggendalikan gejolak ini tetap dalam koridor yang positif. Kekey enggak salah
saat ini dia butuh kita sebagai sahabatnya untuk mengingatkan ia.”
***
Air matanya menganak sungai, kini
Kekey tidak bisa menahan airmatanya yang terus-terusan membasahi pipinya.
Padahal saat itu posisinya sedang ada taman sekolah, tetapi seakan Kekey tidak
memperdulikan hal tersebut. Rinjani, Ayyi dan Shinta hanya dapat menatapnya.
“Sebenernya selama ini gue
menganggap memiliki hubungan spesial sama dia. Tapi udah dua hari ini sikap dia
beda banget.” Ucap Kekey sambil mengelap airmatanya dengan tisu.
Gendang telinga Ayyi sudah nyeri
mendengar curhatan Kekey, bahkan ia sudah berkali-kali menghembuskan napas,
bosan dengan Kekey yang selalu membahas makhluk yang bernama cowok.
“Bagus dong kan jadi enggak nambah
dosa!” Seru Ayyi.
Rinjani menggelengkan kepalanya
sambil menatap Ayyi, memintanya untuk tidak menaburkan kekacauan. Karena saat
ini bukan waktu yang tepat untuk mengajak Kekey perperang, ujung-ujungnya
mereka akan semakin renggang dan bisa berakibat memutuskan tali ukhuwah.
“Mungkin itu hanya perasaan kamu
doang Key.” Ucap Rinjani.
“Enggak! Gue lihat sendiri dengan
mata kepala gue kalau Aldo jalan sama perempuan lain.”
“Jadi selama ini cowok yang
membutakan lo sampai seperti ini Aldo. Si play
boy kelas teri.”
“Aldo anak basket?” Tanya Shinta.
“Ya.” Jawab Ayyi singkat.
“Berarti Allah membuka aib dia
dong.” Ucap Rinjani.
“Bener, untung lo belom
diapa-apain.”
“Allah lebih suka hubungan halal
setelah menikah. Kita bisa lihat contoh rumah tangga Rasulullah dan Khadijah
yang sangat romantis. Padahal awalnya mereka sama-sama orang asing, tetapi
Allah yang mempertemukan.” Rinjani menasehati Kekey.
“Ingat laki-laki yang baik untuk
perempuan yang baik. Dan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik. Emang
lo mau dapat suami bekas cewek lain?.” Ucap Ayyi.
“Ih enggak maulah!”
“Makanya stop pacaran sebelum
halal.”
Akhirnya Kekey sadar kalau ingin
mendapatkan laki-laki yang baik, maka ia harus menjadi orang yang baik pula.
Dan Kekeypun sadar selama ini ia sudah main kucing-kucingan dengan sahabatnya,
ia lebih memilih laki-laki asing yang jelas-jelas hanya memanfaatkannya.