Rabu, 26 Juli 2017

Mama I Love You


Tepatnya kejadian ini ketika aku masih duduk dibangku SMA. Peristiwa bodoh yang aku lakukan dengan sadar membuat kedua orang tua ku nyaris kehilangan nyawa. Pantas saja kalau seluruh keluarga besar menyalahkan dan memaki ku dengan sadis. “Dasar anak kurang ajar hampir aja orang tua kamu meninggal”. “Delapan orang  gw punya anak tapi ga ada satu pun yang kurang ajarnya seperti lw”. Kurang lebih seperti itu sumpah serapah kegeraman mereka pada ku. Tak satupun orang yang membela bahkan sampai bapak ku sendiri ikut menyalahkan ku, sampai ketika sanak saudara menjenguk aku tidak berani menampakkan batang hidung ku karena kalau sampai aku muncul dihadapan mereka entah apa yang akan terjadi.

            Semuanya berawal saat aku tergoda mengikuti rayuan teman untuk buka bersama disalah satu rumah mentri dengan diiming-imingi akan mendapatkan uang sebesar seratus ribu rupiah kenapa tidak aku fikir dapat menambah uang jajan aku iyakan saja, ternyata uang seratus ribu itu harus aku tukar dengan nyawa kedua orang tua ku. Sungguh hal bodoh yang aku sesali sampai saat ini. Karena kejadian itu ibu nyaris kehilangan kakinya menurut dokter kaki kanannya sudah tidak dapat diselamatkan dan jalan terbaik harus diamputasi berarti ia akan cacat seumur hidup, hari-harinya akan di lewati dengan satu kaki saja. Aku belum siap ya Allah dengan semua ini. Kondisi bapak masih cukup menguntungkan tangan kirinya saja yang patah. Sumpah demi Allah ternyata aku harus membayar mahal atas kesalah bodoh yang ku lakukan, apa lagi waktu itu bertepatan dengan bulan ramadhan dan sudah memasuki hari ketujuh beberapa minggu lagi idul fitri akan tiba masa ketika hari raya yang harusnya di rayakan dengan gembira dan penuh suka cita tetapi sebaliknya kami sekeluarga harus melewatinya dengan air mata. 

Sehari setelah kejadian nyaris aku seperti mayat hidup berjalan tanpa arah tujuan, seharian aku diam tak bicara satu dua kali tanpa sadar meneteskan air mata teman-teman yang melihatnya merasa aneh dan penasaran ada apa dengan diri ku yang biasanya ceria dan tertawa tanpa bisa menutup mulut. Bahkan ketika baru sampai di sekolah untuk menyembunyikan air mata, aku berjalan dengan cepat melewati guru piket yang sudah stand by di depan pintu gerbang dan berjalan tanpa mengucapkan salam, kebetulan sekolah ku cukup religius padahal bukan sekolah agamis. Akhirnya karena sikap tidak sopan ku itu dengan tegas guru tersebut menyuruh ku mengulang melewati pintu gerbang dan mengucapkan salam dengan sopan, seperti hamba pada tuannnya aku menuruti apa yang dikatakan guru ku itu. Ternyata ada satu guru yang menangkap sikap aneh ku itu akhirnya tanpa panjang lebar ai langsung menari ku seperti anak kucing dan mengajak ku bicara.

Awalnya ia menebak-nebak hal apa yang membuat ku menangis sepagi itu, apakah karena kenapa omel nenek atau kakek ku. Aku menggeleng menyalahkan semua tebakannnya dan akhirnya aku membuka mulut dan menceritakan alasan mengapa aku menangis.

“Orang tua saya kecelakaan dan itu karena saya” sambil menyeka air mata

“Innalillahi kenapa bisa?” guru ku bertanya dengan penasaran

“Karena tadi malam sampai jam dua belas saya belum pulang, akhirnya ibu dan bapak saya mencari saya. Mungkin karena ngantuk dan sudah lelah tabrakan pun terjadi” tanpa terasa sapu tangan yang ku genggap sudah basah dengan air mata yang ku seka beberapa kali.

***
Mungkin Allah ingin menghukum hambanya yang hina ini, aku berusaha untuk tidak mengingat-ingat kejiadian memilukan itu namun sepertinya Ia tidak rela dan sudah mengatur semuanya untuk ku. Memori menyedihkan selalu melesat-lesat dalam ingatanku.  Malam saat kejadian jam setengah dua dini hari aku melewati lokasi tabrakan kedua orang tua ku tapi sayang coba lima menit aku lewat lebih awal mungkin aku bisa bertemu dengan keduanya.  Apakah mungkin saat itu Tuhan masih baik dengan ku coba kalau sampai aku melihat kedua orang tua ku mungkin aku tidak kuasa melihatnya. Ya Allah aku shok sekali ketika mengetahui tempat tabrakan yang ku lewati adalah tempat yang hampir merenggang nyawa kedua orang tua ku. Setelah mengetahui itu sungguh aku terguncangnya dan tak dapat meneteskan air mata, rasanya seperti ada yang menyumbat kedua bola mata ku. Fikiran ku menari-nari tidak jelas berusaha meyakinkan diri kalau ini hanya mimpi dan saat ini aku sedang tidur di dalam kamar dan sudah sampai rumah dari kemarin sore.

            Saat itu ramadhan sedang menyapa penduduk bumi, subuh sebelum kejadian aku bersama keluarga masih sempat bercengkaraman ibu, bapak, kakak dan kedua adik lelaki ku. Tertawa bersama sambil menikmati hidangan sahur. Tidak ada hal aneh atau firasat yang dialimi salah satu diantara kami, kalau sebenarnya nasih buruk sedang mengintai keluarga ku. Pagi sebelum berangkat sekolah pun aku masih santai ketika pamit kepada keduanya sambil menggembol tas besar berisikan beberapa potong baju karena dari kelas enam sekolah dasar aku sudah tidak lagi tinggal bersama keduanya. Jarak tempuh yang cukup jauh dari sekolah memaksa ku meiyakan permintaan ibu untuk tinggal di rumah nenek dan seminggu sekali baru bisa pulang. Sebenarnya alasan jauh bukan semata-mata harus tinggal bersama nenek tapi karena keadaan ekonomi yang cukup melilit akhirnya untuk mengurangi jatah makan dan pengeluaran aku relakan untuk tinggal berjauhan dari mereka. 

***
Kecelakan itu berdampak sangat besar bagi kehidupan ku, sungguh sebelumnya aku sangat membenci ibu hanya kenangan pahit semasa kecil yang selalu ku ingat. Sikap kasarnya membuat aku berani menentang perintah dan kata-katanya, tidak sampai disitu saja aku selalu berfikir negatif padanya. Sedikit aku membuat kesalah akan berakibat buruk bagi ku, masih membekas dalam ingatan saat masih kecil aku sering sekali dimarahi olehnya dicuekin dan tak diperdulikan itu yang selalu aku rasakan. Bahkan dari kelas dua sekolah dasar aku  sudah terbiasa menyiapkan semua perlengkapan sekolah sendiri, sampai setiap kali berangkat sekolah aku harus memakai baju lecek yang tak disetrika itu terjadi sampai aku kelas enam sekolah dasar mungkin karena ia tak mau membuang waktu untuk mestrikanya. Pernah juga pada saat aku duduk di kelas tiga sekolah dasar karena salah membeli buku ia mengamuk dan menyuruh ku menjualnya, akhirnya aku harus mewarkan satu persatu kepada teman-teman di kelas berharap ada yang mau membelinya. Alhamdulillah salah satu teman mengajak ku ke rumahnya  dan disana aku bisa membujuk ibunya.

Tidak sampai disitu saja kenangan pahit akan dirinya. Waktu itu dengan uang jajan yang tersisa pas-pasaan aku membelikannya keripik singkong karena ibu suka dengan keripik singkong siapa tahu dia akan senang memakan keripik dari ku tetapi apa yang ku dapat “emang gw minta beliin” itu yang di ucapkannya pada ku betapa teririsnya hati ini kalau saja ia tahu demi membelikannya keripik singkong aku harus rela dimarahi supir angkot karena kurang membayar tarif. Dan akhirnya aku berfikir apa mungkin aku bukan anak kandungnya atau anak yang tertukar di rumah sakit tapi setelah aku bertanya kepada bapak apakah ada seorang ibu yang melahirkan pada hari yang sama ketika aku dilahirkan dan bapak menjawab ada tetapi ibu itu memiliki bayi laki-laki. Wajar kalau sampai aku berfikiran seperti itu karena ibu galak sekali dimata ku.

            Selain kenangan pahit itu aku juga memiliki kenangan yang membuat ku iri besar dengan kakak perempuan ku, yang memiliki sifat dan wajah yang cantik. Mungkin karena alasan itu juga aku selalu iri padanya belum lagi semasa kecil ibu selalu memberikan perhatian lebih padanya. Kebutuhan ia selalu di dahulukan oleh ibu terutama kebutuhan pribadinya. Pernah suatu hari ibu membelikannya baju aku sangat iri padanya kenapa hanya ia yang di belikan mengapa tidak dengan ku, akhirnya aku marah besar pada ibu dan menuduhnya tidak sayang dan tidak suka dengan ku, apa respon ibu atas tuduhan ku itu ia tidak perduli dengan kemarahan ku dan menganggapnya biasa saja. Aku fikir ia akan membelikan baju juga kalau melihat ku marah tapi tidak boro-boro ia mau pusing dengan kemarahan ku, yang ada kalau aku memakasa aku akan di pukuli olehnya.

***
            Sebulan setelah kejadian membuat ku merubah pandangan tentang ibu, dia lah satu-satunya orang yang tidak menyalahkan ku atas kejadian itu. Dengan ikhlas ia mengatakan kalau semua ini sudah menjadi tadir Allah walaupun pada malam itu ia tidak keluar mencari ku mungkin kecelakaan tetap akan menimpa dirinya, karena semua yang bernyawa harus dengan ikhlas menerima takdir yang Allah tetapkan. Kadang aku sedih melihat kepayahannya yang dahulunya ia dapat melakukan semua tugas seorang diri namun untuk mandi saja ia butuh bantuan orang lain, malam hari ketika semua orang sedang terlelap tidur ia harus sabar  menahan sakit di kakinya karena pada saat malam hari sakit yang dirasakan akan bertambah dua kali lipat, tidak sampai disana saja buang air kecil, air besar, mandi, merubah posisi tidur, memasangkan mukena dan semuanya harus di bantu oleh orang lain. Rutinitas harian ku pun bertambah sebelum berangkat sekolah biasnya aku menyempatkan diri untuk memandikannya terlebih dahulu kalau semua kebutuhannya sudah terpenuhi baru aku bisa tenang berangkat sekolah.

            Karena intensitas kami selalu bersama setelah kecelakaan itu membuat kami semakin dekat, walaupun sampai saat ini tidak pernah sekali pun mengungkapkan cinta antara satu sama lain tetapi karena kami sadar, kami membutuhkan satu sama lain untuk tetap bertahan hidup karena yang namanya keluarga adalah orang yang selalu akan dicari ketika masalah sedang tejadi. Terutama ibu ketika aku sakit dengan sentuhannya aku bisa sembuh kembali, ketika aku jatuh dengan uluran tangannya aku bisa berdiri tegak kembali, dengan dukungannya dalam setiap langkah ku membuatku berani untuk menghadapi tantangan. Terima kasih ibu karena keikhlasan mu mengandung ku membuat ku hadir di dunia ini.

Tangerang, 26 Juli 2017
Indahnya Melukis Hari

0 komentar:

Posting Komentar

 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design