Rabu, 24 Juli 2019

Virus Merah Jambu



“Menurut kalian ini salah gue? Syahadat kita masih sama, sholat lima waktu, puasa sunahpun enggak pernah alpa kecuali halangan.”
            “Bukan gitu Key, aku yakin kok rutinitas ibadah harian kamu masih baik-baik saja.”
            “Nah terus salah gue di mana?”
            “Kamu tahu kan berdua-duan bersama yang bukan mahram, ketiganya adalah syaitan?”
            “Siapa juga yang berdua-dua dengan laki-laki, kalian lagi nuduh gue?.” Tergagap Kekey menjawab pertanyaan Rinjani.
            “Bukan menuduh, justu kita mau tabayyun.”
            “Aduh makin enggak ngerti deh gue sama kalian!”
            Rinjani mencoba menenangkan Kekey kilatan kekesalan tampak pada wajahnya. Tapi Kekey terus-terusan berkelit pura-pura tidak mengerti arah pembicaraan teman-temannya.
            Kesal dengan reaksi Kekey, Ayyi mengangkat tangan kanannya lalu melakukan gerakan seperti orang ingin menghentikan mobil saat hendak menyeberang jalan. Memerintahkan Rinjani untuk diam sejenak, biar ia yang menanganinya.
“Gini kita tuh curiga akhir-akhir ini lo yang paling susah dihubung. Dan kita bertambah yakin saat lo salah kirim pesan.”
Lanjunya Ayyi sambil melirik Shinta yang duduk di samping kirinya. Spontan gadis tersebut mengerutkan kening, matanya menyipit menatap Ayyi, lalu bergantian melirik Kekey sambil terus mengatur nafasnya. Kini ia membasahi bibirnya lalu mengigitnya. 
Tangan putih Kekey mengambil telepon selulernya yang ia letakkan di bawah buku bersampul hijau. Dirinya langsung membuka pesan yang dimaksud. Seketika matanya belonya membesar. Lalu ia mengisi paru-parunya dengan udara dan menghebuskannya dengan kencang. Karena sudah tertangkap basah kenapa ia tidak mengaku saja. Batinnya dalam hati
             “Cinta tuh fitrah datangnya dari Allah, kita sebagai makhluk lemah mana mungkin bisa melawan takdir yang digariskan oleh Allah.”
            Seakan tidak puas dengan luapannya Kekey masih terus berdalih di depan teman-temannya. Ia berdiri lalu melipat kedua tangannya, mata belonya terus-terusan menatap tiga sahabatnya.
            “Cinta si cinta tapi jangan buta juga kali.”
            Level kekesalan Ayyi terus-terusan bertambah. Gadis kelahiran Padang tersebut kalau bicara memang terdengar cukup pedas seperti sambal. Matanya lurus menatap lapangan basket, sambil tersenyum meremehkan ia tidak mau menerima semua pembelaan Kekey.
            “Berarti normal dong gue suka sama cowok. Wake up kita hidup di zaman milenial enggak usah katro. Sebaiknya kita tidak membatasi pergaulan. Why not pacaran sehat. No touching and no kissing.”
            Kekey memiringkan kepala kedua tanggannya terangkat dan tersenyum meremehkan. Dirinya berharap serangan bahasa yang baru saja diucapkannya bisa membuat Ayyi KO. Kini wajahnya berseri-seri seakan kemenangan sudah ada dalam genggamannya.
            “Itu namanya bodoh, setuju kalau kita enggak boleh membatasi pergaulan. Bukan berarti kita harus terperosok dalam jurang kemaksiatan.”
            Ayyi berjalan mendekati Kekey, keduanya saling berhadapan. Tinggal Rinjani dan Shinta yang  masih mempertahankan posisi duduknya. Keduanya memilih diam seakan sedang menunggu apalagi yang akan diucapkan Kekey dan Ayyi.
            “Terserah lo mau bilang apa!”
“Catet omongan gue, sekali lo memberikan peluang sama makhluk yang bernama laki-laki, berarti saat itu harga diri lo sudah terjajah.”
            Ayyi melanjutkan ucapannya kembali, ia puas sebelum melihat wajah bersalah Kekey. Keduanya sama-sama tidak mau kalah, beradu argument membenarkan pendapat masing-masing.
            “Gue rasa lo belum paham betul arti sahabat. Menurut gue sahabat tuh mendukung bukannya ngatur.”
            Sambil terus memandang ketiga sahabatnya Kekey menatap nanar, wajah putihnya  berubah memerah. Ia mendongakkan kepala berusaha menyembunyikan air yang menggenang di kedua matanya. Dirinya sudah kehabisan kata-kata tanpa permisi ia jalan meninggalkan tanda tanya di kepala ketiga sahabatnya.
            Tidak ada yang bisa dilakukan Rinjani dan Shinta untuk mendamaikan Ayyi dan Kekey. Entah mengapa akhir-akhir ini Kekey menjadi orang yang sangat tertutup, bahkan jarang muncul di grup what’s up, susah dihubungi dan yang paling terasa sekali ngotot soal cinta.
            “Kenapa kita jadi pada berantem si?” Gue jadi bingung.
            Shinta menggaruk kepalanya yang tidak gatal, suara Shinta terdengar seperti suara anak kecil. Bahkan saat Shinta membuka mulut teman-teman cowok selalu menertawakannya, entah ada benda apa yang menyangkut di tenggorokan anak tersebut kenapa suaranya terdengar seperti aktris Nycta Gina.
            “Shin kita tuh enggak berantem, catet ya kita enggak berantem. Kekey yang salah kenapa dia jadi seakan alergi sama kita.”
***
            Perang dingin antara Ayyi dan Kekey tidak dapat dihindari, keduanya sama-sama puasa berbicara. Grup what’s up menjadi sepi seperti kota mati, biasanya saat jam istirahat mereka akan menghabiskan waktu di mushola atau duduk-duduk santai di bawah pohon rindang dekat lapangan sambil menghabiskan makanan yang mereka beli di kantin sekolah. Tanpa kehadiran Kekey separuh jiwa geng sailor moon pergi.
            “Parah Kekey tuh sudah kelewat batas.”
            Sambil berjalan memasuki ruang kelas Ayyi memuntahkan rasa kesalnya. Ia langsung duduk kakinya ia luruskan dan kedua tangannya ia lipat di depan dada. Saat melihat minuman nganggur di depannya ia langsung menyambar minuman milik Rinjani. Bola matanya berputar-putar sambil asik menyedot es teh yang ia jarah tanpa izin.
            “Kenapa si marah-marah terus. Lupa ya sama hadits menahan marah.”
            Tegur Rinjani sambil tersenyum. Ia menunjukkan poster hadits yang ditempel dekat lemari ruang kelasnya.
            “Iya janganlah marah bagimu surga, anak SD juga tahu.”
            Shinta ikut menimpali apa yang diucapkan Rinjani.
            “Jadi gini geng, waktu habis dari ruang guru gue lihat Kekey sedang asik bercanda sama cowok.”
            Rinjani dan Shinta saling bertukar tatapan
            “Terus kamu lihat wajah laki-laki itu?”
            Mata sipitnya menatap Ayyi mencoba menggali informasi dari sahabatnya yang suka sekali memetik gitar. Tak berapa lama Rinjani menghembuskan napasnya dengan berat.
            “Gue si enggak lihat pasti, karena bloking. Aduh rasanya pengen bejek tuh cowok.”
            Ayyi mengepalkan tangannya lalu menonjok udara kosong.
             “Kenapa tiba-tiba lo jadi kesel sama cowoknya?”
            “Jelas gue kesel tuh cowok pahamlah kita anak rohis, yang sedang berjuang jaga hati. Ngajak ributkan malah deketin Kekey.”
            “Gue jadi bingung sama lo Yi, sebenarnya kesal sama Kekey apa tuh cowok?”
            “Aduh Shinta kepala gue lagi pusing, jangan bikin tambah pusing dong. Satu sekolah juga tahu anak rohis anti pacaran.”
            Kini Shinta mengangguk-anggukan kepalanya, bibirnya membulat membentuk huruf O.
            “Terus gimana nih membuat Kekey sadar kembali?”
            “Gimana kalau kita labrak tuh cowok, gue siap kasih bolgem mentah. Karena dia sudah cari ribut sama kita.”
            “Apa ide itu bagus, nanti yang ada kita malah dipanggil ke ruang BP. Tambah ribet urusannya. Yang ada Kekey makin alergi sama kita.”
            “Rani lo kok diem aja si, gimana menurut lo?”
            Ayyi menyikut Rinjani yang dari tadi khusyu mendengarkan Ayyi dan Shinta yang sedang menyusun strategi perang. Perang melawan musuh misterius yang berhasil menggoyahkan hati Kekey.
            “Kalau menurut aku yang harus kita lakukan adalah merangkul Kekey, mengembalikan trust Kekey untuk kembali percaya sama kita. Mungkin saat ini cara paling ampuh adalah berusaha menampung curhatan Kekey tentang laki-laki misterius tersebut.”
            Ayyi menyipitkan matanya lalu alis bagian kanannya terangkat.
            “Sepenting itukah kita mendengarkan curhatan Kekey. Rani yang harus kita lakukan adalah membuat Kekey sadar kalau dia salah. Pacaran dalam islam tuh enggak ada. Lo sendiri yang bilang.”
            “Gue makin pusing sama kalian berdua.”
            “Shinta sayang sebaik lo diem dulu ya, kalem berikan kesempatan gue sama Rinjani diskusi.”
            Rinjani melempar senyum ke arah Shinta
            “Yi setiap orang tuh berhak jatuh cinta, benar kata Kekey cinta fitrah dari Allah. Tapi gimana cara kita menggendalikan gejolak ini tetap dalam koridor yang positif. Kekey enggak salah saat ini dia butuh kita sebagai sahabatnya untuk mengingatkan ia.”
***
            Air matanya menganak sungai, kini Kekey tidak bisa menahan airmatanya yang terus-terusan membasahi pipinya. Padahal saat itu posisinya sedang ada taman sekolah, tetapi seakan Kekey tidak memperdulikan hal tersebut. Rinjani, Ayyi dan Shinta hanya dapat menatapnya.
            “Sebenernya selama ini gue menganggap memiliki hubungan spesial sama dia. Tapi udah dua hari ini sikap dia beda banget.” Ucap Kekey sambil mengelap airmatanya dengan tisu.
            Gendang telinga Ayyi sudah nyeri mendengar curhatan Kekey, bahkan ia sudah berkali-kali menghembuskan napas, bosan dengan Kekey yang selalu membahas makhluk yang bernama cowok.
            “Bagus dong kan jadi enggak nambah dosa!” Seru Ayyi.
            Rinjani menggelengkan kepalanya sambil menatap Ayyi, memintanya untuk tidak menaburkan kekacauan. Karena saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengajak Kekey perperang, ujung-ujungnya mereka akan semakin renggang dan bisa berakibat memutuskan tali ukhuwah.
            “Mungkin itu hanya perasaan kamu doang Key.” Ucap Rinjani.
            “Enggak! Gue lihat sendiri dengan mata kepala gue kalau Aldo jalan sama perempuan lain.”
            “Jadi selama ini cowok yang membutakan lo sampai seperti ini Aldo. Si play boy kelas teri.”
            “Aldo anak basket?” Tanya Shinta.
            “Ya.” Jawab Ayyi singkat.
            “Berarti Allah membuka aib dia dong.” Ucap Rinjani.
            “Bener, untung lo belom diapa-apain.”
            “Allah lebih suka hubungan halal setelah menikah. Kita bisa lihat contoh rumah tangga Rasulullah dan Khadijah yang sangat romantis. Padahal awalnya mereka sama-sama orang asing, tetapi Allah yang mempertemukan.” Rinjani menasehati Kekey.
            “Ingat laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik. Dan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik. Emang lo mau dapat suami bekas cewek lain?.” Ucap Ayyi.
            “Ih enggak maulah!”
            “Makanya stop pacaran sebelum halal.”
            Akhirnya Kekey sadar kalau ingin mendapatkan laki-laki yang baik, maka ia harus menjadi orang yang baik pula. Dan Kekeypun sadar selama ini ia sudah main kucing-kucingan dengan sahabatnya, ia lebih memilih laki-laki asing yang jelas-jelas hanya memanfaatkannya.        

 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design