Jumat, 08 Desember 2017

Diriku dengan Palestin


Setiap jum'at pagi waktunya berkisah (dongeng islami), seperti biasa dadakan cari buku cerita. Tapi akhirnya Allah kasih ide berkisah tentang anak Palestin. Karena jum'at ini hari bersejarah untuk rakyat Palestin, kemarin sempat viral kata Ismail Haniya pemimpin Hamas, besok maksudnya hari ini rakyat Palestin wajib turun ke jalan membela Al-Quds. Berkat video tersebut gw jadi kepikiran untuk berkisah tentang saudara-saudara di Palestin. Walaupun sebenarnya gue kurang tahu berita selanjutnya tentang apa yang terjadi pagi tadi di Palestin. Tapi pikiran dalam kepala gue terus-terusan menari, akhirnya membayangkan kejadian versi gue.
Anak-anak duduk tenang, mata mereka membulat, kadang satu dua kali memincingkan pandangan, tubuh tegak tidak mau bergerak dari posisi nyaman. Sembilan anak  memasang wajah serius, kadan enggan mengikuti godaan bisikan dari teman yang kurang fokus. Ternyata mereka lebih memilih cerita yang akan gue sampaikan. Yes.
Hari jum'at 8 Desember 2017.  Seorang Ayah dan anak laki-lakinya yang baru berumur 10 tahun pergi meninggalkan rumah di pagi buta. Keduanya bergabung dengan para lelaki soleh yang sudah terlebih dahulu meramaikan tempat berkumpul. Lapangan padat merayap kalau Mousa sampai melepaskan tangan dari genggapan Abinya mungkin kali terakhir mereka berdua akan bersama. Si raja siang semakin merangkak naik mengalahkan awan hitam,  awan pun berubah warna menjadi putih.
Di lain tempat seorang Ibu dengan anak laki-laki berumur empat tahun melepas kepergian suami dan putra pertamanya. Dengan bisikan doa yang ia gaungkan dalam hati, dirinya menitip dua orang yang amat ia cintai pada sang penentu takdir. Walau berat melepasnya tapi ia yakin jihad adalah tawaran terbaik dalam berniaga dengan Allah.
 "Umi apakah Abi dan kakak akan memenangkan Al-Quds?" Tanya si bungsu dengan mata polosnya.
"Allah pasti akan bersama orang-orang baik." Jawab si Ibu lembut, tangan kirinya membelai sayang kepala Abdullah. Bocah dengan hidung bangir tersebut menggeliat saat jemari Fatimah membelainya. Padahal wanita berbola mata abu-abu tidak memiliki keahlian meramal namun ada rasa optimis yang bersemayam dalam dada. Allah pastikan bersamamu bila kau selalu bersamanya, kalimat yang selalu menyihirnya.
Detik,  menit dan jam berlalu  kabar tentang suami dan putra sulungnya belum juga singgah ke telinga. Dadanya bergemuruh hebat, ia tidak mau berjauhan dari tasbih,  sedari pagi tangannya terus menggenggam benda magig tersebut,  bibirnya mengucap asma Allah sesekali hanyut dalam sedih. Namun Abdullah bocah yang memiliki cita-cita menjadi pembela Al-Quds siap siaga saat genangan air yang mengisi kantung mata Uminya sudah memenuh.
Senja ini langit di Gaza berwarna merah saga. Ada sejarah baru yang menjadi saksi atas takdir yang nanti kan ditanyakan Allah. Senjat mulai meninggalkan kota Gaza, langit hitam mulai mendominasi. Seorang laki-laki berjalan cepat bahkan sedikit berlari. Matanya memandang menerobos kegelapan, Ar-Rohiim memang baik ia mengirimkan cahaya lewat  sinar bulan untuk menerangi  langkah Abu Akmal.
Tarikan nafasnya seirama dengan degup jantung, pikirannya terus-terusan menerawang membayangkan respon wanita yang malam ini mendapatkan gelar baru atas takdir Allah. Keadaan yang memaksa wanita yang akan didatanginya harus berlapang dada menelan pil pahit untuk sebagian wanita.
"Assalamualaikum." Tangan kananya mengetuk pintu rumah tanpa warna. 
"Waalaikumussalam." Sahut seorang wanita dan anak laki-laki dari dalam.
"Umi pasti itu orang yang akan mengabari kita tentang Abi dan kakak." Abdullah berlari menuju pintu. Umi Fatimah bergegas mengekorinya. 
Pintu dibuka, dua orang dengan tatapan  sama seakan bertanya pada Abu Akmal. Tanpa bisa menyembunyikan duka Abu Akmal berkata dengan jujur.  "Kareem dan Mousa." Ucapnya tercekat, tak kuat menahan air mata yang berebut minta dibebaskan. Ke dua orang yang ada di hadapannya hanya dapat memandang penuh tanya. 
"Ami tenangkan hatimu." Abdullah meraih tangan Abu Akmal,  kepalanya menengadah berusaha mencari jawaban yang tersembunyi dari ekspresi Abu Akmal. Umu Fatimah dapat menebak pesan yang belum terucap erucap. 
"Apakah suami dan putra sulungku syahid?" Tanyanya dengan air mata yang jatuh menyentuh tanah.
"Ya." Jawaban singkat dari Abu Akmal.
Umu Fatimah jatuh tersungkur ia menarik Abdullah dalam pelukannya.
"Ketahuilah Nak. Abi dan kakakmu telah diundang oleh Allah untuk menjadi tamu dalam istanaNya." Umu Fatimah mengencangkan pelukannya, tangan kananya terus mengelus kepala si bungsu. Abdullah mengerti situasi yang sedang terjadi,  ia pun terisak lirih dalam dekapan wanita yang amat dicintainya. Tanpa mau mengganggu kesedihan Uminya. 

 Tangerang, 8 Desember 2017
Indahnya Melukis Hari 

Rabu, 11 Oktober 2017

Mom I Love Reading


            Setiap orang tua pasti menginginkan buah hatinya tumbuh menjadi anak cerdas secara akademik. Karena patokan cerdas dan tidaknya saat ini di negara kita masih seputar anak yang sedini mungkin dapat membaca dan berhitung. Buat anak usia dini yang bisa baca semuda mungkin, akan mendapat julukan manusia setengah Einstein. Ironisnya mereka yang belum bisa membaca saat lulus TK dapat di pastikan sulit untuk masuk SD unggulan atau favorit. Ya ampun sengsara banget anak Indonesia saat ini, dari kecil saja beban hidup sudah berat.


            Sebenarnya sangat simpel membuat anak bisa membaca bahkan dalam jangka waktu tiga bulan saja kita bisa membuat mereka fasih membaca koran atau buku cerita. Saya sudah buktikan ini selama 90 hari konsisten tanpa jeda. Tapi akan banyak timbul masalah atas pencapaiannya mereka, kalau kita ibaratkan tumbuh kembang anak seperti sebuah segi tiga anak-anak Indonesia berkembang dari bagian besar menuju kekerucutnya, sedangkan anak-anak di Amerika, Inggris, Finlandia dan negara maju lainnya. Mereka berkembang dari bagian kerucutnya menuju bagian besarnya.


Apakah ini sebuah kemajuan? Jelas sebuah kemunduran, dari kecil anak yang dipaksa untuk pandai dalam akademiknya suatu saat nanti mereka akan tumbuh menjadi anak yang benci dengan pelajaran. Saat ini fenomena tersebut menjadi kebodohan masal yang sulit di tanggulangi. Dari kecil beban yang di emban sudah terlalu berat padahal anak-anak belum butuh nilai bagus. Dampaknya mereka akan acuh dengan beban yang harusnya mereka emban ketika dewasa.

            Dari hal yang saya pelajari selama berkecimpung dalam dunia pendidikan setiap manusia itu memiliki dua jenis perkembangan. Perkembangan kronologis dan biologi, perkembangan di sini saya sebut usia ya. Usia kronologis, usia ulang tahun kita sedangkan biologis tahapan perkembangan kita sebagai manusia yang akan bertambah sesuai dengan tingkat tantangan hidup yang berhasil kita lalui. Setiap anak belum dapat mengambil keputusan, mereka akan cenderung mengerjakan apa yang disuruh, saat mereka disuruh belajar membaca, ikut les ini itu dan bla bla bla pasti akan mereka lakukan karna pola dan atmosfer yang di bentuk oleh orang tua menuntut mereka harus seperti apa yang orang tua mau.


            Naasnya zaman sekarang  usia biologis anak tidak berkembang dengan baik karena sedari kecil orang tua tidak melatih tentang hal itu, coba kalau kita perhatikan anak sekolah zaman sekarang kronologis mereka 15 tahun tapi biologisnya seperti anak 5 tahun. Sebagai sampel seorang anak SMA yang gemar sekali tauran dengan menggunakan celurit dengan tujuan melukai seseorang, sebenarnya kita sama-sama tahu efek celurit dapat membuat musuh kehilangan nyawa apakah mereka memikirkan itu.


Dalam perkembangan anak ada yang namanya sensorimotor satu, ada di usia berapa si anak yang memiliki sensorimotor satu? Harusnya hanya boleh ada di anak yang usianya dua tahun. Anak usia dua tahun masih gemar sekali untuk melempar benda-benda di sekelilingnya karena mereka belum tahun fungsi dan kegunaan dari benda tersebut. Gelas kaca yang mereka lempar akan pecah dan berbahaya bagi dirinya dan orang lain, apakah anak tersebut paham? Tentu mereka tidak paham. Jadi anak SMA yang masih gemar tauran sebenarnya biologis mereka seperti anak usia dua tahun.

            Ada lagi kasus orang dewasa yang suka mencuri atau menginginkan kepunyaan orang lain. Sebenarnya kasus mengambil barang yang bukan miliknya akan muncul pada anak usia tiga tahun, kenapa tiga tahun? karena mereka masih belajar tentang konsep kepemilikan. Mereka masih bingung antara barang miliknya, orang lain dan umum. Nah bagi orang dewasa yang suka ngambil barang orang lain bisa jadi karena saat usia tiga mereka tidak diajarkan tentang konsep ini. Ini juga berlaku untuk orang dewasa yang suka sekali korupsi.


            Untuk orang dewasa yang gemar berbohong dan menganggap kejujuran tidak penting bagi mereka, sebenarnya akan kita temui pada anak usia lima menjelang enam tahun. Pada saat usia lima menjelang enam disebut usia special karena transisi dari TK menuju SD mereka lebih gemar menyalahkan dan mengkambing hitamkan orang lain atas kesalahan yang mereka perbuat. Mereka memiliki ego lebih besar dari usia sesudahnya. Jadi orang dewasa yang suka sekali berbicara dusta seperti anak umur lima tahun.


            Kenapa fenomena di atas menjadi kebodohan masal bagi orang dewasa di negara kita? karena sedari kecil orang tua kita sibuk dengan nilai akademik saja, tetapi mengabaikan pembentukan karakter. Coba kita perhatikan budaya mengantri di negara kita bisa di katakan jelek sekali, tidak sabar kalau harus mengantri. Budaya membaca bagaimana? Indonesia masuk kategori negara termalas, buku itu sudah seperti monster yang akan mengambil nyawa si pembaca. Sedangkan untuk urusan menonton menjadi makanan sehari-hari yang tidak boleh di lewatkan. Siapa yang untung kalau seperti ini? Oknum-oknum tertentu yang bertujuan untuk mengisi kantong. Akhirnya pembodohan menjamur di negeri ini. Padahal Allah memerintahkan kita dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 untuk membaca.

            Sebenarnya usia berapa si anak sudah masuk kategori siap baca? Jawabannya adalah anak usia delapan tahun atau anak kelas tiga SD, delapan tahun pun bukan hanya pelajaran membaca saja yang diberikan. Tetapi pengenalan membaca secara dasar hanya secara dasar bukan digembleng terus menerus. Anak usai delapan tahun masih masuk kategori anak usia dini yang kegiatan mereka di sekolah hanya bermain sambil belajar dan pembentukan karakter.

            Ok selanjutnya di bawah ini tips untuk mengajarkan anak supaya bisa cepat membaca :
1.  Membacakan buku (sebenarnya budaya dongeng sebelum tidur penting banget untuk dilakukan. Ibaratnya orang tua dan anak memiliki quality time dengan membaca buku bersama)
2.  Sering mengajak anak mampir ke toko buku
3.  Berikan kesempatan kepada anak untuk membeli buku yang mereka pilih sendiri
4.  Buat anak mencintai buku 
5.   Ciptakan budaya cinta membaca pada rumah kita
6.  Orang tua harus lebih sering memperlihatkan kepada anak kalau ayah dan mama mereka juga suka membaca
7.  Berikan label nama pada setiap benda yang ada di rumah (tempat garam, gula, kamar, toilet dll)
8.  Membuat perpustakaan kecil di rumah


Warning orang tua jangan terburu-buru memaksakan proses ini, budaya cinta buku bisa di bentuk sejak anak sedini mungkin. Ortu wajib memfasilitasi banyaknya buku di rumah. Sudah banyak toko buku yang menjual buku untuk bayi dan balita, sedini mungkin sudah boleh di kenalkan tentang buku tersebut. Dan pastikan ortu sering membacakan buku bayi dan balita kepada anak setelah itu mereka boleh di berikan kesempatan untuk memainkan buku tersebut lebih sering.

Saya yakin kalau semua proses pengenal membaca di atas di lakukan dengan sabar dan penuh perhatian membaca untuk anak akan menjadi habits dan hobby sampai mereka tua nanti. Kalau kata mama saya tidak usah buru-buru Belanda masih jauh. Gimana kasusnya kalau anak kita tidaka akan di terima SD kalau mereka belum bisa membaca? Ya tinggal cari sekolah lain yang lebih lebih mementingkan pembentukan karakter. Karena anak kita bukan orang dewasa kecil ia tetap anak kecil yang butuh bermain.

Dan ternyata membaca ada tahapanya loh sekalian saya share ya :
1.       Tahap fantasi (Magical stage)
2.       Tahapan pembentukan konsep diri (Self concept stage)
3.       Tahap membaca gambar (Bridging reading stage)
4.       Tahap pengenalan bacaan (Take of reader stage)
5.       Tahap membaca lancar (Independen reader stage)

Semoga bermanfaat bagi para pembaca. Selamat menikmati setiap proses yang terjadi bersama buah hati. Ingat anak-anak kita itu calon pemimpin di masa depan, yuk kita siapkan sebaik mungkin.


Tangerang, 11 Oktober 2017

Indahnya Melukis Hari 

Minggu, 08 Oktober 2017

Dikejar-Kejar Surga


Bel sekolah berbunyi tiga kali. Tanda kegiatan belajar mengajar dihentikan. Seperti gerombolan semut yang keluar dalam sarang, penghuni SMA pertiwi keluar memadati jalan. Suara klakson tidak henti-hentinya dibunyikan. Angkutan umum nangkring dengan manis. Seperti kereta kuda yang sedang menunggu Cinderella menuju kastil pangeran tampan. Tapi  kali ini bukan kendaraan romantis yang menghiasi gang depan sekolahku melainkan angkot butut yang sedang mencari penumpang.

            Belum lagi udara siang yang membuat anak-anak mengkibas-kibaskan tangan mereka. Untuk sekedar mengusir kepanasan dari si bola api raksasa. Dengan wajah kusam, baju aut-autan, rambut yang sudah basah keringat sambil menggendong ransel yang beratnya melibihi monas aku melangkahkan kaki memasuki angkot. Naasnya walaupun sudah padat supir angkot tetap tidak mau tancap gas dengan alasan masih ada satu kursi kosong yang belum terisi. Penumpang yang semuanya anak sekolah sudah berkali-kali menggerutu, sudah hampir sepuluh menit kami berdiam diri dalam kaleng raksasa dengan mandi keringat tentunya.

Penumpang yang duduk di depan ku sedang asik membicarakan Bimo ketua OSIS yang wajahnya mirip Varel Bramasta. Orang yang ada di sebelah kirinya sedang menikmati sedotan terakhir es jeruk yang sedari tadi diminumnya.  Aku hanya duduk diam sambil sesekali menongolkan kepala keluar jendela demi mencari sehirup oksigen yang Tuhan ciptakan. Seorang laki-laki dengan bet dan seragam yang sama memasuki angkot yang aku naiki. Wajah yang selama ini sangat aku kenal. Kedua bola mata yang belo, alis tebal, hidung runcing dan tentunya bibir tipis yang selalu menghiasi senyumnya. Porsi wajah yang pas, kalau diibaratkan seperti masakan tentu ia termasuk masakan lezat. Ternyata wajah charming seperti magnet bagi para anak perempuan untuk berbondong-bondong masuk rohis.

Mas Oby ketua rohis di sekolahku. Yang ketika berjalan selalu menundukkan pandangan, “Assalamualaikum” kalimat yang sering sekali diucapkan, prestasi yang berkali-kali diraih dan masih banyak lagi nilai positif dirinya yang malas aku bahas.

“Bang udah penuh jalan dong.”

“Iye sabar Neng, baru juga gw mau naik.”

Angkot membelah jalan. Seketika suasana menjadi sepi hanya derungan mesin yang terdengar menghiasi telinga. Kenapa semua diam? Ada apa ini, kok tiba-tiba sepi sekali. setelah Mas Oby masuk, ah memang aku pikirin.
***
            Rasanya enak sekali setelah keluar dari angkot, seperti hidup kembali dengan bebas menghirup oksigen. Tapi keringat masih mendominasi bahkan aku bisa merasakan butiran air yang berjalan di atas pungungku. Sudah tak terhitung aku menyeka keringat di kening tapi produksi keringat dalam tubuh tidak ada habis-habisnya. Seketika aku membuka jilbab yang dari pagi mengurung rambutku.  Rasanya nikmat sekali saat angin menyapa kulit kepala dan leher. Sambil terus mengibas-ngibaskan jilbab aku menyusuri jalanan komplek rumah. Seorang laki-laki yang tadi satu angkot denganku berjalan dengan gagah di depanku, kami hanya terpisah jarak lima langkah saja. Persis di depan pagar rumah bewarna putih ia melangkahkan kaki dan memasukinya. Saat ia mengunci kembali pagar rumahnya kedua mata kami bertemu pandang. Saat itu juga ia mendadak kaget mata belonya menjadi tambah besar, bibir tipisnya menganga lebar. Lalu dengan sinis ia melempar pandangan.

            “Pleas deh emang aku sampah apa. Biasa saja kali.” Aku menggerutu pelan sambil terus berjalan. Rumah aku dan Mas Oby hanya berjarak tiga rumah.

            “Assalamualaikum.”

            “Waalaikumssaam. Itu jilbab kenapa dilepas Neng?” Mamah menatapku dengan heran

            “Abis panas, gerah tau Mah. Nih lihat rambut Nia basah seperti orang habis keramas.” Sambil memegang sebagian rambutku lalu menunjukkan ke Mamah.

            “Ia tapi lepasnya di rumah saja, malu atuh auratnya kelihatan.” Mamah masih terus membombardirku. Panjang deh urusannya.

            “Iiih emang siapa yang mau lihat. Orang sepi kok.” Setelah melepas sepatu aku duduk di samping mamah.

            “Iya, tapi kan ada malaikat yang ngeliatin kamu. Enggak malu sama malaikat?”

            “Mulai deh, emang aku anak umur  lima tahun apa? Pleas deh Mah aku paham kok harus bagaimana. Mamah malu ya anak Bu Hajah tapi enggak pakai jilbab?”

            “Nah itu salah satunya. Malu anak Bu Hajah masa pamer aurat. Ibu dan kedua kakaknya berjilbab, masa anak bungsunya enggak.”

            “Mah jilbab tuh panggilan hati, bukan panggilan tetangga.”

            “Kenapa nih kok tengah hari bolong pada ribut?” Ka Inez dengan jilbab panjang berwarna hijau melangkah masuk lalu meraih tangan Mamah dan menciumnya.

            “Inih Adik kamu, masa buka jilbab di luar rumah.” 

            “Ohhh kenapa dibuka jilbabnya Dek?”

            “Coba Ka Inez rasakan sendiri, di balik jilbab panjang apa yang dirasakan?”

            “Gerah maksud kamu?” Sambil menatap kedua mataku.

            “Iya.” Kini aku mulai kesal, sambil memajukan kedua bibirku.

            “Kamu tahu enggak kenapa bumi semakin panas?”

            “Iya aku tahu, karena ozon yang ada di bumi sudah semakin menipis.”

            “Pinter Adik ku ini.” Sambil mencubit pipi tembem ku Ka Inez menggeser duduknya.

            “Terus?” Aku mulai meninggika suaraku.

Ozon sudah tipis, saat ini kondisi darurat untuk menutup aurat. Nanti bisa kena kanker kulit loh.”

Sambil terus mengusap-usap pipiku yang masih sakit, aku enggan menanggapi Ka Inez.
***
Biasanya selepas bel berbunyi aku langsung hengkang meninggalkan sekolah. Hari ini ada pertemuan rohis terpaksa aku mampir dahulu ke musholla. Sebenarnya bisa saja nekat kabur terus naik angkot dan pulang. Tetapi karena setiap anak baru wajib mengikuti satu ekstrakulikuler  kalau tidak mau ikut nilai ancamannya. Karena alasan itu aku mengiyakan ajakan Umi teman dekat sedari Sekolah Dasar untuk mengambil eskul yang sama.

Ternyata musholla sudah dipadati para anggota rohis baru walaupun tidak semuanya berjilbab, karena rohis terbuka untuk semua siswa-siswi yang beragam islam. Kami bergegas masuk dan langsung berbaur dengan teman-teman. Oh ya masuknya aku ke rohis karena kejeblos juga. Umi masuk maka aku mengikutinya, ditambah lagi peran kedua kakak ku Inez dan Sally. Keduanya aktifis rohis walaupun sudah sama-sama lulus namun satu minggu sekali Ka Inez dan Sally masih menyempatkan waktunya untuk mengisi pengajian di sekolah. Nah peran kedua kakak ku yang akhirnya menyeretku untuk masuk rohis. Ooh Tuhan mengapa dalam hidupku saja aku tidak dapat menentukan arah? Selalu ada campur tangan pihak kedua yang mengatur skenario hidupku.

Kalian harus tahu sudah tiga tahun ini diriku terpenjara dengan hijab. Padahal banyak sekali baju-baju cute dan unik di mall. Belum lagi itu loh pakaian para K-Pop yang keren abis, semakin menambah kecantikan mereka. Gimana aku mau punya pacar, kalau sampai saat ini saja aku terus-terusan memakai jilbab. Kesal. Hampir seluruh baju yang memadati lemariku isinya pakaian muslimah dan kerudung warna-warni.

***
            Kini aku resmi menjadi anggota rohis SMA Pertiwi, yang kalau nongkrong di musholla. Menghabiskan jam istirahat dengan sholat dhuha lalu diskusi sesama anak rohis. Sepanjang diskusi aku hanya menjadi pendengar pasif, tidak perduli dengan apa yang mereka bicarakan. Pikiranku berkelana membayangkan oppa Song Joong Ki yang gantengnya melebihi semua aktor Indonesia. Wajah mulusnya yang ingin sekaliku pegang, lalu menghayal mendapatkan hadiah bisa bertemu dan menghabiskan waktu bersama.

            Terkadang diskusi kami malah menjadi ajang curhat untuk sebagin teman. Seperti saat ini, satu persatu mereka mengeluhkan tentang sulitnya mendapat dukungan keluarga untuk berhijab.

“Kalau aku butuh perjuangan banget buat pakai jilbab, mamah marah besar. Katanya nanti sulit cari kerjanya”

“Huffttt ibu malah mengurangi uang jajan, katanya takut kalau uang yang dia berikan buat beli jilbab”.

“Teman-teman yang lebih parah lagi saya, kemarin pas pulang sekolah jilbab besar yang saya beli dua hari lalu sama bunda disobek-sobek.”

“Alhamdulillah keluarga ane mendukung, tapi sayangnya ini satu-satunya jilbab yang ane punya. Maklumlah bapak ane hanya seorang satpam. Kalau mau beli sesuatu harus menyisihkan uang jajan yang hanya pas-pasan ini.”

Inannalillahi rata-rata dari semua teman rohis memiliki kendala untuk dapat memakai hijab, bagaimana denganku yang setiap hari dukung demi dukungan selalu ku dapat. Belum lagi semangatnya mamah yang setiap pulang pengajian selalu membawa baju atau jilbab baru untukku. Tetapi dengan ketidak bersyukuranku ini membuatku seperti orang sombong yang bangga memamerkan auratnya.

Penglihatanku kabur, satu persatu kutatap sahabat terbaikku dengan nanar. Apa ini hidayah yang Allah berikan? Inikah rasanya hidayah? Seperti dikupul dengan palu godam. Sedih karena selama ini selalu melawan Mamah dan kedua kakakku ketika menyinggung masalah jilbab. Ingin rasanya aku berlari pulang lalu memeluk tubuh Mamah sambil membisikkan ucapan terima kasih atas dukungannya. Bersimbuh dikakinya, lalu menghujaninya dengan ciuman.

Sekelibat potongan demi potongan nasehat Mamah bermunculan dalam pikiranku.
“Jangan sedih kalau dibilang kuper, yang penting kamu berjilbab.”

“Kata siapa seperti orang-orangan sawah. Kecantikan wanita adalah saat diri mereka dapat menjaga auratnya.”

“Mamah enggak masalah kamu dijauhi teman, yang penting kamu didekati malaikat.”

“Engga masalah kamu dipanggil anak terkuper di sekolah. Karena kamu penentu Mamah dan Papah masuk surga.”

 Tangisku pun pecah, terisak-isak di depan sahabat-sahabaku. Mereka yang sedari tadi asik membagi kesedihan langsung menatap ke arahku dengan heran. Umi yang duduk di samping kananku bertanya sambil mengusap-usapkan tangan kepunggungku. Teman-temanpun menanyakan hal yang sama, aku semakin tidak bisa menghentikan tangisan ini. Air mata sudah menganak sungai membentuk jalannya di atas pipi. 
***
            Setelah kejadian itu aku semakin mantab untuk mengenakan hijab. Sekarang jilbabku sudah semakin rapih menutupi dada. Tidak akan ada lagi kejadian melepas jilbab di gang rumah. Ka Sally pernah bilang “Sehelai rambut wanita yang dilihat oleh laki-laki bukan mahramnya dengan sengaja. Balasannya tujuh puluh ribu tahun dalam neraka. Sehari di akhirat sama dengan seribu tahun di dunia.” Diriku bergidik membayangkannya. Dulu kalimat tersebut tak berefek untukku tapi kini seperti magic yang mampu menyihirku.

            Mamah dan kedua kakakku senang sekali melihat perubahannku. Terkadang pulang dari mengajar keduanya membawakanku jilbab, gamis atau sekedar bros cantik. Ini termasuk rezeki dari Allah yang diharapkan semua muslimah. Tidak lupa aku berbagi dengan teman-teman yang kesulitan membeli kerudung, baju, rok atau gamis. Akan ada senyum seindah pelangi yang terukir di wajah mereka.

            Sabtu pagi di sekolah adalah waktu khusus untuk ekskul, hampir semua ruang dan lapangan dipakai. Pagi ini aku semangat sekali untuk bertemu dengan sahabat-sahabat rohis, dan yang paling menggembirakan adalah bertemu dan diskusi bareng dengan Ka Dewi ketua keputrian sekaligus mentor.

            “Kemerosotan mental seorang muslimah adalah saat dirinya dengan pongah berjalan di atas perut bumi sambil mempertontonkan aurat mereka. Memberikan hidangan kepada mata-mata haram untuk menikmati aurat kita.”

Dengan sorotan matanya yang tajam ka Dewi melihat satu persatu lawan bicaranya, kalau sudah sepert ini kami siap duduk berjam-jam mendengarkan apa yang disampaikannya. 

“Perintah hijab bukan baru datang di zaman kita, ribuan tahun lalu pakaian takwa sudah menjadi perintah khusus para isteri nabi untuk menggunakannya. Sebab dengan menggunakan hijab sebagai tameng bagi muslimah agar tidak diganggung dan menjadi terhormat setiap saat. 

Lanjutnya dengan tetap semangat membara.

“Itu bukan perkataan ane. Dalam  Al-Qur’an surat Al-Ahzam  ayat 59, tercetak jelas perintah tersebut.”

“Silahkan ada yang mau bertanya sebelum ane lanjut.” Ka Dewi mengedarkan pandangannya.

“Ka kira-kira ada tidak wanita muslimah yang tetap berhijab namun dia tetap berprestasi?”

“Subhanallah pertanyaan yang bagus.”

Dona tersenyum riang mendengar pujian yang dialamatkan padanya.

“Khadijah binti Khuwaylid, Nusaybah binti Ka’ab, Khawla binti Al-Azwar, Aisyah binti Abu Bakar, Zainab binti Ali, Rabi’ah Al-Adawiyah, Lubna of Cordoba, Al-Maliki Al-Hurra Arwa Al Sulayhi binti Ahmad, Shajar Al-Durr dan Zainab binti Ahmad.”

Ka Dewi menyebutkan satu-persatu nama-nama yang ia ketahui. Membuat kami semua senang mendengarnya.

“Itu baru sebagian, kalian bisa menjadi salah satu di antaranya. Ane tunggu sepuluh tahun kemudian nama kalian yang akan ramai di Indonesia, tentunya karena prestasi.”

Seketika ruangan menjadi ramai. Kami sibuk berbisik dengan teman sebelah.

“Berjilbab bukan penghalang kalangkah kita. Malah kebalikannya dengan berjilbab maka prestasi akan selalu mendatangi kita.”

Kalimat inspiratif sebagai penutup diskusi pagi yang sudah beranjak siang. Karena hidayah bukan di tunggu tapi diraih. Surganya Allah mampu menampung semua makhluk yang diciptakannya, kini saatnya kita bersaing dalam mengejar surga Allah. Manfaatkan waktu terbaik dan fasilitas ternikmat yang Allah berikan di negeri ini. Aku berdoa kepada Allah agar Ia selalu menguatkanku dalam menjaga hidayah yang sudah diberikanNya.

Tangerang, 8 Oktober 2017
Indahnya Melukis Hari

           




Selasa, 22 Agustus 2017

Cinta Untuk Nathan


“Selamat siang penghuni SMA Sinar Harapan, masih sama gw penyiar paling kece dan ok Bintang Jessellina Bagastoro yang akan menemani jam istirahat kalian dengan lagu-lagu yang tentunya asik.”

Suara Bintang memadati sudut sekolah. Penyiar paling di tunggu karena gayanya yang asik dan ke-PD-an ketika sudah bertemu dengan pengeras suara.

“Ok lagu pertama langsung gw puterin buat kalian pendengar setia gw. Pejantang tanggu sheila on seven request dari si pejantan tanggu sekolah kita siapa lagi kalau bukan Anto yang siang hari ini juga menitipkan salam untuk Sella juwita hatinya. Selamat menikmati.”

Suara Bintang langsung beralih dengan suara Duta vokalis band yang saat itu sedang naik daun.

“Bintang ada tisam nih buat lw, tapi ga jelas dari siapa.”

Agus menyodorkan kertas kecil kehadapan Bintang

“Buat gw.”

Bintang menunjuk dirinya sambil bergumam pelan. Ia membuka pesan dengan semangat.

“Cempreng satu kata yang bisa mewakilkan kepribadian kamu, semua sudut yang ada di sekolah ini terkontraminasi karena suara kamu itu. Bahkan untuk mendengarkan pesan dari alam pun aku ga bisa. Bumi akan sentosa saat kamu bisa lebih memelankan volume suara.”

Bagai tersambar petir disiang bolong isi pesan yang menyayat-nyayat hati Bintang, selama ini teman-teman selalu memuji suaranya yang bagus. Ia tak percaya bahwa ada orang sombong dan jahat di sekolah yang tidak suka dengannya. Dasar belagu ngomong langsung aja ga berani sok keren lagi umpat Bintang sembari meremas kesal kertas itu.

Seorang pria bertubuh tinggi dan atletis memandangi langit dengan santai, tangan kanannya menggenggam buku yang memiliki halaman ratusan. Tak lama kemudian ia melangkah menyusuri koridor tersenyum kecut dengan tatapan tajam.

***

“Setelah lulus saya langsung meneruskan pendidikan ke luar negeri, karena sudah resmi diterima salah satu universitas ternama di Inggris.”

Ucap Nathan mantab. Semua murid terbelalak mendengar presentasinya, sebenarnya tak heran mendengar Nathan memiliki mimpi melebihi tingginya langit. Mengejar gelar sarjana mungkin master di Inggris hal wajar untuk manusia sekelas Nathan. Ia cerdas teman setianya saja buku tebal tentang Bisnis. Keluarga Nathan memiliki bisnis perhotelan, namun hotelnya sedang diambang kehancuran gosip yang sudah menjadi rahasia umum di negeri ini pantas saja ia gila belajar untuk mempertahankan bisnis keluarganya.

“Dimasa depan saya ingin di panggil drh. Bintang Jessellina Bagastoro.”

“Ga salah Bi?, nanti hewannya malah stress loh.”

Ledek salah satu teman pria yang duduk paling belakang

“Yang ada hewan tersebut beruntung karena dirawat oleh dokter cantik seperti gw.”

Mulai Bintang membanggakan diri di depan guru dan teman-teman

“Bapak saranin kamu masuk jurusan komunikasi saja.”

“Hmmmm dokter hewan saja Pak.”

Jawab Bintang hati-hati. Nathan mengawasi percakapan namun matanya tetap fokus membaca. 

***

Bintang dan Adit kembali mendatangi Luxury Hotel namun hari ini mereka tidak lagi membujuk CEO untuk menyerahkan hewan-hewan langka yang terpajang bebas. Mereka setuju menyerahkan hewan langka yang dibela mati-matian oleh Bintang dan Adit. Dengan syarat mereka akan tetap memajang hewan di hotel walaupun bukan hewan langka. Bintang dan Adit tidak dapat berbuat apa-apa lagi karena untuk mendapatkan hewan-hewan langkah ini saja mereka harus menarik urat.

            “Pak Nathan tolong tanda tangan di sini.” Bintang menyerahkan dokumen untuk ditandangani Nathan.

“Terima Kasih atas kerjasamanya, saya pastikan hewan-hewan milik Bapak akan kami kembalikan pada habitatnya dengan ini Bapak sudah menjamin kehidupan mereka.”

Bintang menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Nathan, Nathan pun membalasnya.

 “Bintang kamu lupa dengan saya?”

Tanya Nathan datar. Bintang diam tak mengerti begitu pula dengan Adit.

“Bintang Jessellina Bagastoro penyiar paling terkenal di SMA Sinar Harapan, saat jam istirahat tiba suaranya akan menambah kegaduhan.”

Nathan mengingatkan Bintang pada masa SMA namun tetap dengan gayanya yang sok cool.
“Ya ampun Gagah Nathan Wicaksono anak tengil yang belum lulus sekolah namun sudah diterima pada Universitas ternama di Inggris dan dengan sombongnya memamerkan hal tersebut kepada teman-teman.”

Bintang tak mau kalah. Bintang memukul keningnya mengumpat mengapa ia bisa lupa, kalau ia bisa mengingat Nathan lebih cepat mungkin akan mempermudah tugasnya.

***

“Ya ampun Dit memori otak gw parah banget ya?” Bintang menggeleng tak percaya.
“Kan, situ memang punya ingatan yang parah.” Jawab Adit yang sedang mengendarai mobil.
“Nathan tuh memang keren. Tanpa ragu Bintang memuji Nathan. Sekilas info aja ya dulu tuh dia ga punya teman dan kerjaanya cuma baca buku doang.”

“Percaya ko gw”

“Kira-kira dia sudah menikah belum ya, secara dia kan lulusan Harvad pastilah kecantol dengan salah satu perempuan disana.”

Adit langsung memandangi Bintang dengan heran. Kenapa topik pembicaraan berubah menjadi pernikahan.

“Ah mana mungkin, Nathan kan fokus banget orangnya.”

Bintang menjawab pertanyaannya sendiri, Adit yang duduk disebelahnya tidak menanggapi seperti sudah sering melihat Bintang berbicara seorang diri.

***

Sesampainya  beberapa petugas langsung menyambut keluarga baru untuk mangrove mereka membantu Bintang dan Adit menurunkan Ailurops melanotis, Catopuma badia, Dendrolagus mayri, Dugong dugon, dan Haylobates agilis.

“Ka Merry ini semua dokumen resmi hewan langka yang dimiliki Luxury Hotel.”

Bintang menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada Merry dokter hewan yang juga bertugas di Taman Nasional Gunung Lauser. Dengan ceria ia langsung menarik kursi dan duduk disamping Merry menceritakan kejadian yang menurutnya unik. Tak kalah cerianya Merry mendengarkan cerita Bintang, satu dua kali Merry meledek. Tiba-tiba pipi Bintang bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon 30 watt.

***

Udara siang ini sejuk matahari tidak mengeluarkan sifat panasnya 100% karena sudah memasuki musim hujan, begitu pula di rooftop Luxury Hotel Nathan dan Joshua sedang menikmati cuaca yang sangat bersahabat.

“Sudah ga usah fikir panjang lw tuh memang tertarik dengan Bintang, gw rasa kalian berdua pasangan yang cocok ditambah sudah mengenal kepribadian satu sama lain. Apa lagi yang kurang?”

Joshua mantab memberi saran untuk Nathan, menurut hasil penelitiannya Bintang mampu mengisi keseluruhan ruang kosong dalam hati sahabatnya yang dijuliki manusia setengah Enstein. Ia mengenal betul sahabatnya tersebut yang tidak pernah memperdulikan wanita-wanita cantik disekitarnya tapi ketika takdir mempertemukan mereka kembali hati berkata lain. Nathan bisa tersenyum ketika bersama Bintang, nyaman berlama-lama, walaupun tetap saja harus Bintang dahulu yang membuka topik kalau tidak Nathan akan diam saja.

“Bintang tuh cantik keren lagi, gw takut nanti keburu disamber orang.”

“Gw hanya takut Bintang gak punya perasan yang sama seperti gw.”

“Kebanyakan mikir. Kalau ga di coba, ya ga akan tahu. Apa harus gw yang bertindak?”

Nathan terbelalak mendengar perkataan Joshua. Joshua menantang keberani Nathan karena sudah satu tahun ia memendam rasa cinta untuk Bintang walau sudah beberapa kali ia menjuluki Nathan pengecut tetapi hal tersebut tidak juga membuat Nathan mengungkapkan perasaan cintanya.

***

HP Bintang berbunyi ada pesan masuk yang mendarat. Bintang langsung meraih dan membukanya. “Malam ini ada waktu?” Nathan sedang harap-harap cemas menunggu jawaban Bintang.

“Kosong. Kenapa?”

“Aku Jemput kamu jam 7 malam ya, ada yang aku ingin tanyakan sama kamu.”

“Ok.” balas Bintang singkat. Nathan tersenyum membaca pesan Bintang.

To the point banget Pa isi pesannya. Gw yakin Bintang pasti ga mempermasalahkan hal itu karena di sudah kenal sifat cowok cool yang satu ini”

Joshua mengingatkan jangan sampai Bintang ilfeel dengannya karena sikapnya yang maju mundur dan memastikan Nathan untuk tidak grogi ketika berbicara karena hal tersebut akan terlihat bodoh. Dengan cemas Nathan mengiyahkan perkataan sahabatnya itu.

“Tapi kalau ternyata Bintang ga suka gw gimana?”

“Yaudah terima nasib aja.”

Nathan lemas mendengar jawaban Joshua, jawaban yang tidak sesuai dengan harapannya. Untuk menyatakan cinta memang pertama kalinya bagi Nathan, makanya ia selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Terlebih lagi Bintang wanita yang diskukainya selalu dikelilingi laki-laki keren. Terlebih lagi ada Adit pria yang selalu bersama Bintang.

***

Suasna Restoran malam ini jauh dari kata romantis memang Nathan tidak menyukai hal-hal semacam itu tidak ada sambuatan khusus untuk Bintang semuanya berjalan dengan sederhana. Nathan tahu hal tersebut pasti berbanding terbalik dengan Bintang, ia sangat menyukai suasana romantis terlebih dapat bertumpu pada lilin yang menjadi penerang. Tetapi Bintang tidak mempermasalahkan hal tersebut pada malam ini, keduanya duduk berhadapan satu dua kali bertemu pandang bermain dengan perasaan nerves masing-masing.

“Aku bukan tipikal pria romantis dan tidak bisa melakukan hal-hal seperti itu.”

Dengan keberanian yang dibuat-buat Nathan memecahkan kebisuan diantara keduanya

“Iya lalu.”

“Lalu hmmmm ak..ak..aku tertarik sama kamu Bi, awalnya aku risih sama perempuan-perempuan yang banyak bicara. Tapi berbeda ketika aku mengenal kamu. Kamu itu unik dan aku suka melihat keunikan kamu itu.” Tubuh gagah Nathan sudah dipenuhi keringat dingin.

“Jadi intinya.”

“Intinya apa kamu mau jadi patner hidup aku?”

Nathan menghembuskan nafasnya dengan lega karena seperti baru saja mengeluarkan beban berat dalam hidupnya. 

“Aku rasa tidak ada kata yang tepat untuk mewakilkan jawaban aku atas pertanyaan kamu, jujur setelah pertemuan itu aku selalu bertanya apa maksud skenario Tuhan. Apakah hanya kebetulan atau ada maksud dari kebetulan itu.”

Bintang mencoba menjelaskan perasaanya. Nathan memandanginya dengan sabar menunggu jawaban Bintang.

“Hanya kata ya yang dapat aku berikan untuk pertanyaan kamu Nat.”

“Artinya kamu juga memiliki perasan yang sama seperti aku?”

Nathan mengkonfirmasi jawaban Bintang karena ia berusaha memastikan kalau ia tidak salah dengar

“Ya Nathan.." Jawab Bintang hangat

***

Bulan madu, pelukan hangat, kata-kata romantis, bunga mawar merah atau hal-hal menyenangkan yang dapat dilakukan oleh pasangan baru tidak nampak pada rumah tangga Bintang dan Nathan, mereka tenggelam dalam rutinitas pekerjaan yang membuat keduanya sibuk bahkan untuk sarapan atau makan malam bersama tak bisa.

“Gimana kabar Nathan?, kayanya gw lihat lw selau sibuk menghabiskan waktu di  sini.”

“Nathan baik.”

Bintang santai menjawab Merry pandangannya fokus memeriksan harimau sumatera berumur satu tahun, baru tiba dua hari lalu di Taman Nasional Gunung Lauser tuannya sendiri yang menyerahkan sibelang. Belakangan diketahui seorang pejabat kaya yang memeliharanya sunggu malang nasib si belang yang terpisah jauh dari orang tuanya. Pejabat tajir itu  mendapatkan belang dari seorang pemburuh ilegal.

“Kalau sudah menikah jangan terlalu sibuk, harus lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.”

Bintang tersenyum menanggapi Merry ia membelai lembut tubuh sibelang lalu mencatat data kesehatannya pada buku khusus. Tiba-tiba Adit datang mengagetkan keduanya. Siang ini Bintang dan Adit melakukan ekspedisi ke pasar hewan hal rutin yang selalu dilakukan untuk meminimalisir perdagangan hewan langka. Untuk mendapatkan hewan di pasar Sibreh terbilang mudah, bahkan apa saja yang dicari dengan ajaib pedang-pedangan tersebut dapat membawanya kehadapan pembeli. Taman Nasional Gunung Lauser biasanya akan membeli hewan langka yang berada di pasar tersebut walaupun sulit untuk mendapatkannya ada beberapa pedagang yang menggila mereka memasang tariff sangat tinggi dengan alasan karena sulit mendapatkannya, kalau sudah seperti itu Bintang dan Adit kadang suka merogoh kocek sendiri walaupun dengan tawar menawar yang sangat alot.

“Keren banget tuh abang bisa dapetin elang jawa. Kasus nih Dit.”

Bintang berbisik kepada Adit khawatir para pedagang akan mendengarnya. Adit langsung mencari-cari yang dimaksud Bintang.

“Arah jam 9.”

“wahh benar kasus nih Bi.”

Elang jawa burung yang sangat langka biasanya hanya dapat dijumpai pada penangkaran atau kebun binatang tapi kali ini burung langka tersebut terpajang secara istimewa disalah satu kios pasar. Tanpa menunggu aba-aba keduanya berjalan menghampiri kios tersebut.

“Ada elang jawa nih?”

“Ya, dapatnya susah nih mas. Langka.”

“Berapa.?”

“7 juta”

“Bisa kurang?”

Adit mengamati elang dengan teliti

“2 juta?”

“Susah mas dapatnya, 6 juta mentok ga bisa kurang lagi.”

“Kan sudah biasa kami ke sini.”

“4 juta mas, langsung kita bayar.” Bintang membujuk

“Yaudah”

“Kalau boleh tahu dapat dari mana mas?”

“Wah kalau itu saya ga bisa kasih tahu.” Pedagang langsung mengambil sangkar burung untuk memindahkan elang tersebut.

Setelah lelah menyelusuri pasar keduanya bergegas kembali menuju mobil. Selama perjalanan pulang Bintang tak banyak bicara malah Adit yang bicara terus. Biasnya ekspresi Bintang akan menggebu-gebu ketika baru pulang dari pasar hewan karena mendapatkan hewan langka untuk dilepaskan kembali pada habitatnya, tetapi kali ini ganjal sekali. Bahkan  Ketika Adit menyalahkan radio Bintang langsung mematikannya seperti seorang yang sedang membutuhkan suasan hangat untuk meringankan beban pada pundaknya. Adit hanya mengamati sikap Bintang yang sedikit berbeda tanpa banyak komentar atau sekedar mengajak bercanda.

***

            Sinar matahari menembus melalui sela-sela jendela kamar Bintang dan Nathan. Membuat Bintang terbangun walau sangat lelah menjalankan aktifitas hari ini Bintang bergegas membujuk dirinya untuk meninggalkan tempat tidur yang empuk, Nathan masih terlelap entah jam berapa ia sampai rumah aktifitas yang melelahkan membuat Bintang terlelap saat menunggu Nathan pulang kemarin malam. Bintang membuka pintu kamar dan berjalan menuju dapur menyiapkan sarapan untuknya dan juga Nathan.

            “Sampai jam berapa Nat?”

            Bintang sengaja tak membangunkan Nathan ia mengetahui pasti Nathan sangat lelah karena banyak pekerjaan yang harus dituntaskannya.

            “Jam 2 pagi.” Nathan menyuruput kopi yang terhidang di meja makan.

            “Kemarin aku sama Adit mendapatkan jekpot loh, kita bisa dengan mudah dapat elang jawa. Kamu harus tahu kalau populasi mereka itu hampir punah. Ya karena itu seneng banget bisa mendapatkannya.” Bintang menceritakan dengan semangat hasil buruhannya kemarin, Nathan menyimaknya dengan santai seperti biasa ia tak banyak memberi komentar hanya senyuman manis upah dari Nathan untuk cerita Bintang.

“Kemarin kamu kemana? Ko pulangnya larut banget.”

“Aku harus bertemu salah satu infestor.”

“Terus hasilnya?”

 “Menurut Pak Bambang aku masih terlau muda. Jadi mereka masih fikir-fikir untuk mensponsori proyek terbaru Luxury.”

            “Oh gitu, aku yakin kalau Pak Bambang sudah kenal kamu lebih dekat pasti hal tersebut ga akan terjadi.”

            Bintang tersenyum dengan tulus, percakapan pagi ini sangat kaku untuk pasangan suami isteri yang sudah menginjak usia pernikahan dua bulan. Namun apa boleh buat karena sama-sama sibuk dengan pekerjaan Bintang dan Nathan jarang sekali bisa melakukan aktifitas bersama, siapa yang mau disalahkan kalau sudah seperti ini.

***

            CafĂ© Manggo Six menjadi tempat pilihan Bintang untuk makan malam bersama dengan Nathan, ia sudah reserfasi tempat langkah awal untuk menghangatkan rumah tangganya. Dua bulan yang lalu cafĂ© ini menjadi tempat istimewa untuk keduanya, karena Nathan melamarnya pada saat itu. Usia pernikah sudah menginjak dua bulan Bintang ingin memberi kejutan untuk Nathan karena sebelumnya ia tak pernah melakukan hal ini. Bahkan Bintang sudah membeli red dress yang sangat indah dan cocok ditubuhnya yang langsing, di tambah dengan hill untuk menambah penampilannya lebih sempurna. Tetapi Jam sudah menunjukkan pukul 19.00 Nathan tak juga datang Bintang mengecek telephone genggamnya memastikan ia tak salah mengirim pesan. Sudah tiga gelas Bintang menghabiskan minuman yang dipesannya Nathan tak juga datang, ia putus asa karena sudah tiga jam ia menunggu.

            “Mba minta billnya.” Dengan ekspresi sedih Bintang mengulurkan tangannya

            “Terimakasih.”

            Bintang berjalan dengan lesu memasuki mobil, selama perjalanan pulang ia memikirkan mengapa Nathan tidak memenuhi ajakannya, memang mereka tidak merencanakan  dinner malam ini. Apa Nathan lupa malam ini pernikahan mereka tepat dua bulan.

***

            Bintang mengecek dengan teliti satu persatu hewan-hewan di penangkaran karena ada beberapa hewan yang rencananya akan dilepaskan kembali ke habitatnya dalam waktu dekat ini, semua dokter harus memastikan hewan yang siap untuk di lepaskan dalam keadaan sehat. Adit mengagetkan Bintang dari belakang tetapi Bintang hanya tersenyum menanggapi tingkah jahil Adit. Pria bermata coklat itu bingung mendapati sahabatnya yang tak bersemangat.

            “Ga panas ko.” Adit menyentuh kening Bintang memastikan tidak ada yang salah dengan Bintang.

“Akhir-akhir ini kayanya ada yang bena sama lw?”

Bintang menghela nafas panjang dan berjalan pada sebuah batang pohon yang dialih fungsikan sebagai tempat duduk.

“Kemarin penikahan gw sama Nathan menginjak dua bulan.”

“Bagus dong, terus?” Tanya Adit penasaran.

“Tiga jam gw nunggu Nathan.”

Bintang sangat sedih menceritakan masalahnya dengan Adit. Ia tak banyak bicara memberikan ruang agar Bintang dapat menumpahkan rasa sedihnya.

“Dan pagi ini Nathan ga bicara apa-apa sama gw, dia berangkat lebih awal sebelum gw bangun.”

Bintang sudah tak tahan ia menangis. Adit memandang Bintang lekat-lekat dan menakup tangan Bintang, ada apa dengan rumah tangganya bukankah pasangan suami isteri harus saling melengkapi satu sama lain. Nathan jarang sekali menanyai kabar Bintang bukankah hal tersebut selalu dilakukan oleh setiap pasangan terlebih pasangan baru agar hubungan keduanya semakin harmonis.

“Apa Nathan bukan jodoh gw Dit?”

Bintang terisak, Adit diam membisu tidak tahu harus menjawab apa. Hanya meminjamkan bahunya saja yang dapat ia lakukan untuk sahabatnya.

***

Telephon genggam Bintang berbunyi ada pesan masuk dari Nathan, sebelum membuka isi pesan Bintang berharap Nathan akan meminta maaf karena kejadian tadi malam atau sekedar menanyai kabarnya. Tetapi salah besar Nathan memberi tahu kalau malam ini ia tidak bisa pulang karena harus ke Bandung mengurusi nasib hotelnya. Hati Bintang bagai tercabik-cabik lelaki macam apa Nathan yang tak menyadari kesalahannya, enteng sekali ia menanggapi badai dalam rumah tangganya ia fikir pernikahan hanya untuk main-main saja.

“Belum pulang Bi?, Nathan nyariin tuh”

“Aku ga pulang satu tahun juga Nathan ga perduli.”

Jawab Bintang kesal sambil melembar batu kerikil dengan emosi

“Kenapa si? Ada masalah?”

Merry bergegas duduk disamping Bintang. Bintang mulai mengeluhkan tentang sikap Nathan yang menurutnya tak normal.  Ia tahu bahwa Nathan memang tidak romantis ia pun tidak mempermasalahkan hal tersebut, bahkan untuk pura-pura romantis agar isterinya senang bagi Bintang tak jadi masalah. Bintang cukup mengenal sikap Nathan yang memang sudah acuh dari SMA, pria yang tidak memiliki teman dan asik dengan dunianya sendiri, sombong, belagu, tengil, ga asik dan sok bisa hidup sendiri di dunia yang kejam ini. Bintang memuntahkan semua rasa kesalnya dihadapan Merry. Menurtnya Merry cukup desawa untuk diajak bicara mengenai kasus rumah tanggnya walaupun ia belum menikah.

“Jadi kamu mau apa?”

“Aku mau Nathan tuh perhatian sama aku Ka.”

“Ya kamu utarakan dong.”

“Gak bisa kadang kami kehabisan topik ketika sedang berduaan.”

“Hmmm gitu ya.”

“Ya, kesian kan gw.”

Bintang putus asa menghadapi suaminya yang cueknya super keterlaluan. Merry hanya dapat menyarankan agar Bintang tetap bersabar karena hanya Bintang sendiri yang dapat  mencairkan susasa rumah tangganya, ditambah ia tipikal orang yang ceria, masalah sekecil ini sangat mudah bagi Bintang. 

***

Ayam milik Pak Broto tetangga sebelah berkokok dengan semangat membangunkan penduduk komplek untuk segera memulai aktifitas mereka, Bintang turun dari tempat tidur dengan hati-hati enggan menggangu Nathan yang baru terlelap pukul 3 pagi. Setelah menghidangkan makanan untuk Nathan ia bergegas berangkat kerja sebelum meninggalkan rumah Bintang mengecup kening Nathan. Dasar kebo dicium pun ia tidak merasa  umpat Bintang dalam hati. Dua jam melakukan perjalanan ditambah macet setengah jam total perjalanan Bintang menuju Taman Nasional Gunung Lauser dua setengah jam waktu yang tak wajar karena kebiasaan buruk jalanan Ibu kota segala aktifitas di pagi hari harus tertunda karena macet.

“Pagi Bi”

Adit menyambut Bintang dengan senyuman manisnya ia menggendong bayi simpanse yang baru berumur 4 bulan, bayi simpanse yang malang itu tidak diperlakukan dengan sayang oleh induknya. Ada beberapa luka ditubuhnya karena cakaran dari induknya sendiri.

“Kamu yakin Dit bisa disatukan kembali?" Bintang bertanya dengan cemas.

“Akan ada dua skenario Bi. Pertama manis akan disakiti kembali oleh induknya, atau diterima tetapi akan diabaikan.”

Adit siap-siap membuka kandang yang didalamnya sudah ada induk si manis. Beberapa petugas mangrove mengamati dengan cemas, Merry sedikit khawatir takut kalau salah satu dari skenario tersebut akan terjadi. Kami berharap manis bisa diterima kembali oleh induknya karena jika sudah dekat akan semakin mudah untuk melepaskanya kembali ke alam bebas.

“Tutup kandangnya.” Adit memberi perintah pada Agus. Tak lama induk simpanse mendekati bayinya. Senyuman merekah dibibir kami yang menyaksikan pemandangan mengharukan pagi ini. Induk simpanse memeluk hangat bayinya dan mengajaknya bermain. Dengan ini pelepasan Ibu dan anak simpanse tersebut dapat dilakukan minggu depan.

“Gus nanti dokumen si manis dan induknya lw siapin, rencananya minggu siap untuk dilepas”

“Ok boss”

***

DJ memainkan musik beberapa pengunjung sudah terbius menikmati alunan musik yang saat ini sedang di gandrungi anak muda, tetapi wanita yang duduk dipojok sana masih sibuk memikirkan nasibnya. Ia tidak perduli dengan kebisingan suasana sekelilingnya bahkan beberapa temannya sudah sedari tadi membuat keganduhan namun hal tersebut tak membuat Bintang terusik.

“Bintaaanggg semangat dong dari tadi manyun terussss.”

“Tau nih. Kita kesini supaya lw bisa happy lagi.”

Agnes menimpali ucapan Robbin. Bintang hanya tersenyum menanggapi kedua sahabatnya yang konyol itu. Tetapi beberapa menit kemudian Bintang kembali ceria seperti biasanya, ia berusaha untuk menghilangkan semua beban mala mini. Tiba-tiba terdengar suara yang sangat di kenal Bintang dari mikrofon.

“Lagu ini kita persembahkan untuk Bintang sahabat manis kita yang saat ini sedang galau tingkat dewa”

“Selamat menikmati”

Adit, Agus, Nugroho dan Kian sudah berada di panggu mengambil alih perhatian pengunjung hard rock café. Bintang santai menanggapi tingkah aneh sahabat-sahabatnya karena tidak lazim kalau mereka hanya duduk manis menikmati suasana cafe. Kekonyolan mereka memang tak dapat didiskon kalau sudah berkumpul dalam satu tempat, seperti confeito yang berebut memenuhi ruang pada toples.

“Sumpah ya kalian tuh bikin gw malu.”

“Tapi lw senang kan?”

“Ia si. Senang banget, udah lama gw ga ngerasain hal-hal seperti ini.”

“Udah ga galau lagi nih.”

Ledek salah satu teman Bintang sambil menyeruput orange in red. Bintang dan teman-teman menghabiskan malam dengan banyak diskusi, canda, tawa dan pelukan hangat satu sama lain.

***

            Jarum jam sudah bertengger tepat diangka 1 Adit membangunkan Bintang dengan hati-hati, menggoyangkan tubuhnya dengan pelan karena takut membuat Bintang mengamuk setelah membuka matanya.

            “Bintang sudah sampai.”

            Bintang menggeliat berusaha mengumpulkan tenaga. Terlonjat kaget melihat hari sudah berubah semakin larut.

            “Sorry kebo banget ya Dit gw.” Thanks udah nganterin pulang. Kalau sempat besok gw buatin lw nasi goreng spesial.”

            “Ga masalah yang penting lw senang malam ini, bener lw mau bikinin gw nasgor spesial?”
            Adit tersenyum melihat tingkah Bintang yang masih sempat-sempatnya berkata seperti itu. Bintang mengganggu sambil menguap menangan kantuk

            “Ok mimpi indah ya.”

            Bintang memutar tubuhnya dan melambaikan tangan. Dengan berjalan sempoyongan Bintang menuju kamar berfikir kalau Nathan pasti belum pulang lampu dan AC pun dalam keadaan off. Ia melambungkan tubuhnya diatas kasur tangannya meraba-raba seperti ada yang tidur disebelahnya tepat sekali ia memegang kening orang disebelahnya Bintang melompat menuju sakral lampu dan menyalahkannya. Dengan tatapan heran Bintang memandangi Nathan yang terbalut selimut.

            “Kamu sakit Nat?”

            Bintang panik mendapati Nathan tergulai tak berdaya. Untuk menjawab pertanyaan saja Nathan tak mampu. Bintang bergegas menuju dapur menuangkan beberapa es batu kedalam wadah. Dengan sabar menunggu matahari terbit Bintang mengompres kening Nathan cara yang dilakukan Ibunya pada saat dirinya demam tinggi. Walaupun sebenarnya ia masih kesal atas sikap Nathan namun seakan ia lupa dengan hal tersebut. Saat ini kondisi kesehatan Nathan lebih penting dibandingkan sikapnya yang acuh.

            Keesokan paginya

            “Tadi malam suhu badan kamu hampir 40o

            “Ya.” Nathan menjawab lemas

            “Dari kapan kamu sakit?” Ya ampun sampai masalah ini pun aku ga tahu, Nathan kamu memang keterlaluan. Bintang berbicara didalam hati “Kenapa kamu ga kedokter, atau paling tidak telephone aku” Bintang menyerang Nathan dengan banyak pertanyaan. Nathan cuek tak menanggapi ia fokus melahap bubur hangat buatan Bintang.

            “Nathan aku bertanya sama kamu, kenapa diam saja?”

Bintang sudah tidak tahan lagi, meninggikan suaranya

“Kamu ada masalah? Aku bisa jadi pendengar yang baik. Setidaknya kamu bicara sama aku.”

Nathan tetap saja diam tidak menjawab pertanyaan Bintang. Ia hanya memandangi Bintang. Bintang terisak meluapkan semua emosinya. Ia merasa dua bulan bukanlah waktu yang singkat untuk saling mengenal kepribadian satu sama lain, ia seperti tidak mengenal Nathan begitupula dengan Nathan ia tidak sama sekali mengenal Bintang.

***

Keren Bintang lw tuh ga salah Nathan tuh harus peka kalau lw ga suka sama dia yang seperti itu, Bintang berusaha menenangkan dirinya. Mengingat kejadian pagi ini dan mengganggap ini adalah cara yang benar untuk menyadarkan Nathan. Bintang memandangi telephone genggamnya mungkin pagi ini Nathan kesambet dan meminta maaf atas kesalahannya lalu berjanji akan bersikap romantis seumur hidup. Ia langsung menghapus khayalannya mana mungkin itu terjadi. Ia baru sadar, tadi malam ketika sedang di café ada panggilan masuk dari Nathan. Bintang pun memutar otak tidak pecaya kalau tadi malam Nathan membutuhkan dirinya.

“Cerai.”

Bintang tersedak mendengar saran Adit wajahnya melongo memandang Adit yang duduk didepannya hanya meja yang memisahkan mereka berdua

“Cerai.” Bintang membeo mengulang kalimat Adit

“Ya cerai, apa lagi yang lw harapin dari Nathan Bi. Udah jelas dia tuh aneh.” Ucap Adit mantab

“Sttt. Pelanin suara lw nanti ada yang dengar. Tapi itu ga mudah Dit?”

“Ya dipermudah lah.” Adit melahap potongan stik terakhirnya

“Ga akan.”

“Terserah lw, kalau memang masih bertahan dengan kondisi rumah tangga lw yang ga sehat.”

“Pasti gw habis diomelin sama bokap, kalau sampai cerai sama Nathan. Baru saja dua bulan masa cerai.”

“Mau gimana lagi, kan lw sendiri yang ngejalanin, bukan gw, Merry atau papa dan mama lw.”
Bintang menatap Adit tak pecaya. Mana mungkin ia bisa menjalankan saran dari Adit karena pernikahan itu bukan main-main. Terlalu gila kalau mengikuti saran Adit, menikah saja belum bagaimana ia bisa merasakan kerikil dalam rumah tangga dan member saran ekstrim untuk solusi rumah tangga Bintang dan Nathan.

***

Kata-kata Adit masih terngiang dalam memori Bintang. Sudah satu minggu ia memikirkannya Nathan tak juga berubah dari sikapnya yang acuh. Mr. Cuek

“Kita harus bicara” Bintang menghentikan Nathan yang sedang membaca dalam ruang kerja di rumahnya. Seketika Nathan memandang Bintang ia memutar kursi bacanya agar dapat berhadapan dengan Bintang.

“Aku ga bisa menjalankan hari seperti ini, sulit sangat sulit buat aku. Kalau bertemu dengan kamu aku seperti memakai topeng, aku jadi tidak menganal diriku sendiri. Nathan tolong hentikan semua ini. Cukup sampai disini”

Bintang sesegukan. Nathan terkejut melihat Bintang menangis seperti itu dihadapannya. Tetapi masih saja Nathan membisu menanggapi pertanyaan Bintang.

“Aku ga suka kamu diam, ga perduli, acuh, santai, pokoknya aku ga suka dari ujung rambut sampai ujung kaki kamu.” Bintang memukul-mukul tubuh Nathan. Nathan masih diam melihat Bintang seperti itu.

Bintang sudah tidak dapat mengontrol keseimbangan tubuhnya, ia jatuh lalu memukul-mukul dadanya dengan pelan karena sedikit kesulitan bernafas. Nathan jongkok memegang bahu Bintang, Bintang menepis kedua tangan Nathan dan terus seperti itu sampai akhirnya Bintang lemas tak bisa melawan. Nathan menghembuskan nafasnya dengan berat menatap mesra isterinya, membelai rambut dan menepuk-nepuk pundak Bintang. Dengan pelan ia menarik kedua tangan Bintang dan menciumnya dengan hangat.

“Bintang cahaya hidupku, aku tahu sudah banyak luka yang kamu pendam selama dua bulan ini. Aku minta maaf sudah acuh, cuek, atau tidak perduli sama kamu. Aku juga minta maaf tidak bisa menjadi suami yang romantis dimata kamu.” Nathan berkata pelan memecahkan kesunyian.

Bintang menatap Nathan hati-hati baru pernah ia memandang dengan lama wajah Nathan. Lalu Nathan menuntun Bintang untuk duduk di sofa.

“Menjadi suami sempurna dimata isteri sulit sekali bagi aku Bi, mungkin lebih mudah menghadapi berpuluh-puluh infestor ketimbang kamu.” Nathan memandang lurus tetapi tangannya masih memnggengam hangat kedua tangan Bintang

“Aku butuh perempuan seperti kamu untuk tetap berada disamping aku. Mendukung semua keputusan ku, memberi kekuatan, tempat aku bersandar dan tempat aku mengadu. Tapi sulit sekali buat aku menjadi seperti itu.”

Bintang sudah sedikit lebih tenang mendengar perkataan Nathan

“Tolong sabar sedikit lagi, aku cinta kamu Bi dan pasti aku bisa menjadi Nathan yang kamu inginkan.”

Bintang memeluk Nathan dan Nathan pun menjambut pelukan Bintang dengan hangat. Dalam hati Bintang bersyukur kalau Nathan memang benar mencintainya.

Tangerang, 22 Agustus 2017

Indahnya Melukis Hari 
 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design