Bismillah, akhirnya selesai juga
tuntas habis novel Pipiet Senja dengan judul Bagaimana Aku Bertahan catatan hati
penyintas thalasemia, ketika melihat novel tersebut di rentetan novel yang
terpajang di toko buku langsung tertarik untuk membawa pulang eittsss tapi
engga lupa bayar dulu di kasir baru bisa di bawa pulang. Kenapa tertarik untuk
membeli karena di cover novelnya ada tulisan thalasemia dan kebetulan pernah
buat cerpen dengan latar penyakit yang serupa.
Kesan pertama ketika membaca
sinopsis di balik cover sempat tebak-tebakan di dalam otak siapa si penderita
thalasemianya ternyata pertanyaan di dalam otak gw terjawab sudah ketika
membaca endorsman tenyata Pipiet Senja lah penderita penyakit kanker darah
tersebut, penyakit seumur hidup yang tidak bisa disembuhkan hanya bisa di minimalisir
dengan cuci darah sepanjang masa.
Settingan pertama di buka dengan
masa kecil Pipet Senja yang harus keluar masuk RS dari usianya empat tahun,
awalnya mereka tidak tahu sakit apa yang diderita Pipiet sampai suatu hari
salah satu dokter yang menanganinya memberitahukan tentang penyakit mengerikan
yang sebenarnya di derita oleh pasiennya tersebut. Ayah yang seorang tentara
dan berpangkat kopral dan bermental baja sampai pasrah dengan keadaan ketika
pertama kali mengetahui penyakit anaknya. Tetapi kesedihan tidak selamanya
menaungi mereka, Pipiet beserta keluarga berusaha untuk tergar dan ikhlas
dengan cobaan yang menimpa mereka.
Kemiskinan menjadi momok menyedihkan
bagi Pipiet dan keluarga, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit
sekali bagai mereka belum lagi biaya yang setiap pekan harus mereka keluarkan
untuk Pipiet orang tua Pipiet harus meminjang uang kepada bank keliling karena
kalau tidak nyawa yang menjadi gantinya. Sampai kepada hutang yang sudah
semakin menggunung ibunya Pipet stress dan kalap beberapa bulan dirinya harus
di opname didalam RS kejiwaan. Demi mengurangi pengeluaran gadis pucat yang
bersalah dari Cimahi itu sempat beberapakali menunda jadwal transfusinya. Masa
kecil yang menyedihkan dan kemiskinan yang melilit hari-hari mereka tidak ada
berhentinya, sampai pada suatu hari Pipiet menemukan bakatnya dibidang
kepenulisan dirinya berusaha keras untuk mendapatkan uang dari karya-karya yang
dilahirkan olehnya walaupun pernah diomeli habis-habisan karena meminjan mesin
ketik kelurahan di kampungnya. Tapi memang Tuhan tidak pernah tidur ketika
dirinya ulang tahun sang ayah menghadiahkannya mesin ketik jadul yang
diberinama Denok olehnya. Dari mesin ketik tersebutlah ia menghasilkan
karya-karya luar biasa demi pembiayaan penyakitnya.
Setiap kali dirinya sedang kesulitan
ia akan memaksakan diri untuk menulis menulis dan menulis karena dengan menulis
ia akan mendapatkan honor dan dapat digunakan untuk berobat mungkin kalau
dihitung-hitung semasa hidupnya uang Pipiet hanya habis untuk biaya
pengobatannya. Ditengah-tengah masa remajanya ia bertemu dengan seorang lelaki bertubuh
besar berdarah Batak yang mengajaknya menikah, mereka bertemu tanpa sengaja di
tempat yang biasa dijadikan tempat berkumpulnnya para penulis muda di Teater
Besar Taman Ismail Marzuki. Akhirnya karena intensitas kedekatan mereka melalui
surat menyurat lelaki tersebut memberanikan diri untuk melamarnya di hadapan
keluarga Pipie bertepatan dengan acara keluarga di rumah Pipiet. Gegerlah
kelurga tersebut, dengan kebijakan sang ayah ia meminta calon menantunya
tersebut untuk datang kembali minggu depan dengan membawa saudaranya karena
bagaimana pun dalam melamar anak gadis seseorang harus ada etikanya.
Dengan tragedi penodongan pistol di
kepala pemuda batak tersebut ijab qobul pun terlantang juga, awalnya calon
pengantin pria ingin mengurungkan niat melamar Pipiet dengan alasan sang ibu
tidak setuju kalau dirinya menikah dengan gadis Sunda tetapi karena nasi sudah
menjadi bubur penghulu sudah hadir sanak keluarga sudah memadati ruang rumah
Pipiet ayah enam orang anak tersebut terpaksa melakukan hal itu, malam pertama
mereka dilewati dengan air mata pemuda Batak tersebut tidak ingin berlama-lama
dirumah pengantin wanitanya, ia mengajak pergih Pipiet selesai prosesi ijab
qobul karena dirinya harus masuk kerja dan sudah tidak dapat jatah cuti, dengan
berat hati Pipiet mengiyakan ajakan suaminya tersebut walapun air mata ibunya
terus-terusan menganak sungai tetapi dirinya tidak dapat berbuat apa-apa.
Mustahil mereka langsung dapat
kontrakan pada malam itu juga, si batak tidak ingin mengajak istrinya tinggal
di kosannya karena ia berbagi tempat tinggal dengan temannya, dengan uang yang
pas-pasan mereka menyewa hotal murahan di kawasan Tanah Abang yang biasa
dijadikan transaksi narkoba, tempat prostitusi dan segala macam maksiat lainnya
karena kalau sampai mereka menyewa kamar di hotel lain uang mareka akan habis
dalam sekejap. Hari-hari pernikahannya tidak berjalan mulus dan lancar belakangan
Pipiet baru mengetahu bahwa suaminya yang bermarga Siregar tersebut memiliki
penyakit kejiwaan, tak jarang diriny akan dituduh melakukan hal yang
tidak-tidak dan hal tersebut akan berujung pada pemaksaan sumpah di saksikan
oleh Al-Qur’an dan ikrar yang sudah suminya tulis. Ya Allah sedih banget pas
baca bagian ini suami yang seharusnya bisa dijadikan tiang sebagai penyanggah
dari beban hidup malam menambah beban dalam hidup Pipiet.
Tidak sampai disana saja kepongahan
si Batak ai sempat beberapa kali membawa pulang perempuan jalanan untuk
menemani tidurnya disaat Pipiet sedang pulang kampung ke Cimahi ia mendengar
dari laporan beberapa tentangganya dan Pipiet pun menemukan bukti kalau laporan
tersebut menjadi fakta karena di kolong tempat tidurnya ada beberapa potong CD
seorang perempuan. Tak tahan dengan semua keburukan yang terjadi Pipiet
menyerahkan semua keputusan kepada ayahnya ia pun bercerai dengan si Batak dan
Pipiet kembali ke kampung halamannya dengan membawa buah hatinya yang sampai
saat ini tidak diakui oleh suaminya.
Masa-masa sulit terus menyapanya
himpitan ekonomi, kasak-kusuk keluarga dan para tetangga, penyakit yang menjadi
teman setia membuat Pipiet semakin pusing belum lagi anaknya butuh susu untuk
tetap bertahan hidup, akhirnya ia hanya berusaha bekerja lebih keras lagi
menulis menulis dan menulis dan menjajakan hasil tulisannya tersebut kepada
para penerbit. Mungkin Tuhan masih menginginkan Pipiet untuk berjodoh dengan si
Batak, ia kembali bertemu dengannya tapi kali ini si Batak lebih baik dan
memberikan perhatian lebih pada anaknya, awalnya ia menolak ajakan rujuk dari
mantan suaminya tersebut, tetapi keadaan yang memaksanya dan kemiskinan yang
membuatnya bernyali besar untuk kembali kepelukan si Batak, akhirnya ia
memantabkan diri untuk kembali rujuk dengan suaminya belum juga satu bulan masa
pernikahan keduanya hal-hal menyakitkan yang dahulu ia dapatkan dari suaminya
terulang lagi padalah suaminya sudah berjanji akan berubah dan tidak akan
memperlakukan Pipiet dengan kasar tetapi namanya janji ya cuma janji.
Kesedihan bertambah dua kali lipat
perlakukan tidak mengenakan tidak hanya datang dari suaminya saja tetapi ibu
mertua yang memang tidak menyukainya seakan-akan ikut berlaku tak adil pada
dirinya. Sampai saat itu Pipiet sering sekali bolak-balik seorang diri ke RSCM
dan mengantri ke PMII untuk mendapatkan beberapa kantong darah demi menaikan HB
darahnya, suami yang berhati iblis tersebut tidak ingin meluangkan waktu untuk
mengurusi keperluan isterinya tersebut ia akan berubah menjadi monster kalau
Pipiet meminta bantuannya bahkan ketika Pipiet melahirkan buah cinta mereka ia
dibiarkannya sendiri di rumah sakit tanpa dampingan dan kata-kata motivasi
untuk dirinya, pernah suatu hari karena jadwal transfusinya sudah lewat batas
dan HB darahnya hanya 4 gram Pipiet tidak di izinkan dokter untuk pulang karena
hal buruk yang akan terjadi dan mereka tidak mau menanggung resiko, dengan
berat hati Pipiet menyanggupi permintaan dokter walaupun ia tahu suaminya pasti
tidak akan perduli padanya. Dengan persiapan yang tidak ada sama sekali Pipiet
terpaksa tidak memakai baju pada malam hari karena ia hanya memiliki satu stel
baju ketika dirinya dirawat bahkan untuk mandi saja ia tidak memiliki sabun
akhirnya dengan memasang muka badak ia menelepon salah satu penerbit bukunya
dan meminta honornya untuk di transfer, setelah honornya di transfer ia membeli
dua potong daster ala kadarnya, beberapa makanan dan alat kebersihan, ketika
sumianya tahu Pipiet bisa membeli semua itu ia kembali menuduhnya dengan dalil
yang tidak-tidak Pipiet hanya bisa menelan pil pahit itu dan menyembunyikan
sedihnya.
Ya Allah sempat beberapa kali
menitikan air mata ketika membaca novel Bagaiman Aku Bertahan semoga surga yang
di dapat oleh Pipiet Senja dengan keikhlasan dirinya menerima semua takdir
Tuhan. Penyakit seumur hidupnya, suami berhati iblis cobaan yang tak kunjung
berhenting semoga bisa di tebus dengan indahnya istana Allah untuk dirinya.
Sebenarnya masih banyak yang mau
ditulis tapi karena mata sudah mengantuk dan besok harus kerja mau tidak mau
harus menyudahi tulisan kali ini.
Tangerang, 22
Mei 2016
Indahnya Melukis
hari
0 komentar:
Posting Komentar