Jumat, 09 Mei 2014

It’s not good

Ku banting tubuh langsing ku ini di atas kasur empuk yang dapat melambungkan semua impian ku setiap malam, rasanya tidak habis fikir dengan kejadian sore ini seakan jantungku akan copot, namun semua ini sudah terjadi dan ku tak bisa mengembalikan kembali rasa penyesalan ku yang sudah terjad. Ku tak bisa menghindari semua serangan kata dari Adit. Seakan aku paksa memori otak ku ini untuk dapat mengulang kembali kejadian tadi sore
“Aku engga akan basa-basi lagi, jelas kamu sendiri yang sudah  merusak rasa kepercayaan ku sama kamu”
Sergah Adit membuka percakapan, kami duduk berhadapan hanya meja bundar di depan kami yang memisahkan antara tempat duduk kami.
“kamu ngomong apa si aku engga ngerti?, sudah satu minggu ini kita engga bertemu, dan tiba-tiba kamu marah-marah sama aku”
Aku berusaha untuk mengalihkan pertengkaran saat itu, sebenarnya Aku sudah bisa menebak Adit sudah mengetahui perselingkuhan ku dengan Gaga teman satu kantor kami.
“Alah kamu engga usah bersandiwara lagi, kamu tuh sudah tertangkan basah”
Aku tau lambat laun Adit akan menghujat Aku dengan penghianatan yang aku rancang sendiri, namun rasanya dada ini berdegup kencang seperti ada sesuatu yang memaksa untuk keluar seakan mau merobek lapisan tulang daging dan kulit ku ini, ketika Adit mengatakan Aka merusak hubungan asmara yang sudah kami jaga selama lima tahun belakangan ini.
            “Ok aku akuin aku memang selingkuh dengan Gaga, dan asal kamu tau juga Dit, Gaga itu memiliki banyak kelebihan dari pada kamu”
Sergah aku membela diri, karna aku rasa Adit juga harus tau ini. Terlihat senyuman kecut di wajah Adit ketika aku mengakui hubungan gelap ini, namun wajah Adit seketika berubah masam ketika aku bilang bahwa Gaga lebih darinya di mata ku, raut wajah itu sekan mewakili kalau Adit tidak terima dengan apa yang ku katakan.
            “Aku rasa kamu akan lebih memilih kekasih gelap kamu itu dibandingkan dengan Aku”
Sindir Adit mengebu-gebu tidak mau kalah, tanpa memperdulikan seorang waitters yang mengantarkan amiricano minuman favorit kami setiap kali kami singgah ke kefe ini.
            “Aku tau Dit kamu akan terluka dengan langkah yang aku pilih ini”
Adit berusaha mencerna setiap kata yang keluar dari mulut ku, seakan sedang berfikir kata apa lagi yang akan di keluarkannya untuk menghujaniku setelah aku menutup bibi ini
            “kalau kamu memang memikirkan perasaan ku, kamu engga akan selingkuh, secara tidak langsung kamu memang menginginkan cinta dari orang lain selain aku”
 Cibir Adit tanpa memperdulikan perasaan ku ini. Setiap kata yang keluar dari mulut Adit mampu menghancurkan hati ku berkeping-keping seakan kata-katanya setajam pisau yang baru di asah.
“kamu tau Dit kenapa sampai akhirnya aku mengemis cinta dari orang lain?”
Tanya ku datar kepada Adit, tanpa terasa butiran hangat secara perlahan membasahi wajah ku ini, Adit hanya diam seakan dia tetap konsisten dengan pernyataannya bahwa aku lah pemeran utama dari kerusakan hubungan ini.
“karna kamu lebih sibuk dengan dunia kamu sendiri Dit, kamu berusaha untuk mendapatkan posisi terbaik di perusahaan”
Cecar aku menggebu-gebu, tanpak terlihat jelas lipatan di keningnya, seakan menyimpan tanya
“Dan kamu terlalu ambisius untuk kenaikan posisi kamu, sekan-akan kamu lupa kalau sebenarnya Aku itu selalu menunggu waktu dimana kamu seperti dulu selalu memperhatikan aku”
Lanjutku dengan deraian air mata yang sudah membanjiri wajahku ini. Memang semua yang dikatakan oleh Adit 100% benar namun aku merasa tidak adil jika hanya aku yang di nobatkan sebagai dalang rusaknya hungan kami.
“seharusnya kamu tau kalau sebenarnya aku seperti ini ya untuk merancang masa depan kita yang lebih baik”
Jawab Adit sewot, seakan tidak mau disalahkan
“Aku rasa semua wanita akan melakukan hal yang sama ketika mereke berada di posisiku Dit”
Aku masih terus memberikan argumen yang dapat menyelamatkan aku dari posisi ini, jelas semua wanita akan membela dirinya ketika mereka berada di dalam posisi ku ini
“dan asal kamu tau aku engga akan mengemis permintaan maaf dari kamu, dan aku juga tidak akan memaksa kamu untuk memaafkan aku agar hubungan kita kembali normal, kalau memang hubungan kita harus berakhir mungkin ini sudah takdir tanpa bukan kuasa kita untuk menghindarinya”
Jawabku pasrah, malam ini kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini karna kami masih tetap saja mementingkan ego kami tanpa mau ada yang mengalah dalam permasalah ini.
Tiba-tiba deringan handphone memecahkan lamunan ku tanpa terasa tiga puluh menit berlalu dan dapat melambungkan fikiran ku untuk mengingat kejadian sore ini. langsung ku lihat nama siapa yang tertera di handphone ku itu, terbelalak mata ku melihat Gaga nama yang terlihat jelas di handphone ku ini. ohhh no jangan sekarang Gaga bisikku dalam hati cukup Adit saja yang membuat perasaan ku seperti gado-gado hari ini.



0,27

Berapa lama lagi Tuhan? Berapa lama? Kalimat itu yang selalu menjadi pertanyaan Danis setiap kali dirinya sedang benci, dongkol, dan BT, pertanyaan itu selalu menghantuai pikirannya tanpa ada jawaban yang dapat meredakan hatinya yang sedang kesal, seakan Danis sedang mencecar Tuhan untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut. Danis geram dengan gaya sekumpulan teman satu sekolahnya sekan setiap pandangan Danis tanpa sengaja terlenpar kearah mereka matanya terasa sedang kelilipan. Danis menyebut mereka itu Geng yang sok cool, cantik, ok, sempurna, pinter kaya dan yang ga kalah penting sok terkenal, seakan ada medan magnet yang selalu menarik semua perhatian seluruh penghuni SMA Karya Bangsa untuk selalu menolehkan perhatian mereka setiap kali Karna berjalan bersama teman-temannya, momen tersebut yang mampu membuat Danis mual.

“Tar pulang sekolah kita makan bakso yuuuuk di warungnya bang bewok”

Ajak Danis kepada Mentari teman satu bangku Danis, yang sedang merapihkan perlengkapan sekolahnya.

“males ah gw lagi bokek Nis, duit gw habis buat beli buku”
Tolak Tari santai sembari berjalan dan merangkul pundak sahabatnya itu yang sedari tadi menyandarkan tubuhnya di daun pintu kelas mereka.. Danis dan Mentari memang selalu pulang sekolah bersama karena rute angkutan umum yang mereka lewati satu arah.
Lima menit kemudian dua sahabat tersebut sudah sampai di warung bakso bang bewok, siapa sangka ternyata hanya tersisa dua kursing kosong seakan Tuhan sudah menyediakan bangku tersebut untuk mereka berdua, tidak heran jika hanya tersisa dua kursi, karnan bakso mas bewok menjadi makanan favorit diantar mereka yang menggemari makanan satu ini dan rasanya pun nampol  acapkali sedang memasukkan potongan-potongan daging tersebut ke dalam mulut seperti lidah ini sedang bergoyang seakan tidak rela untuk menelan gumpalan daging tersebut ke dalam perut.
Tepat berjarak tiga kursi dari depan deratan kursi yang di duduki Danis dan Mentari, sekumpulan cewek populer di sekolah mereka sedang asik memecahkan soal matematika.

“Dasar norak, liat deh Tar cewek-cewek sok populer, dimana aja pokoknya harus eksis, pake pamer belajar di tempat umum, kerasa dunia ini miliki mereka dan yang lain ngontrak”

Gerutu Danis tanpa bisa menolehkan pandagannya tersebut, seperti seekor serigala buas lapar yang sedang mengintai mangsanya.

“biasa aja kali bu, mereka punya gaya untuk menjalankan hidup mereka masing-masing dan yang paling terpenting hidup ini tuh pilihan dan mereka memilih untuk menjadi orang populer yang cerdas, engga salah kan?”

“bagi gw engga boleh biasa melihat pemandangan itu di depan mata gw”

Ucap Danis meluap-luap tanpa bisa mengontol emosinya tersebut


“udah Nis minum dulu tuh es kelapa muda lw, supaya bisa meredakan esmosi eh salah maksudnya emosi lw”

Ledek Mentari berusaha mensterilkan suasan panas di hati Danis

“lw tau ga Tar, setiap gw liat mereka gw tuh suka menghayal kira-kira bisa engga ya mereka tu pergi keujung dunia, dehidrasi digurun sahara hilang di segitiga bermuda, pergi  keluar angkasa hipotermia di kutup utara hilang di samudra antartika dan jangan kembali. Sebel sebel sebel”

Mentari pun langsung terbelalak menertawakan tingkah sahabatnya itu.

“sadar engga si Nis ini tuh sudah tahun ke tiga lw menyimpan rasa kesal itu di dalam dada, engga baik tau, dan benar-benar seperti bom atom”

Ucap Mentari santai sambil menuangkan sambel di dalam baksonya itu.

Danis selalu menganggap nasehat Mentari seperti angin lalu baginya, tidak ada nasehat yang dapat merubah rasa kesal Danis yang sudah menggunung di dalam hatinya. Karina Nasution dulunya adalah teman dekat Danis dalam satu organisasi yang sama, tetapi lambat laun persahabatan mereka tidak seharmonis dahulu. Mungkin ini alasan Danis selalu geram ketika melihat Karina bersama dengan teman-temannya.

satu minggupun berlalu tepat hari ini Danis bersama teman-temannya mengerjakan Try Out pertama untuk persiapan mengahadapi Ujian Nasional yang tinggal 2 bulan lagi.

“aaddduhhh tu soal susah-susah banget si engga kuat otak gw”

Keluh Danis setelah mengejakan soal matematika yang berjumlah 40 soal tersebut

“sama gw juga mumet banget sama tu soal”

Timpal Mentari yang duduk bersebarangan dengan Danis

“kenapa tuhan kenapa harus ada  matematika, cukuplah kau menghukumku”

Hasil Try Out pertama pun sudah terpampang di madding, rasa penasaran menjadi tanda tanya di hati Danis dan teman-temannya ketika mencari nama mereka masing-masing. Bak tersambar petir di siang bolong 0,27 angka tersebut bartender nyaman di sebelah nama Danis Khairunasyah, tidak terhenti di situ saja rasa kaget Danis bola mata Danis masih terus bergerak ke bawah dan keatas seakan sedang mencari sesuatu mata Danis pun terhenti setelah menemukan apa yang sedari tadi sedang di carinya 7,20 itu untuk nilai Karina Nasution kepala geng yang di benci Danis. 0,27 hanya angka tersebut yang di raih Danis dalam soal matematika dan untuk soal yang lain Danis memperoleh nilai yang tidak kalah rendahnya dengan nilai matematikan tersebut. Dari semua angka yang tertera di madding hanya nilai Danis yang paling kecil.

Malu itu sudah pasti tidak ada kata yang dapat melukiskan perasaan apa yang ada di dalam hati Danis. Setelah pulang sekolah Danis langsung masuk ke dalam kamar dan menguncinya rapat-rapat. Di dalam kamar Danis hanya bisa menangis dan merenungkan masalah yang sedang menimpanya ini, dia takut orang tuanya akan marah dan kecewa padanya.

Dua hari pun berlalu setelah tragedi 0,27 itu pun Danis banyak merenung, dia sangat malu kepada teman-temannya walaupun tidak satu pun temannya yang memperdulikan itu, tapi menurut Danis hal ini sudah dapat mencoreng wajahnya.

Ketika sedang asik menenggak Aqua botol yang sedang di pegangnya sesosok tubuh berbadan cukup gemuk menghampiri Danis dan duduk tepat di sebelah Danis.

“Assalamualaikum Danis haus banget nii kayanya sampe kempes tuh botol Aqua”

Salam Pak Heru guru PAI Danis, Danis pun langsung menoleh dan menjawab salam gurunya.

“Waalaikumssalam ehh Pak Heru, ya Pak haus banget kan habis olahraga”

“sendiri aja Nis, engga gabung sama teman-teman yang lain?”

Tanya Pak Heru datar

“lagi mau sendiri aja Pak, nanti juga saya gabung sama teman-teman”

Jawab Danis tak bersemangat

Kenapa Nis lagi ada masalah ya?”

Selidik Pak Heru penasaran

“ahh Bapak kaya dukun nii sok tau”

Ledek Danis berusaha untuk menyembunyikan rasa sedihnya itu

“Bapak engga berusaha untuk asal tebak ko Nis, kelihatan dari wajah kamu, kalau kamu tuh lagi ada masalah”

Tanpa bisa bersandiwara lagi Danis menumpahkan semua rasa sedihnya tersebut di depan Pak Heru. Sebagai pendengar yang baik Pak Heru menyimpak semua kalimat perkataan muridnya tersebut.

“saya sudah bisa menebak Pak pasti semua guru pun sudah tau nilai Try Out saya yang jeblok itu, ya kan?”

Ucap Danis berputus asa

“jangan suudzon, bapak engga tau Nis kalau bukan kamu yang kasih tau bapak”

Sanggah Pak Heru, meredakan rasa khawatir yang menghantui Danis.

“setiap sholat saya selalu berdoa untuk di berikan nilai yang terbaik”

Lanjut Danis, tatapannya masih sama tertuju kepada teman-teman cowoknya yang sedang asik memperebutkan bola.

“Nah itu jawaban Dari Allah Danis, kamu selalu berdoa untuk di berikan yang terbaik, dan Allah sudah memberikan yang terbaik untuk kamu”

Jawab Pak Heru antusias

“loh kok gitu Pak?”

Setelah mendengar jawaban dari gurunya tersebut Danis menggerutkan keningnya seakan ada tanda tanya besar di atas kepalanya.

“saya rasa 0,27 itu tepat sekali untuk kamu, karna nilai tersebut sudah dapat menggambarkan sejauh mana kamu berkorban”

Danis pun langsung menarik nafas panjang seakan rasa sedihnya berhembus dengan udara yang keluar dari hidunya, setelah mendengarkan apa yang gurunya katakatan.

“Kamu mau tau Nis bagaimana semangat para ulama dalam menuntut ilmu?”

Mungkin itu pertanyaan simpel yang dapat di jawab oleh Danis dengan asal tebak agar dapat mengakhiri percakapan ini, tetapi Danis memilih menggelengkan kepala.

“Syaikh Abdullah bin Hamud Az Zubaidi seorang ulama yang cerdas beliau belajar kepada Syaikh Abu Ali Al Qaali.

Tanpa terganggu dengan sebagian teman-teman Danis yang sedang asik bermain bola dan berteriak di lapangan Danis tetap fokus mendengarkan Pak Heru bercerita.

“Suatu ketika murid beliau, Abdullah bin Hamud Az Zubaidi, tidur di kandang ternak gurunya agar bisa mendahului murid-muridnya yang lain menjumpai sang guru sebelum teman-temanny yang lain datang.”

Sepuluh menit pun berlalu, Danis masih tetap fokus mendengarkan cerita dari gurunya.

 “kamu tau kenapa Abdullah bin Hamud Az Zubaidi sampai rela tidur di kandang ternak gurunya?”

Tanya Pak Heru di pertengahan ceritanya, untuk yang kedua kalinya Danis menggelengkan kepalanya.

“Agar bisa mengajukan pertanyaan sebanyak mungkin sebelum orang berdatangan”

“segitu luar biasanya kah Pak mereka mementingkan ilmu?

Tanya Danis semakin penasaran

“ya itu sangat penting bagi hidup mereka, dalam titik tertinggi dalam hidupnya, mereka mementingkan ilmu di atas segalanya untuk mendapatkan posisi terpenting di mata Allah ketimbang roti dan air minum karna mereka hanya membutuhkan roti dan air minum sekali atau dua kali setiap harinya”

Setiap kata yang keluar dari mulut Pak Heru bagaikan bumbu magig yang mampu menyihir fikiran Danis.

“Waktu Bapak masih kuliah satu bulan sebelum ujian Bapak selalu merubah pola tidur Bapak Nis”

“maksudnya pak?”

Selidik Danis penasaran

“setiap orang yang belajar pastilah mau dapat nilai bagis kan nis?”

Tanya Pak Heru datar, Danis langsung menjawa Ya dengan semangat yang sudah berubah.

“begitu juga sama Bapak Nis, hamper setiap hari  Bapak sampai kossan jam delapan malem, sholat isya dan tilawah setelah itu Bapak tidur sampai jam dua pagi, dari jam dua sampai jam empat Bapak belajar”

Seketika wajah Danis tampak terkejut, matanya yang bulat terbelalan dan mulutnya membentuk seperti huruf O dan pandagan matanya pun tidak dapat terlepas dari wajah gurunya.

Suara desiran ombak dan kicawan burung bernanyi riang gembira, membangunkan Danis dari tidur lelapnya, Danis langsung meraih HPnya untuk mematikan alaram. Tepat pukul 01.00. Danis langsung bergegas kekamar mandi untuk bewudhu dan di lanjutkan dengan belajar. Malam ini Danis sudah bertekat akan menyiapkan semua amunisi untuk dapat merubah angka 0,27 menjadi 7,00.

Hari ini adalah Try Out Danis yang kedua dan Danis lebih menyiapkan segalanya, hatinya pun sudah di tata dengan baik agar dapat mendapatkan nilai yang sudah di targetkannya tersebut. Dalam lamunanya Danis berfikir 0,27 good by






 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design