Senin, 20 September 2010

Wanita Pertama Masuk Surga ^____^

Suatu ketika Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bertanya kepada ayahandanya, “Ayahanda, siapa wanita pertama yang akan masuk surga ?” Rasulullah SAW menjawab, “Siti Muthia‘.”Siapa Siti Muthia’ itu? Apa yang dilakukannya sampai ia mendapat kemuliaan yang begitu tinggi hingga menjadi wanita pertama yang masuk surga? Fatimah sangat ingin tahu. Fatimah segera meminta izin kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib, untuk mengunjungi wanita bernama Siti Muthia’ ini. Ketika ia akan berangkat, anak sulungnya yang masih kecil merengek minta ikut. Anak itu bernama Hasan. Fatimah pun mengajak serta Hasan. Tiba di depan rumah Siti Muthia’, Fatimah bersalam.“Assalamualaikum!”“Alaikumussalam!” sahut Siti Muthia’ dari dalam rumahnya.“Siapa di luar?”“Fatimah, putri Rasulullah.”“Alhamdulillah, betapa bahagia aku hari ini menerima kunjungan putri mulia! Apakah Anda sendirian, Fatimah?”“Aku ditemani anak laki-lakiku, Hasan.”“Aduh, maaf Siti Fatimah. Saya belum mendapat izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki.”“Tetapi Hasan masih kecil.”“Biarpun masih kecil, Hasan itu laki-laki. Datanglah besok. Saya akan meminta izin suami saya untuk menerima tamu laki-laki.”Sayyidah Fatimah heran bukan main. Ia segera berpamitan dan pulang.


Keesokan harinya,Sayyidah Fatimah datang lagi. Selain Hasan, Husain juga ikut. Husain adalah anak laki-laki kedua Sayyidah Fatimah. Seperti halnya kemarin, Sayyidah Fatimah bersalam di depan pintu rumah Siti Muthia’.“Apa Anda bersama Hasan, Siti Fatimah?” tanya Siti Muthia’ dari dalam rumahnya.“Ya. Husain juga ikut.”“Oh, maaf Fatimah. Saya hanya mendapat izin untuk menerima tamu Hasan. Saya belum meminta izin untuk menerima Husain. Kemarin Anda tidak bilang akan datang bersama Husain.”Sayyidah Fatimah pulang tanpa bisa memasuki rumah Siti Muthia’.

Baru keesokan harinya dia bisa memasuki rumah itu bersama Hasan dan Husain. Rumah itu sangat sederhana, namun bersih dan nyaman sekali, membuat orang betah tinggal di dalamnya. Hasan dan Husain yang biasanya tidak suka berada di rumah orang pun menjadi betah di sana.“Maaf, saya tidak bisa menemani Anda, Siti Fatimah. Saya harus menyiapkan makanan untuk suami saya,” kata Siti Muthia’. Siti Muthia’ terus sibuk di dapur untuk memasak. Ketika masakan itu sudah siap, ia menaruhnya di atas baki. Menaruh sebatang cambuk pula di baki itu.“Saya akan mengantar makanan kepada suami saya yang sedang bekerja,” kata Siti Muthia’. “Maaf, saya tidak bisa menemani Anda.”Sayyidah Fatimah melihat cambuk di atas baki itu. Seperti cambuk gembala kambing.“Apa suamimu seorang gembala?” tanya Sayyidah Fatimah.“Bukan. Suami saya petani.”“Mengapa kamu membawa cambuk kepadanya?”“Cambuk ini akan saya berikan kepada suami saya. Selagi dia makan. Saya akan bertanya apa makanan itu cocok dengan seleranya. Kalau dia bilang tidak, saya minta dia mencambuk punggung saya. Itu sebagai hukuman bagi istri yang tidak bisa menyenangkan hati suaminya.”“Apa suamimu orang kejam yang suka menyiksa istri?”“Bukan, sama sekali bukan. Suami saya sangat lembut dan pengasih. Sayalah yang meminta dia mencambuk punggung saya kalau makanan ini tidak cocok dengan seleranya. Itu saya lakukan agar saya tidak menjadi istri yang durhaka kepada suami.”Sayyidah Fatimah kagum bukan main kepada Siti Muthia’. Inilah istri yang sangat berbakti kepada suaminya. Pantaslah kalau dia mendapat kehormatan untuk memasuki surga yang pertama kali.


 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design