Selasa, 21 Juni 2016

Mesir oh Mesir




Satu minggu ini lagi tergila-gila baca webtoon kyaaaaa, susah untuk move on dari cerita-cerita yang masih bersambung. Karena perjanjian line dengan creator hanya dapat menerbitkan cerita satu kali dalam satu minggu wuaaahhhhh jadi sedih harus menunggu karena satu minggu bagi gw bukan 168 jam tapi berasa 8760 jam bukan 7 hari tapi 365 hari.
Sambil mengisi waktu luang di bulan ramadhan tahun ini ngabisin waktu dengan berburu cerita-cerita seru di webtton, kalau ramadhan tahun lalu diisi dengan mentuntaskan cerpen yang udah berkarat di laptop sambil berselancar mencari bahan untuk cerpen yang sedang digarap (yaelah berasa novelis sejati aje) kebetulan setingan untuk cerpen tersebut Mesir jadi ramadhan tahun lalu melekat banget dengan Mesir. Tiba-tiba ngiler banget pengen baca novel atau cerita yang berseting Mesir atau tempat-tempat di Timur Tengah, atau jadi kepikiran untuk buat cerpen lagi dengan latar Mesir atau negara yang sekawan.
Woyyyyy mimpi lw tuh banyak tapi ga action-action (hixhixhix bingung sama diri sendiri) setiap tahunnya bertambah mulu mimpi yang gw pengen raih tapi ga ada satu pun mimpi tersebut yang jadi kenyataan. Mungkin karena ga focus sama satu titik jadi semua mimpi gw buyar (huffffttt amfunnn).  Lagu lama lagi-lagi fatamorgana, bangun jangan tidur mulu nanti keburu tua waktu jalan terus focus mana yang mau diraih, jangan sampe bahasa komik atau bloger melekat juga sama diri lw hiatsu fakum selama beberapa saat mending kalau cuma fakum dong tapi kalau sampai hilang arah dan stak di satu tempat naaahhh looohhhh ini yang ribet. Udah jangan kebanyak delusi menghayal ga jelas mikir umur udah semakin tua mana kemampuan lw.
Udah ah ribet makin lama ga jelas gw ngomong, intinya mau ke Mesir... Mesir oh Mesir. Nikah sama orang Mesir aja ahhhh..

Tangerang, 7 Juni 2016
Melukis hari dengan kata














BAGAIMANA AKU BERTAHAN



         Bismillah, akhirnya selesai juga tuntas habis novel Pipiet Senja dengan judul Bagaimana Aku Bertahan catatan hati penyintas thalasemia, ketika melihat novel tersebut di rentetan novel yang terpajang di toko buku langsung tertarik untuk membawa pulang eittsss tapi engga lupa bayar dulu di kasir baru bisa di bawa pulang. Kenapa tertarik untuk membeli karena di cover novelnya ada tulisan thalasemia dan kebetulan pernah buat cerpen dengan latar penyakit yang serupa.
            Kesan pertama ketika membaca sinopsis di balik cover sempat tebak-tebakan di dalam otak siapa si penderita thalasemianya ternyata pertanyaan di dalam otak gw terjawab sudah ketika membaca endorsman tenyata Pipiet Senja lah penderita penyakit kanker darah tersebut, penyakit seumur hidup yang tidak bisa disembuhkan hanya bisa di minimalisir dengan cuci darah sepanjang masa.
            Settingan pertama di buka dengan masa kecil Pipet Senja yang harus keluar masuk RS dari usianya empat tahun, awalnya mereka tidak tahu sakit apa yang diderita Pipiet sampai suatu hari salah satu dokter yang menanganinya memberitahukan tentang penyakit mengerikan yang sebenarnya di derita oleh pasiennya tersebut. Ayah yang seorang tentara dan berpangkat kopral dan bermental baja sampai pasrah dengan keadaan ketika pertama kali mengetahui penyakit anaknya. Tetapi kesedihan tidak selamanya menaungi mereka, Pipiet beserta keluarga berusaha untuk tergar dan ikhlas dengan cobaan yang menimpa mereka.
            Kemiskinan menjadi momok menyedihkan bagi Pipiet dan keluarga, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit sekali bagai mereka belum lagi biaya yang setiap pekan harus mereka keluarkan untuk Pipiet orang tua Pipiet harus meminjang uang kepada bank keliling karena kalau tidak nyawa yang menjadi gantinya. Sampai kepada hutang yang sudah semakin menggunung ibunya Pipet stress dan kalap beberapa bulan dirinya harus di opname didalam RS kejiwaan. Demi mengurangi pengeluaran gadis pucat yang bersalah dari Cimahi itu sempat beberapakali menunda jadwal transfusinya. Masa kecil yang menyedihkan dan kemiskinan yang melilit hari-hari mereka tidak ada berhentinya, sampai pada suatu hari Pipiet menemukan bakatnya dibidang kepenulisan dirinya berusaha keras untuk mendapatkan uang dari karya-karya yang dilahirkan olehnya walaupun pernah diomeli habis-habisan karena meminjan mesin ketik kelurahan di kampungnya. Tapi memang Tuhan tidak pernah tidur ketika dirinya ulang tahun sang ayah menghadiahkannya mesin ketik jadul yang diberinama Denok olehnya. Dari mesin ketik tersebutlah ia menghasilkan karya-karya luar biasa demi pembiayaan penyakitnya.
            Setiap kali dirinya sedang kesulitan ia akan memaksakan diri untuk menulis menulis dan menulis karena dengan menulis ia akan mendapatkan honor dan dapat digunakan untuk berobat mungkin kalau dihitung-hitung semasa hidupnya uang Pipiet hanya habis untuk biaya pengobatannya. Ditengah-tengah masa remajanya ia bertemu dengan seorang lelaki bertubuh besar berdarah Batak yang mengajaknya menikah, mereka bertemu tanpa sengaja di tempat yang biasa dijadikan tempat berkumpulnnya para penulis muda di Teater Besar Taman Ismail Marzuki. Akhirnya karena intensitas kedekatan mereka melalui surat menyurat lelaki tersebut memberanikan diri untuk melamarnya di hadapan keluarga Pipie bertepatan dengan acara keluarga di rumah Pipiet. Gegerlah kelurga tersebut, dengan kebijakan sang ayah ia meminta calon menantunya tersebut untuk datang kembali minggu depan dengan membawa saudaranya karena bagaimana pun dalam melamar anak gadis seseorang harus ada etikanya.
            Dengan tragedi penodongan pistol di kepala pemuda batak tersebut ijab qobul pun terlantang juga, awalnya calon pengantin pria ingin mengurungkan niat melamar Pipiet dengan alasan sang ibu tidak setuju kalau dirinya menikah dengan gadis Sunda tetapi karena nasi sudah menjadi bubur penghulu sudah hadir sanak keluarga sudah memadati ruang rumah Pipiet ayah enam orang anak tersebut terpaksa melakukan hal itu, malam pertama mereka dilewati dengan air mata pemuda Batak tersebut tidak ingin berlama-lama dirumah pengantin wanitanya, ia mengajak pergih Pipiet selesai prosesi ijab qobul karena dirinya harus masuk kerja dan sudah tidak dapat jatah cuti, dengan berat hati Pipiet mengiyakan ajakan suaminya tersebut walapun air mata ibunya terus-terusan menganak sungai tetapi dirinya tidak dapat berbuat apa-apa.
            Mustahil mereka langsung dapat kontrakan pada malam itu juga, si batak tidak ingin mengajak istrinya tinggal di kosannya karena ia berbagi tempat tinggal dengan temannya, dengan uang yang pas-pasan mereka menyewa hotal murahan di kawasan Tanah Abang yang biasa dijadikan transaksi narkoba, tempat prostitusi dan segala macam maksiat lainnya karena kalau sampai mereka menyewa kamar di hotel lain uang mareka akan habis dalam sekejap. Hari-hari pernikahannya tidak berjalan mulus dan lancar belakangan Pipiet baru mengetahu bahwa suaminya yang bermarga Siregar tersebut memiliki penyakit kejiwaan, tak jarang diriny akan dituduh melakukan hal yang tidak-tidak dan hal tersebut akan berujung pada pemaksaan sumpah di saksikan oleh Al-Qur’an dan ikrar yang sudah suminya tulis. Ya Allah sedih banget pas baca bagian ini suami yang seharusnya bisa dijadikan tiang sebagai penyanggah dari beban hidup malam menambah beban dalam hidup Pipiet.
            Tidak sampai disana saja kepongahan si Batak ai sempat beberapa kali membawa pulang perempuan jalanan untuk menemani tidurnya disaat Pipiet sedang pulang kampung ke Cimahi ia mendengar dari laporan beberapa tentangganya dan Pipiet pun menemukan bukti kalau laporan tersebut menjadi fakta karena di kolong tempat tidurnya ada beberapa potong CD seorang perempuan. Tak tahan dengan semua keburukan yang terjadi Pipiet menyerahkan semua keputusan kepada ayahnya ia pun bercerai dengan si Batak dan Pipiet kembali ke kampung halamannya dengan membawa buah hatinya yang sampai saat ini tidak diakui oleh suaminya.
            Masa-masa sulit terus menyapanya himpitan ekonomi, kasak-kusuk keluarga dan para tetangga, penyakit yang menjadi teman setia membuat Pipiet semakin pusing belum lagi anaknya butuh susu untuk tetap bertahan hidup, akhirnya ia hanya berusaha bekerja lebih keras lagi menulis menulis dan menulis dan menjajakan hasil tulisannya tersebut kepada para penerbit. Mungkin Tuhan masih menginginkan Pipiet untuk berjodoh dengan si Batak, ia kembali bertemu dengannya tapi kali ini si Batak lebih baik dan memberikan perhatian lebih pada anaknya, awalnya ia menolak ajakan rujuk dari mantan suaminya tersebut, tetapi keadaan yang memaksanya dan kemiskinan yang membuatnya bernyali besar untuk kembali kepelukan si Batak, akhirnya ia memantabkan diri untuk kembali rujuk dengan suaminya belum juga satu bulan masa pernikahan keduanya hal-hal menyakitkan yang dahulu ia dapatkan dari suaminya terulang lagi padalah suaminya sudah berjanji akan berubah dan tidak akan memperlakukan Pipiet dengan kasar tetapi namanya janji ya cuma janji.
            Kesedihan bertambah dua kali lipat perlakukan tidak mengenakan tidak hanya datang dari suaminya saja tetapi ibu mertua yang memang tidak menyukainya seakan-akan ikut berlaku tak adil pada dirinya. Sampai saat itu Pipiet sering sekali bolak-balik seorang diri ke RSCM dan mengantri ke PMII untuk mendapatkan beberapa kantong darah demi menaikan HB darahnya, suami yang berhati iblis tersebut tidak ingin meluangkan waktu untuk mengurusi keperluan isterinya tersebut ia akan berubah menjadi monster kalau Pipiet meminta bantuannya bahkan ketika Pipiet melahirkan buah cinta mereka ia dibiarkannya sendiri di rumah sakit tanpa dampingan dan kata-kata motivasi untuk dirinya, pernah suatu hari karena jadwal transfusinya sudah lewat batas dan HB darahnya hanya 4 gram Pipiet tidak di izinkan dokter untuk pulang karena hal buruk yang akan terjadi dan mereka tidak mau menanggung resiko, dengan berat hati Pipiet menyanggupi permintaan dokter walaupun ia tahu suaminya pasti tidak akan perduli padanya. Dengan persiapan yang tidak ada sama sekali Pipiet terpaksa tidak memakai baju pada malam hari karena ia hanya memiliki satu stel baju ketika dirinya dirawat bahkan untuk mandi saja ia tidak memiliki sabun akhirnya dengan memasang muka badak ia menelepon salah satu penerbit bukunya dan meminta honornya untuk di transfer, setelah honornya di transfer ia membeli dua potong daster ala kadarnya, beberapa makanan dan alat kebersihan, ketika sumianya tahu Pipiet bisa membeli semua itu ia kembali menuduhnya dengan dalil yang tidak-tidak Pipiet hanya bisa menelan pil pahit itu dan menyembunyikan sedihnya.
            Ya Allah sempat beberapa kali menitikan air mata ketika membaca novel Bagaiman Aku Bertahan semoga surga yang di dapat oleh Pipiet Senja dengan keikhlasan dirinya menerima semua takdir Tuhan. Penyakit seumur hidupnya, suami berhati iblis cobaan yang tak kunjung berhenting semoga bisa di tebus dengan indahnya istana Allah untuk dirinya.
            Sebenarnya masih banyak yang mau ditulis tapi karena mata sudah mengantuk dan besok harus kerja mau tidak mau harus menyudahi tulisan kali ini.






Tangerang, 22 Mei 2016
Indahnya Melukis hari


Spesial

             

            Tujuh hari dalam minggu ini menjadi waktu yang menyenangkan buat gw mulai dari senin yang di isi dengan menemani babah dirumah sakit, selasa kontol dan fishioterapy, rabu sibuk nonton, kamis dan jum’at bertemu Jafar dan Fatir yang imoet-imoet, sabtu berenang dan sibuk menguras otak untuk lomba dan minggu di tutup dengan me time ke SAT menghadirkan bedah buku dan workshop kepenulisan bersama bang Tere Liye. Hufft kalau di runut lagi sudah hampir dua minggu ga bisa bocan sampai matahari teriak-teriak tapi semuanya terbayar lunas dengan duduk manis mendengarkan orang-orang keren yang diciptakan oleh Allah untuk singgah sesaat dalam hidup gw.
            Benar yah bunyi salah satu pepatah jangan jadi katak dalam tempurung kalau kita hanya berputar-putar saja di tempat atau lingkungan yang itu-itu mana bisa kita melihat kalau di luar sana ada yang lebih baik dan lebih luar biasa dari lingkungan atau prinsip yang selama ini kita pegang. Hari ini untuk kesekiaan kalinya gw menyaksikan itu. Waktu menyadari kalau menulis itu mengasyikan pengen banget bisa menciptakan buku hasil tulisan dan inspirasi gw sendiri terutama masalah pendidikan dan sampai sekarang harapan itu belum bisa terelisasikan. Kenapa harus menulis karena menurut gw keren aja kalau sampai setiap tenaga pendidik bisa membukukan rekam jejak dari setiap peserta didiknya atau ilmu-ilmu yang sudah kita dapat dari seminar, workshop, pelatihan atau sejenisnya. Pasti bisa dijadikan pelajaran berharga buat para calon ibu atau yang sudah menjadi ibu agar mendidik anaknya ga pake asal-asalan harus pake ilmu.
            Tapi jarang banget ada guru yang mau melakukan hal tersebut pasti mereka akan mentok di waktu lah, sibuk lah, males lah, ribet lah, bingung lah, ga punya kemampuan nulis lah arrrrggghhh atau masalah-masalah lainnya. Pernah waktu lagi asik ngobrol sama salah satu teman setelah dia mendengarkan semua curhatan gw tentang anak-anak murid yang gw pegang dia hanya bilang “kenapa ga dijadiin buku aja Nay” subhanallah dia orang pertama yang kasih gw inspirasi tentang mencoba untuk mengabadikan keberhasilan dalam mendidik peserta didik. Mulai dari situ gw tertarik banget untuk bisa menulis cerita tentang teman-teman kecil yang gw didik itu.
            Kenapa tiba-tiba gw pengen banget nulis lagi tentang anak-anak murid gw? Karena hari ini gw kagum dengan keberhasilan guru-guru SAT yang mampu menuliskan dan menceritakan keseharian mereka bersama anak-anak muridnya tanpa mengenal penyakit yang tadi gw sebutin di atas. Bukannya mereka ibu rumah tangga yang harus ngepel, nyapu, cuci baju, ngegosok, ngurusin anak dan suaminya tapi mereka bisa karena mereka mau belum lagi para bapak guru yang sibuk cari uang atau mungkin mereka juga double job tapi semua itu ga jadi masalah rumit yang membuat kita menyerah pada keadaan tapi bisa melakukan itu semua ga pake nunggu tua atau ide hanya ada di kepala aja sebaliknya mereka langsung bergerak tanpa pikir panjang.
            Buku yang berhasil guru-guru SAT terbitkan sejenis buku sekolah dan rumah tuh harus menjadi mitra dalam mendidik anak-anaknya bukan para orang tua menyerahkan secara utuh anak-anak mereka untuk di didik oleh sekolah tapi peranan penting dalam proses pendidikan untuk seorang anak yahhh rumah yang harus menjadi tempat utama bagi anak-anak untuk melakukan proses belajar dan menjadikan setiap anak mengerti akan perannya masing-masing. Orang tua sebagai tempat sandaran utama bagi setiap anak, tempat bertanya tentang apa yang mereka tidak ketahui, tempat merangkul mereka ketika sedih, tempat utama yang mengulurkan tangan di saat mereka terjatuh. Karena kita ga mau kan di saat tubuh ini sudah renta tak berdaya bahkan mengurus diri saja sulit tapi anak-anak kita malah sibuk di kantornya dengan pekerjaan mereka yang ga ada abis-abisnya. Celakalah kita karena salah mendidik buah hati. Selain itu banyak banget kegiatan sepele yang sebenarnya bisa menjadi hal yang menyenangkan jika kita lalui bersama-sama, contohnya setiap anak akan diberikan tugas oleh gurunya untuk mengenal bau-bauan yang ada disekeliling mereka agar anak dapat belajar tentang kedasyatan indera penciuman yang diciptakan oleh Allah, tetapi tugas itu bukan hanya anaknya saja yang menyelsaikannya tetapi keterlibatan orang tua menjadi hal yang cukup penting. Akhirnya orang tua itu memiliki ide untuk mengajak anaknya pergi jalan-jalan ke pasar untuk mengenalkan tentang bau-bauan yang ada di sekitarnya. Atau proses kimia yang di dapat dari pencucian piring, kalau anaknya tidak pernah di libatkan untuk mencuci piring atau baju mereka tidak akan pernah tau kalai sebenarnya dari mencuci saja akan ada proses kimia dan perubahan wujud.
            Kalau cerita di atas adalah sesi pertama dan sesi keduanya workshop kepenulisan yang diisi oleh penulis terkenal yang hampir semua bukunya menjadi best seller di mana-mana. Awal bang Tere memasuki tempat workshop dengan santai tuh abang berjalan seorang diri tanpa asisten atau ajudan (hehehehehe emang para penulis punya ajudan yaakkk) memakai kaos hijau berlengan panjang, di lengkapi dengan celana jeans berwarna krem dan sepatu tali yang membuat penampilannya pada hari ini sederhana sekali menggendong sebuah tas penuh berisikan perlengkapannya. Yang bikin gw terkesan pertama melihat beliau pada saat MC mau membacakan profilnya dengan gelengan kepala dan langkah kaki menuruni panggung beliau menolak, biasanya kan orang bakalan seneng tuh kalau dibacakan profil dan keberhasilan-keberhasilan dirinya tapi kalau bang Tere dia ga mau bahkan di semua novelnya ga ada satupun catatan tentang dirinya di lembar terakhir hanya di novel Hafalan Sholat Delisa kita bisa melihat sekilas tentang dirinya, subhanallah merendah banget yaa dia tuh ga mau sombong dengan keberhasilannya malah dia berusaha untuk menyembunyikan keberhasilannya kepada semua orang padahal novelnya tuh lari manis udah kaya kacang rebus. Itulah manusia yang jarang kita temui. Manusia zaman sekarang tuh bisanya cuma pamer apa yang mereka punya termasuk gw hehehehehe.
            Masuk deh ke sesi materi, awalnya bang Tere cerita sedikit tentang menulis itu apa setelah dirasa cukup cuap-cuap sebagai kalimat pembuka, semua peserta diminta untuk membuat satu paragraph yang di dalamnya ada kata hitam. Langsung semua peserta sibuk menuliskan ide yang terlintas dalam fikiran mereka karena emang udah lama ga nulis dan langsung ditembak di tempat gw bingung mau nulis apa hahhhahaha ngeles mulu kaya bajaj, setelah membaca satu persatu karya dadakan peserta yang pecaya diri mulai beliau ngasih tau kunci menulis. Katanya setiap penulis harus memiliki sudut pandang yang spesial, jadi inget kata-katanya mas Taufan waktu masih aktif belajar menulis “di bawah langit ini ga ada cerita yang baru” semua cerita yang sudah ada atau yang baru mau ada akan terlihat sama secara garis besar tapi cara pengambilan sudut pandangnya saja yang berbeda contohnya beliau menyinggung novel romantis AAC nya kang Abik sebenarnya sama seperti novel-novel yang sudah ada hanya kisah cinta romantis dan bikin melting yang membawa si pembaca jauh menembus tempat dan waktu, ga harus jauh-jauh nikmatin keindahan Mesir tapi cukup membaca novel tersebut kita bisa hanyut dalam indahnya Mesih kota pyramid plus kisah cinta islami yang masih minim pada saat itu, ga heran kalau sampai novelnya bisa menembus angka yang bombastis karena sudut pandangan yang kang Abik miliki itu spesial. Jadi kata bang Tere TOPIK TULISAN BISA APA SAJA, TAPI PENULIS YANG BAIK SELALU BISA MENEMUKAN SUDUT PANDANG YANG SPESIAL.
            Setelah kita sudah tau rumusnya peserta di ajak lagi untuk membuat satu paragraph, tapi untuk kali ini berbeda karena kita sudah dapat ilmunya, masih sama menggunakan kata hitam. Yang bikin takut tulisan kita akan dibacakan oleh beliau di hadapan semua peserta hahaha gw si malu banget ga percaya diri huffftt gimana orang-orang mau percaya baca cerita gw kalau gw sendiri aja ga percaya diri. Intinya sudut pandangan yang spesial kita harus berusaha untuk menyajikan cerita yang walaupun terlihat sama tetapi kata yang akan kita tulis harus berbeda dari yan lain.
            Nah setelah itu masuk ke rumus kedua yaitu PENULIS YANG BAIK MEMBUTUHKAN AMUNISI, TIDAK PUNYA AMUNISI TIDAK BISA MENULIS amunis yang dimaksud adalah
-          Harus banyak membaca
-          Kaki dan raga ga boleh capek dalam Melakukan perjalanan
-          Mendengarkan orang-orang bijak di sekitar
Mungkin yang sempat terlupa atau tidak disadari oleh semua orang ada di point no 3, kadang kita jarang untuk mau bertanya  tentang orang-orang hebat di sekitar kita, ga usah jauh-jauh misalnya ada tukang baso yang sudah menggeluti pekerjaannya selama 30 tahun berjualan pasti banyak sekali rintangan yang sudah di lewati kan ceritanya bisa menjadi isnpirasi. Tetapi hal tersebut tak pernah sekalipun terlintas di fikiran gw, apa mungkin bijak di mata gw itu orang-orang sukses berduit dan berdasi. Misalnya nih yaaa kalau kita mau menulis tentang cinta ga usah jauh-jauh kita bisa wawancara nenek atau kakek kita yang sudah lama berumah tangga bahkan sampai puluhan tahun mereka mampu mempertahankan rumah tangganya pasti ngena banget dan real hasil dari tulisan kita. Pernah bang Tere menghadiri takziah seorang kakek yang ditinggal isterinya. Yang menyedihkan disini bukan kesedihan kakek disebelah jasad isterinya yang sudah terbujur kaku tetapi yang bikin sedih adalah seberapa banyak pun air mata yang dikeluarkan sang kakek nenek tersebut tidak bisa membasuh air mata suaminya. Ternyata kenapa beliau bisa tahu tentang alasan si kakek menangis ternyata sebelumnya mereka sudah pernah bercerita bersama.
Rumus selanjutnya adalah KALIMAT PERTAMA ADALAH MUDAH, GAYA BAHASA ADALAH KEBIASAAN, MENYELESAIKA LEBIH GAMPANG LAGI intinya kita kalau baru jadi penulis pemula jangan pernah memaksakan diri untuk bisa melampaui apa yang belum bisa kita lampaui kalau kita mampu menulis hanya lima puluh lembar yasudah lakukan itu tanpa banyak mikir dan membuat otak pusing karena dengan berjalannya waktu pasti kemampuan kita akan terasah. Pernah waktu itu beliau mengisi seminar di salah satu tempat ada seorang peserta dari Yogyakarta jauh-jauh kesana memakan waktu empat jam dari rumahnya belum lagi biaya-biaya yang lainnya, peserta tersebut jauh-jauh datang hanya mau bertanya tentang ending dari novel yang di buatnya karena ia bingung sudah tiga bulan ia tidak menemukan ending yang pas untuk mengakhiri novelnya . Dengan mudah bang Tere bicara setelah kamu pulang dari sini kamu buka laptop kamu dan tulis di akhir cerita kamu kata tamat, dengan mimik wajah sedih si peserta mengeluh kepada bang Tere harapan ia datang kesini adalah untuk mencari solusi dari masalahnya kenapa dengan sadis bang Tere bicara seperti itu. sebelum peserta tersbeut larut dalam kesedihannya ia menceritakan tentang kegamannya juga pada waktu menulis kisah Hafalan Sholat Delisa kalau sebenarnya ia juga bingung mau mengakhiri seperti apa tulisannya itu tetapi dari pada ia bingung dan membuat kepalanya sakit lebih baik dirinya menuliskan kata tamat di bukunya tersebut dan ternyata buku dan filmnya menjadi kegemaran orang-orang Indonesia. Di pertengahan workshop gw sempat sedih waktu beliau bicara kalau tidak semua penulis bisa menerbitkan bukunya huaaaahhhhhh.
            Dan yang terakhir adalah LATIHAN, LATIHAN, LATIHAN karena dengan itu dapat mengasah semua kemampuan kita dan dapat menciptakan sudut pandang yang spesial dan tentunya melahirkan karya yang asik untuk dinikmati karena INSPIRASI DATANG DARI MANA SAJA IA TIDAK AKAN PERMISI ATAU MENCARI PINTU MANA YANG HARUS DI MASUKINYA TETAPI IA AKAN MENGHUNI JIWA-JIWA YANG SIAP DENGAN PERTARUNGAN.
            Waktu sesi tanya jawab ada peserta yang bertanya kenapa om Tere mau menjadi penulis, beliau jawab dengan kisah tiga sahabat burung pipi, penyu dan sebatang pohon kelapa. Setelah tiga tahun mereka berpisah ketiganya bertemu di tempat yang sama, sebatang pohon kelapa bertanya kepada keduanya kemana saja mereka selama tiga tahun ini? burung pipit bercerita terlebih dahulu ia menceritakan tentang perjalananya melihat keindahan negeri seberang yang lebih indah dari tempat mereka lalu penyupun tak mau kalah ia menceritakan tentang perjalannya menembus benua dan berenang melewati berbagai macam keindahan dunia yang sangat jauh dari tempat tinggal mereka. Burung pipit pun merasa takjub dengan yang di sampaikan  oleh penyu ia memiliki perjalanan yang lebih seru dari dirinya. Tetapi pohon kelapa sedih karena selama tiga tahun ini dirinya hanya disini ia hanya menempati tempat yang sama, ketika ia melihat kapal laut ingin dirinya melompat kedalamnya karena ia ingin melihat dunia juga dan ketika kapal terpang melintas di atasnya ia juga ingin sekali bisa terbang dengan kapal tersebut tetapi apa daya ia di ciptakan oleh Tuhan seperti ini. Burung pipit dan penyupun menghibur sahabatnya itu, dengan buahmu yang terjatuh di atas pasir dan terbawa ombak buah mu bisa menjelajahi semua tempat di muka bumi ini mungkin semua pohon kelapa yang ku lihat di negeri-negeri yang kusinggahi itu semua bersalah dari dirimu.

Tangerang, 15 Mei 2016

Melukis Hari Dengan Kata 

Perilah Menggapai Mimpi





Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib mimpi ku?
Aku dungu, ya dungu
Bermimpi pun tak berani
Aku jahil, ya jahil
Menyesal tak memiliki kompas hidup

Si dungu yang tidak mengerti cara mengemis yang baik kepada Tuhannya
Si jahil yang tak berani bermain dengan takdir
Pantaslah aku disebut si miskin yang tak berguna
Berkumpul bersama kaum yang terbuang

Aku ingin menari
Beralaskan permadani emas
Aku ingin terbang
Menembus langit ke tujuh, mengetuk Arsy Illahi

Merobek hari dengan secercah impian
Mewarnai jiwa dengan semangat bermimpi
Walau terseok, walau terkeok
Aku akan berlari menggapai mimpi

Berteriak dengan lantang
Menantang cakrawala
Berbisik kepada angin

Aku sudah siap bermimpi





Melukis hari dengan kata

Tangerang, 21 Januari 2015 
 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design