Selasa, 21 Juni 2016

BAGAIMANA AKU BERTAHAN



         Bismillah, akhirnya selesai juga tuntas habis novel Pipiet Senja dengan judul Bagaimana Aku Bertahan catatan hati penyintas thalasemia, ketika melihat novel tersebut di rentetan novel yang terpajang di toko buku langsung tertarik untuk membawa pulang eittsss tapi engga lupa bayar dulu di kasir baru bisa di bawa pulang. Kenapa tertarik untuk membeli karena di cover novelnya ada tulisan thalasemia dan kebetulan pernah buat cerpen dengan latar penyakit yang serupa.
            Kesan pertama ketika membaca sinopsis di balik cover sempat tebak-tebakan di dalam otak siapa si penderita thalasemianya ternyata pertanyaan di dalam otak gw terjawab sudah ketika membaca endorsman tenyata Pipiet Senja lah penderita penyakit kanker darah tersebut, penyakit seumur hidup yang tidak bisa disembuhkan hanya bisa di minimalisir dengan cuci darah sepanjang masa.
            Settingan pertama di buka dengan masa kecil Pipet Senja yang harus keluar masuk RS dari usianya empat tahun, awalnya mereka tidak tahu sakit apa yang diderita Pipiet sampai suatu hari salah satu dokter yang menanganinya memberitahukan tentang penyakit mengerikan yang sebenarnya di derita oleh pasiennya tersebut. Ayah yang seorang tentara dan berpangkat kopral dan bermental baja sampai pasrah dengan keadaan ketika pertama kali mengetahui penyakit anaknya. Tetapi kesedihan tidak selamanya menaungi mereka, Pipiet beserta keluarga berusaha untuk tergar dan ikhlas dengan cobaan yang menimpa mereka.
            Kemiskinan menjadi momok menyedihkan bagi Pipiet dan keluarga, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit sekali bagai mereka belum lagi biaya yang setiap pekan harus mereka keluarkan untuk Pipiet orang tua Pipiet harus meminjang uang kepada bank keliling karena kalau tidak nyawa yang menjadi gantinya. Sampai kepada hutang yang sudah semakin menggunung ibunya Pipet stress dan kalap beberapa bulan dirinya harus di opname didalam RS kejiwaan. Demi mengurangi pengeluaran gadis pucat yang bersalah dari Cimahi itu sempat beberapakali menunda jadwal transfusinya. Masa kecil yang menyedihkan dan kemiskinan yang melilit hari-hari mereka tidak ada berhentinya, sampai pada suatu hari Pipiet menemukan bakatnya dibidang kepenulisan dirinya berusaha keras untuk mendapatkan uang dari karya-karya yang dilahirkan olehnya walaupun pernah diomeli habis-habisan karena meminjan mesin ketik kelurahan di kampungnya. Tapi memang Tuhan tidak pernah tidur ketika dirinya ulang tahun sang ayah menghadiahkannya mesin ketik jadul yang diberinama Denok olehnya. Dari mesin ketik tersebutlah ia menghasilkan karya-karya luar biasa demi pembiayaan penyakitnya.
            Setiap kali dirinya sedang kesulitan ia akan memaksakan diri untuk menulis menulis dan menulis karena dengan menulis ia akan mendapatkan honor dan dapat digunakan untuk berobat mungkin kalau dihitung-hitung semasa hidupnya uang Pipiet hanya habis untuk biaya pengobatannya. Ditengah-tengah masa remajanya ia bertemu dengan seorang lelaki bertubuh besar berdarah Batak yang mengajaknya menikah, mereka bertemu tanpa sengaja di tempat yang biasa dijadikan tempat berkumpulnnya para penulis muda di Teater Besar Taman Ismail Marzuki. Akhirnya karena intensitas kedekatan mereka melalui surat menyurat lelaki tersebut memberanikan diri untuk melamarnya di hadapan keluarga Pipie bertepatan dengan acara keluarga di rumah Pipiet. Gegerlah kelurga tersebut, dengan kebijakan sang ayah ia meminta calon menantunya tersebut untuk datang kembali minggu depan dengan membawa saudaranya karena bagaimana pun dalam melamar anak gadis seseorang harus ada etikanya.
            Dengan tragedi penodongan pistol di kepala pemuda batak tersebut ijab qobul pun terlantang juga, awalnya calon pengantin pria ingin mengurungkan niat melamar Pipiet dengan alasan sang ibu tidak setuju kalau dirinya menikah dengan gadis Sunda tetapi karena nasi sudah menjadi bubur penghulu sudah hadir sanak keluarga sudah memadati ruang rumah Pipiet ayah enam orang anak tersebut terpaksa melakukan hal itu, malam pertama mereka dilewati dengan air mata pemuda Batak tersebut tidak ingin berlama-lama dirumah pengantin wanitanya, ia mengajak pergih Pipiet selesai prosesi ijab qobul karena dirinya harus masuk kerja dan sudah tidak dapat jatah cuti, dengan berat hati Pipiet mengiyakan ajakan suaminya tersebut walapun air mata ibunya terus-terusan menganak sungai tetapi dirinya tidak dapat berbuat apa-apa.
            Mustahil mereka langsung dapat kontrakan pada malam itu juga, si batak tidak ingin mengajak istrinya tinggal di kosannya karena ia berbagi tempat tinggal dengan temannya, dengan uang yang pas-pasan mereka menyewa hotal murahan di kawasan Tanah Abang yang biasa dijadikan transaksi narkoba, tempat prostitusi dan segala macam maksiat lainnya karena kalau sampai mereka menyewa kamar di hotel lain uang mareka akan habis dalam sekejap. Hari-hari pernikahannya tidak berjalan mulus dan lancar belakangan Pipiet baru mengetahu bahwa suaminya yang bermarga Siregar tersebut memiliki penyakit kejiwaan, tak jarang diriny akan dituduh melakukan hal yang tidak-tidak dan hal tersebut akan berujung pada pemaksaan sumpah di saksikan oleh Al-Qur’an dan ikrar yang sudah suminya tulis. Ya Allah sedih banget pas baca bagian ini suami yang seharusnya bisa dijadikan tiang sebagai penyanggah dari beban hidup malam menambah beban dalam hidup Pipiet.
            Tidak sampai disana saja kepongahan si Batak ai sempat beberapa kali membawa pulang perempuan jalanan untuk menemani tidurnya disaat Pipiet sedang pulang kampung ke Cimahi ia mendengar dari laporan beberapa tentangganya dan Pipiet pun menemukan bukti kalau laporan tersebut menjadi fakta karena di kolong tempat tidurnya ada beberapa potong CD seorang perempuan. Tak tahan dengan semua keburukan yang terjadi Pipiet menyerahkan semua keputusan kepada ayahnya ia pun bercerai dengan si Batak dan Pipiet kembali ke kampung halamannya dengan membawa buah hatinya yang sampai saat ini tidak diakui oleh suaminya.
            Masa-masa sulit terus menyapanya himpitan ekonomi, kasak-kusuk keluarga dan para tetangga, penyakit yang menjadi teman setia membuat Pipiet semakin pusing belum lagi anaknya butuh susu untuk tetap bertahan hidup, akhirnya ia hanya berusaha bekerja lebih keras lagi menulis menulis dan menulis dan menjajakan hasil tulisannya tersebut kepada para penerbit. Mungkin Tuhan masih menginginkan Pipiet untuk berjodoh dengan si Batak, ia kembali bertemu dengannya tapi kali ini si Batak lebih baik dan memberikan perhatian lebih pada anaknya, awalnya ia menolak ajakan rujuk dari mantan suaminya tersebut, tetapi keadaan yang memaksanya dan kemiskinan yang membuatnya bernyali besar untuk kembali kepelukan si Batak, akhirnya ia memantabkan diri untuk kembali rujuk dengan suaminya belum juga satu bulan masa pernikahan keduanya hal-hal menyakitkan yang dahulu ia dapatkan dari suaminya terulang lagi padalah suaminya sudah berjanji akan berubah dan tidak akan memperlakukan Pipiet dengan kasar tetapi namanya janji ya cuma janji.
            Kesedihan bertambah dua kali lipat perlakukan tidak mengenakan tidak hanya datang dari suaminya saja tetapi ibu mertua yang memang tidak menyukainya seakan-akan ikut berlaku tak adil pada dirinya. Sampai saat itu Pipiet sering sekali bolak-balik seorang diri ke RSCM dan mengantri ke PMII untuk mendapatkan beberapa kantong darah demi menaikan HB darahnya, suami yang berhati iblis tersebut tidak ingin meluangkan waktu untuk mengurusi keperluan isterinya tersebut ia akan berubah menjadi monster kalau Pipiet meminta bantuannya bahkan ketika Pipiet melahirkan buah cinta mereka ia dibiarkannya sendiri di rumah sakit tanpa dampingan dan kata-kata motivasi untuk dirinya, pernah suatu hari karena jadwal transfusinya sudah lewat batas dan HB darahnya hanya 4 gram Pipiet tidak di izinkan dokter untuk pulang karena hal buruk yang akan terjadi dan mereka tidak mau menanggung resiko, dengan berat hati Pipiet menyanggupi permintaan dokter walaupun ia tahu suaminya pasti tidak akan perduli padanya. Dengan persiapan yang tidak ada sama sekali Pipiet terpaksa tidak memakai baju pada malam hari karena ia hanya memiliki satu stel baju ketika dirinya dirawat bahkan untuk mandi saja ia tidak memiliki sabun akhirnya dengan memasang muka badak ia menelepon salah satu penerbit bukunya dan meminta honornya untuk di transfer, setelah honornya di transfer ia membeli dua potong daster ala kadarnya, beberapa makanan dan alat kebersihan, ketika sumianya tahu Pipiet bisa membeli semua itu ia kembali menuduhnya dengan dalil yang tidak-tidak Pipiet hanya bisa menelan pil pahit itu dan menyembunyikan sedihnya.
            Ya Allah sempat beberapa kali menitikan air mata ketika membaca novel Bagaiman Aku Bertahan semoga surga yang di dapat oleh Pipiet Senja dengan keikhlasan dirinya menerima semua takdir Tuhan. Penyakit seumur hidupnya, suami berhati iblis cobaan yang tak kunjung berhenting semoga bisa di tebus dengan indahnya istana Allah untuk dirinya.
            Sebenarnya masih banyak yang mau ditulis tapi karena mata sudah mengantuk dan besok harus kerja mau tidak mau harus menyudahi tulisan kali ini.






Tangerang, 22 Mei 2016
Indahnya Melukis hari


0 komentar:

Posting Komentar

 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design