Minggu, 09 November 2014

Proposal Pernikahan


***
Dua pasang mata saling memandang, sepertinya alam juga ingin menjadi saksi dengan takdir cinta yang di tetapkan Ar-Rahim kepada sepasangan anak Adam tersebut. Jalinan cinta yang di rajut dengan tasbih, kesabaran buah dari Qiyam yang hampir setiap malam, nafsu yang di bakar oleh shaum, langkah yang di terangi kalam ilahi, melahirkan cinta yang dikhususkan untuk keberlangsungan tongkat estafet dakwah dari sang Rasul.
          Ternyata mempersatukan kedua anak Adam dalam ikatan cinta sangat mudah bagiNya, Allah akan mentakdirkan skenario yang tidak dapat di tembus oleh logika manusia untuk mempersatukan hambanya sampai mereka yakin ini adalah takdir terbaik, terindah, terasik yang telah ditetapkanNya.
          Sejatinya manusia tidak akan pernah lepas dari kata cinta, sebab itu pula manusia tidak akan mampu mengtamkan cinta dalam hidupnya, karena dengan cinta dapat mengubah iblis menjadi malaikat, dengan cinta dapat mengubah bakhil menjadi dermawan, dengan cinta pula dapat mengubah kandang menjadi istana. Hawa di ciptakan hanya untuk Adam, Khadijah diciptakan hanya untuk Muhammad, Fatimah di ciptakan hanya untuk Ali, Zulaika di ciptakan hanya untuk Yusuf.
Tidak ada satu  katapun yang mampu memvisualisasikan arti dari sebuah cinta, akal manusia akan berubah drastis ketika cinta menyerang dirinya layaknya seperti anak kecil yang merengek minta di belikan gulali oleh Ibunya. Cinta mampu melumpuhkan diri seseorang sampai ia tidak tidak dapat berdiri tegak, setiap hari kepalanya akan dipenuhi oleh khayalan-khayalan tentang ia dan sang pujangga. Kemanapun kaki melangkah bayangan pujangga hatinya akan terus setia mengikutinya. Serasa bumi milik mereka berdua dan yang lain di ungsikan ke planet mars agar tidak ada satu orang pun yang mengusiknya.
          Tidak akan ada satu makhluk pun yang dapat menghindar dari takdir cinta yang sudah di gariskan oleh Allah, semua manusia akan menemukan tulang rusuknya masing-masing, sesuai dengan cara yang telah ditetapkanNya, karena semua makhluk yang terlahir di takdirkan memiliki pasangan hidup entah di alam dunia ataupun akhirat. Karena semua makhluk memiliki cinta dalam hatinya. Makadari itu ketika cinta datang sambutlah ia dengan cinta.


 
Proposal Penikahan
        “Dimata mu tersimpan cinta yang suci, berawal dalam pernikahan dari beda dunia” Alunan musik nasyid menggema seantero sudut menggetarkan hati siapa saja yang tanpa sengaja terbius suara nan merdu pemuda berusia sekitar 26, tubuhnya di balut dengan jas pengantin bewarna putih gading yang sangat sederhana, jas pengantin warisan kakaknya yang sudah terlebih dahulu menyempurnakan diennya lima tahun silam.
“Duhai pendampingku akhlak mu permata bagi ku, buat aku makin cinta tetapkan selalu janji awal kita bersatu bahagia sampai kesurga” potongan indah di ucapkan kembali oleh penganti pria dengan kelembutan suaranya, terdengar ganjal musik yang di nyayikan pada saat itu, biasanya pernikahan di kampung-kampung akan di dominasi dengan alunan gendang dan seorang biduan dibalut gaung seksi yang sedang melenggok-lenggokan badannya tanpa dosa diatas panggung namun seperti tamu undangan kali ini tidak memusingkan hal tersebut dengan suguhan musik yang di tampilkan seakan penduduk kampung sudah mengerti selera musik dari kedua pemuda yang menjadi pasangan halal di mata Allah pada saat ini.  
Pengantin wanita memandang lekat pria yang berada tepat di depan matanya, baginya lirik nasyid tersebut bukan hanya pelengkap kemanisan dalam pernikahan setiap insan tetapi seperti sebuah janji yang di ucapkan sehidup semati. Terbesit dalam fikirannya tau apa dia tentang cinta, bukankah sebelumnya ia tidak pernah mengenal cinta. Tetapi pada saat itu tiba-tiba cinta datang padanya dan dalam diamnnya ia berdoa semoga penganti pria tersebut merasakan hal yang sama.
“Maaf aku jika tak bisa sempurna karena ku bukan lelaki yang turun dari surga, ketulusan hati mu anugrah hidupku doakan langkah kita tak terpisah untuk selamanya. Tetiba butiran air memenuhi sudut pelupuk mata pengantin wanita. lengkap sudah potongan lirik nasyid yang di nyanyikan sang pengantin pria, jika diperhatikan lirik tersebut seperti sebuah kalimat yang sedang di rangkai sang penganti lelaki tentang kefakiran dan kekurangan yang dimilikinya, namun Allah mentakdirkan ia memiliki pasangan hidup yang hampir sempurna dimatanya dan jauh dari ekspetasinya.
Pengantin wanita hanyut dengan biusan suara indah suaminya detik seakan berhenti sejenak, semua tamu undangan menghentikan aktifitasnya seperti ada yang menekan tombol pause. Wanita mana pun akan merasa paling bahagia, merasa dirinya menjadi ratu sejagad semalam jika lelaki yang di tunggu-tunggu dalam hidupnya seromantis actor kawakan Leonardo ketika bertransformasi menjadi Romeo. Dirinya tak menyangka ternyata pangeran bekuda putih yang selama ini diimpikannya hadir juga dalam hidupnya dengan takdir yang tak pernah terbesit dalam lamunannya. Tamu undangan seakan memberikan moment spesial untuk pasangan tersebut menikmati hari bersejarah dalam hidup mereka.
***
          “mau kemana kita ka?” tanya seorang wanita dari balik punggung seorang pria yang sedang khusyu mengendarai sepeda motor, ia hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari wanita yang melingkarkan tangan kanan pada pinggangnya. Beberapa menit kemudian pertanyaan tersebut terjawab sudah. Mereka berhenti pada salah satu rumah makan sunda, hey bukankah itu pasangan muda yang menikah kemarin. Si pria bersuara merdua tersebut mengajak kencan istri yang baru halal dua hari lalu, kencan sederhana tanpa adanya kejutan atau kado istimewa yang disiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Setelah memarkir kendaraan keduanya bergegas meninggalkan tempat parkir dengan rasa malu tapi mau suami memberanikan diri untuk menggandeng tangan isterinya menuju dalam restoran. Suasana restoran yang sejuk di kelilingi pepohonan yang rindang seakan menyambut kedatangan mereka. Hembusan angin dan suara sungai buatan menjadi alunan musik terindah yang telah Allah khususkan untuk pasangan tersebut, bahkan ikan-ikan dalam kolam yang mereka lalui tidak mau ketinggalan menyambut kedatangan mereka. hembusan angin membawa memori sang isteri ke beberapa tahun silam.
***
Settingan berubah pada sebuah ruangan organisasi, terdapat seorang gadis mengenakan kerudung berwarna hijau toska yang hampir menutupi sebagian dari tubuhnya sedang asik berbicara. Wajahnya standar wajah orang asia, hidungnya cukup mancung, kulitnya hitam manis, tubuhnya tidak tinggi tidak pula pendek. Gadis tersebut sedang asik berbicara di depan teman-teman yang di dominasi laki-laki dan perempuan, matanya menyapu seluruh sudut ruangan sesekali matanya tertuju ke barisan tempat duduk laki-laki, namun pandangannya akan berhenti lama pada barisan tempat duduk perempuan. Setiap kali dirinya berbicara pasti tangannya tidak bisa diam, nada bicaranya sedikit cepat tetapi kalimat yang diucapkan tetap teratur seperti banyak ide didalam kepalanya yang sedang mengantri untuk segera di ucapkan, semua orang yang ada di dalam ruangan menikmati presentasi yang sedang berlangsung, dengan beberapa kali anggukan dari teman-temannya tanda setuju dengan ide yang di paparkan olehnya. Kepercayaan diri yang tersirat dalam wajahnya menunjukkan bahwa ini bukan pertama kali dirinya berbicara didepan khalayak ramai, nyali dan kepandaiannya melebihi postur tubuhnya tak jarang teman-temannya akan fokus setiap kali dirinya berbicara. Kalau boleh menebak sepertinya gadis tersebut adalah salah satu aktifis yang cukup diperhitungkan dalam kampusnya.
“Kalau menurut ane lebih baik baksos tahun ini kita adakan langsung di TKP, buat suasan yang berbeda dari tahun-tahun yang lalu” Nina menyampaikan idenya  
“ane setuju baksos tahun ini di adakan langsung di TKP”
Adit menyetujui ide yang di paparkan Nina
“berarti sehari sebelum acara kita harus ke TKP menyiapkan semua keperluan yang di butuhkan”
Timpal Rina yang duduk pada kursi barisan kedua
“saran ane yang ikhwan mabit aja di TKP gimana?”
“ok ane setuju, supaya ga terlalu repot besok paginya”
“afwan ukhti Rina anti berarti langsung buat surat izin kegiatan diluar”
“ok persiapan sudah mencapai 95 %, ada yang masih mau dibahas lagi?, kalau memang sudah tidak ada ane tutup syuro kali ini dengan membaca hambdallah, istigfar dan doa kafaratul majlis. Jazakallah perhatiannya Assalamualaikum Wr,Wb. Agung menyudahi kalimatnya.
***
          “ukhti kalau presentasi santai aja dong” ledek Qarimah yang tangannya selalu tidak bisa diam setiap kali sedang berbicara dengan sahabatnya tersebut betul saja kali ini ia mendaratkan cubitan nakal di pipi Nina “aw sakit, jerit Nina yang langsung mengusap-usap pipinya “tapi keren kan ide ane” Nina tak mau kalah, gantian mencubit pipi sahabatnya. “Rimah hari ini ane disuruh mampir kerumah umi, kira-kira kenapa ya?”, tanya Nina polos sembari terus berjalan menuju kantin “cie cie ada angin apa nih umi nyuruh anti dateng kerumahnya” dengan tersenyum jahil Qarimah menyenggol bahu Nina, langkah mereka terhenti disalah satu tempat duduk kantin. “mungkin ada hal penting yang mau Umi sampaikan kali Nin” ucap Qarimah diplomatis dan segera berjalan menghampiri tukang baso malang untuk memesan makanan. Nina hanya mengangkat bahu dan memiringkan sedikit kepalanya, karena hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya dirinya juga masih dibuat bingung maksud dari Murobbinya tersebut.
***
Qiyamulai seakan menjadi cara yang ampuh untuk dirinya mendapatkan jawaban tepat dari sang Kuasa, setelah sholat tahajud dan di tutup dengan witir Nina langsung beranjak berdiri mengambil sesuatu yang kemarin sore ditaruhnya diatas meja belajar, ia langsung bergegas kembali duduk diatas sajadah dengan langkah yang sedikit kurang percaya diri. Seperti sedang menerima beban yang amat berat ia menghembuskan nafas dan menggigit separuh bibir bawahnya. Matanya terpaku pada sesuatu yang berada tepat didepannya, sebuah benda yang mengingatkan ia dengan percakapan kemarin sore bersama Murrobinya.
“umi rasa kamu sudah cukup siap untuk melakukan proses ini Nin, ada ikhwan yang Umi rasa cocok untuk kamu”, ucap Umi Ida percaya diri. Nina hanya bisa mematung tak ada kata yang dapat menggambarkan rasa kagetnya tersebut. “ingat Nin dari segi kafaah dan kemampuan kamu terlihat sudah siap untuk menjadi seorang isteri” Umi Ida hanya berusaha mencarikan jodoh terbaik untuk orang yang sudah di anggap seperti anaknya. “jika kita ingin menikah, orang lain yang dapat menilai diri kita apakah sudah cocok untuk melansungkan sebuah pernikahan” Potongan percakapan tersebut yang diingat Nina dan langsung masuk kedalam limbik otaknya.
Butuh waktu beberapa menit bagi Nina mengumpulkan semua kemantapan hati untuk dapat membuka proposal yang menjadi tanya dalam benaknya, hanya dia dan Allah pada malam itu yang dapat menjadi saksi atas pencarian pendamping hidup, dirinya masih merasa fakir dalam ilmu terlebih lagi dengan umur yang terbilang masih muda segudang aktifitas dan impiannya belum dapat terealisasikan apakah semuanya harus ia korbankan demi sebuah pernikahan. Hal tersebut tidak dengan mudah bisa dijadikan alasan olehnya, mau bagaimana lagi ia tak berani menolak permintaan dari Murrobinya tersebut, orang yang sudah banyak berjasa untuk dirinya dalam Negeri perantauan ini. Dengan mengucap basmallah dan rasa percaya diri yang dibuat-buat ia membuka proposal tersebut. Lembar pertama yang dilihat olehnya belum mampu membuatnya kagum tetapi tidak dengan tiga pulu menit kemudian Nina sudah terlihat hanyut dengan segudang organisasi yang pernah diikuti oleh sang ikhwan. Satu dua kali ia mengucapkan kata “subhanallah” kontan hal tersebut mampu membuat Nina memberikan nilai plus untuk sang ikhwan bahkan Nina tidak mau melewatka setiap detail isi dari proposal yang di pegangnya, ternyata si penulis mampu membuat Nina mengagumi visi misi yang menjadi alasan dibalik dirinya ingin menikah, Galih Ramadhan Nugroho penulis dibalik proposal yang di pegang Nina, Nina mengangguk-ngagguk dan mengucapkan nama ikhwan tersebut. Usia mereka terpaut 5 tahun, Galih memiliki pekerjaan di bidang arsitektur. Ternyata bukan pekerjaan dan kemapanan Galih yang membuat Nina kagum visi misi yang menjadi alasan dibalik dirinya ingin menikah itu yang membuat Nina kagum “Visi Membina keluarga dakwah yang mandiri & kaya, Misi menjadikan keluarga sebagai sarana tarbiyah, menjadikan keluarga yang mandiri secara sikap (matang) dan mandiri secara financial (ekonomi), menjadikan keluarga yang kaya ilmu dan kaya amal soleh. Mata Nina terbelalak membaca apa yang Galih tulis sontak hal tersebut membuat gadis penyuka ice cream itu membuka halaman yang sama untuk kesekian kalinya.
 Ada senyuman kecil yang tersungging di bibir Nina setelah membaca isi dari proposal pemberian Umi Ida kemari sore, seakan ia sudah menyiapkan jawaban yang akan di beritahukan kepada Umi Ida. Tetapi ia tetap harus meminta jawaban dari sang Ar-Rosyid untuk memupuk rasa yakin atas pilihannya.
***
Dua minggu berlalu waktu yang di berikan Umi Ida kepada Nina untuk mencari jawaban yang tepat dari Ar-Rahim, hari ini akan menjadi hari pertama dirinya bertemu dengan ikhwan yang akan menjadi pasangan hidupnya, karena memikirkan hal tersebut membuat Nina tidak bisa tidur dengan nyenyak tadi malam, sampai siang ini pun Nina tidak bisa menyembunyikan rasa grogi dicampur rasa tidak tenang menjadi bumbu nerves yang ditaburkan di atas hatinya, bahkan ketika Umi Ida bertanya Nina meberikan jawaban yang tidak nyambung, mungkinkah akan seperti itu setiap orang yang sedang menjalankan fase taaruf? Otaknya akan berubah bodoh “Jangan menampakkan rasa grogi kamu Nin, kalau seperti itu kamu terlihat seperti orang ling-lung” pesan Umi Ida yang duduk bersebelahan dengan Nina, Umi Ida mampu membaca rasa nerves yang sedang menyelimuti Nina. Tiba-tiba Umi Ida menangkupkan tangannya di atas tangan Nina dan tersenyum sekedar untuk memberikan semangat.
“Afwan Umi, Nina deg-degkan” Timbal Nina dengan suara sedikit bergetar
“Kamu berdoa saja Nin, ga usah terlalu dirasakan karena Umi khawatir nanti kamu malah sakit perut karena nerves tersebut” Nina mengangguk mengiyahkan ucapan Umi Ida.
Tamu yang di tunggu-tunggu pun tiba sang ikhwan yang di antar oleh Murrobi dan isteri Murrobinya langsung bergegas memasuki rumah Umi Ida. Jantung Nina berdegup dengan kencang bahkan sudah tak berirama kedua telapak tangannya berkeringat untuk mendongakan kepalanya saja hanya sekedar mencuri pandang bakal calon pendampingnya tersebut ia tak mampu.  
“Nina perkenalakan ini Galih” ketika suami dari Umi Ida memperkenalkan Galih, Nina baru memberanikan diri untuk melihatnya, dan pertama kali hal yang terbesit dalam fikiran Nina adalah inikah calon laki-laki yang akan membawanya menuju surga Allah, inikah sang ikhwan yang memiliki visi misi yang teramat indah, inikah sang ikhwan yang akan mewarnai hari-harinya sampai maut datang menghampirinya. Nina memang tidak melihat foto yang diselipkan Galih dalam proposalnya, karena baginya visi misi yang dibuat Galih sudah cukup untuk meyakinkan dirinya tentang kepribadian calon pendamping hidupnya. Dari wajahnya Galih terlihat seperti seorang pekerja keras, hidungnya mancung, kulitnya bewarna sawo matang, mungkin tinggi badangnya sekitar 170-175, lesung pipit di wajahnya nampak dengan jelas dan matanya akan sedikit menyipit karena tarikan dari otot-otot diwajahnya saat ia sedang tersenyum. Ketika berbicara menunjukkan bahwa ia adalah orang yang cukup pandai, terlihat dari pemilihan kata dan jawaban yang tepat pada setiap pertanyaan yang diajukan, ia juga menunjukkan sisi kesholeh pada dirinya dengan selalu menjaga pandangannya sebelum adanya ijab-qobul. Sepanjang percakapan berlangsung Nina dan Galih tidak berani untuk memandang satu sama lain. Satu jam pun berlalu ada beberapa hal yang di tanyakan oleh masing-masing dari mereka tentang progres mereka setelah menikah dan beberapa kesepakatan yang dibuat tentunya tidak saling memberatkan satu sama lain.
“Ukhti ane harap anti tidak merasa keberatan kalau diadakannya checkup pra nikah?” Galih mengajukan syarat sebelum proses taaruf ini di tutup
“ya akhi ane tidak keberatan sama sekali, akan lebih baik hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan” dengan mantab Nina menyetujui syarat yang di ajukan Galih padanya.
“Alhamdulillah kalau memang sudah sama-sama setuju nanti Umi saja yang mengatur waktu dan tempatnya untuk kalian checkup”
Umi Ida menawarkan diri untuk membantu Nina dan Galih
***
          Setelah melakukan checkup pranikah mereka harus bersabar menunggu hasil dari pemeriksaan selama satu minggu. Dengan rasa dag dig dug, dengan rasa tidak sabar, dengan rasa khawatir semuanya pasti ingin segera mengetahui hasil pemeriksaan Nina dan Galih. Satu minggu pun berlalu, Nina, Galih dan Umi Ida duduk dengan tenang dalam ruangan dokter, ruangan yang memberikan kesan menakutkan untuk Nina terlebih lagi ada beberapa peralatan rumah sakit yang menurutnya aneh karena ia baru pertama kali melihatnya. “sebelumnya saya mau bertanya, boleh saya tahu alasan apa yang menjadi dasar di lakukannya checkup ini?” tanya dokter Rusdi penasaran. “checkup pra nikah dok” jawab Umi Ida dengan senyuman khasnya “jadi mereka berdua calon pasangan” dokter Rusdi tersenyum jahil nampaklah barisan gigi yang beraturan dengan rapih dibalik senyumnya mencairkan suasana dalam ruangan. Nina dan Galih sama-sama tersenyum tipis menanggapi pertanyaan sang dokter. “baik saya akan langsung menjelaskan hasil dari pemeriksaan Ibu Nina dan Bapak Galih”
***
Ruangan hening tampak tak berpenghuni, terdapat seorang gadis yang sedang mengadu kepada sang penentu takdir “Ya Allah sampai detik ini hamba belum mampu ikhlas” batin Nina dalam hati. Dikamar kossan yang hanya satu petak Nina seorang diri meratapi rasa sedihnya tanpa ada satu orangpun yang dapat meminjamkan bahunya untuk bersandar dalam sedih, mengenggam kedua tangannya untuk menopang rasa sedihnya dan tak ada yang dapat menyeka air mata Nina yang sudah membanjiri wajahnya, ia hanya bisa bertanya dalam sepi tanpa menemukan jawaban dari pertanyaannya itu. Dirinya tidak menyalahkanNya ketika suratan takdir ini yang terjadi, kodratnya sebagai manusia memaksanya untuk meratapi keinginannya yang tidak dapat terealisasikan. Nina butuh waktu untuk dapat menenangkan dan meyakinkan bahwa hal ini menjadi jawaban terbaik dari Al-Qowwi. Bukannya ia merasa bahwa masih belum siap untuk menjadi seorang isteri, bukannya ia merasa bahwa pernikahan akan menghentikan jalan aktifitasnya, bukannya ia meresa bahwa ia masih fakir dalam ilmu keagamaan. Jadi apapun yang terjadi pada proses taaruf ini tidak akan membuatnya berlarut dalam kesedihan. Tetapi gagalnya taaruf menjadikan pukulan terdahsyat dalam hidupnya. Titik terendah yang pernah ia lewati adalah pada saat ini, rasa sedih yang mampu mengalahkan rasa sedihnya ketika ditinggal sahabatnya Qarimah yang sudah di persunting.
          Jam sudah menunjukkan pukul 23.30 wib Nina masih belum bisa menghentikan air matanya, jawaban dari dokter Rusdi tadi siang masih saja menari-nari dalam fikirannya tentang dibalik alasan dirinya tidak dapat melanjutkan penikahan ini. Ia dan Galih sama-sama meliki gen carier atau Thalasemia, yang bila menikah akan berpotensi untuk memiliki anak thalasemia.  Awalnya Nina masih di buat bingung dengan jawaban tersebut karena dengan keterbatasan ilmu yang ia miliki. Galih saat itu terlihat mematung dirinya syok dengan pemaparan dari dokter Rusdi, dengan spontan kedua tangan Umi Ida langsung menutup mulutnya. “apakah penyakit tersebut sangat parah dok” tanya Nina penasaran “saya terpaksa harus mengatakan ya” jawab dokter Rusdi diplomatis  “apakah ada cara yang bisa kami lakukan untuk menghindari hal tersebut” tanya Nina dengan harapan ia dan Galih masih bisa menikah, wajahnya masih menyimpan banyak tanya saat itu “hal yang terbaik adalah meridhoi tidak terjadinya pernikahan, karena sampai saat ini penyakit tersebut belum ditemukan obatnya” dokter Rusdi pasrah dengan jawabannya. Nina sudah tidak mampu membendung air matanya walaupun ia masih tidak mengerti efek yang lebih spesifikasi dari penyakit tersebut, “saya akan menjelaskan tentang penyakit thalasemia lebih rinci, agar Ibu Nina dan Bapak Galih bisa mengambil jalan yang tepat setelah ini” dokter Rusdi merubah posisi duduknya wajahnya mulai menampakan keseriusan “Thalasemia adalah sekelompok gejala atau penyakit keturunan yang diakibatkan karena kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai amino yang membentuk hemoglobin, sebagai bahan utama darah” sampai disini Nina sudah sedikit memahami apa yang dokter Rusdi katakan “darah manusia terdiri atas plasma dan sel darah yang berupa sel darah merah (eritrosit) sel dara putih (leukosit) dan kepingan darah (trombosit). Seluruh sel darah tersebut  dibentuk oleh sumsum tulang, sementara hemoglobin merupakan salah satu pembentuk sel darah merah. Hemoglobin terdiri dari empat rantai asam amino (dua rantai amino alfa dan dua rantai amino beta) yang bekerja bersama-sama untuk mengikat dan mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Rantai asam amino inilah yang gagal dibentuk sehingga menyebabkan timbulnya thalasemia” terlihat dari wajah dokter Rusdi bahwa dirinya juga ikut sedih dengan hal yang menimpah Nina dan Galih ketika menjelaskan hal tersebut. “apakah akan ada resiko besar jika pernikahan ini tetap di langsungkan?” tanya Umi Ida dengan suara yang terdengar bergetar. “anak yang menderita thalasemia akan mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice) luka terbuka dikulit (borok) batu empedu, pucat, lesu, sesak nafas karena jantung bekerja terlalu berat, dan aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang terutama tulang kepala dan wajah. Bahkan akan terjadi gagal jantung karena disebabkan seringnya tranfusi berulang, penyerapan zat besi meningkat dan kelebihan zat besi tersebut terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung. Umi Ida sudah tidak kuat dengan pemaparan dari dokter Rusdi dirinya juga menangis dengan hal yang menimpa Nina dan Galih. Bagaikan di siram air es satu truck Nina tidak dapat membayangkan kemungkinan buruk yang dipaparkan dokter Rusdi. Posisi dokter Rusdi saat itu memang harus berkata benar tentang kondisi Nina dan Galih, karena jika tidak maka Nina dan Galih akan menyesal di masa depan. “tidak hanya sampai situ saja” lanjut dokter Rusdi “resiko terburuk yang akan terjadi pada anak yang menderita thalasemia adalah usia darahnya tidak sampai 120 hari dan bersifat rapuh dan mengharuskan seumur hidupnya cuci darah minimal 1-2 kali per bulan. Selain itu perkembangan fisiknya tidak normal, terlihat begitu pucat dengan kulit menghitam karena penumpukan zat besi (akibat cuci darah terus menerus) usia mereka biasanya hanya bertahan di 20 tahunan karena tubuhnya tidak akan kuat untuk bertahan lebih lama” dokter Rusdi langsung menghembuskan nafas yang berat dihadapan mereka bertiga setelah menjelaskan hasil checkup. Bahkan Galih pun menyeka ujung matanya dengan sapu tangan, kenyataan perih yang mengiris hati. Kesimpulan yang dapat Nina ambil dari pemaparan dokter Rusdi tadi siang adalah jika penikahan ini berlangsung maka akan berakhir pada kemodharatan yang cukup besar, tujuan menikah dalam mencetak generasi terbaik untuk agama ini akan menjadi sirna ketika dirinya dan Galih sampai menikah. Dan yang paling menderita adalah anak mereka karena harus menanggung sakit seumur hidupnya.  
***
Dua bulan berlalu, waktu yang cukup berat bagi Nina untuk menghilangkan bayangan Galih dalam benaknya, ikhwan yang nyaris sempurna pada zaman sekarang ini. Hanya Umi Ida yang menemaninya menghadapi fase terberat dalam hidupnya itu, mau mengadu pada siapa lagi kalau bukan kepada Allah dan Umi Ida, karena mengumbar taaruf yang gagal bukan kebiasaan akhwat yang memiliki gelar militan. Sampai saat ini Nina masih berusaha untuk bangkit kembali dan tidak meratapi takdir yang Allah tetapkan untuk dirinya. Pada saat dirinya berusaha untuk bangkit kembali dalam keterpurukan ini dirinya harus ikhlas menghadapi kenyataan yang akan terjadi. Dan ketika dirinya berusaha untuk bangkit, lagi-lagi hal menyedihkan menyapa hidupnya kembali undangan pernikahan berwarna merah tua bercampur gold dan dibalut pita berwarna krem membuat wajah Nina sedih terdapat nama Galih Putra Santoso dalam undangan tersebut. Awalnya Umi Ida ingin menyembunyikan undangan tersebut dari Nina namun cara tersebut ia rasa tidak akan membuat Nina belajar dari musibah yang menimpanya. Ternyata awan mendung masih setia menemani hari-hari Nina. Apakah Tuhan begitu jahat kepada dirinya, tidak Nina Tuhan tidak tidak jahat ia hanya ingin memberikan jalan indah kepada hambanya yang amat mencintainya. Dan yang berhak menentukan setiap insan untuk menempati tempat teristimewa pada hari akhir.
***
“selamat ya Nin akhirnya kita lulus juga, selamat juga karena kamu berhasil menjadi mahasiswi dengan nilai terbaik” peluk Qarimah bahagia “jangan lupa teraktir ya, awas kalau engga” bisik Qarimah jahil sambil melepaskan pelukannya. Nina tersenyum lebar menanggapi tingkah sahabatnya tersebut, tidak lama kemudian suami Qarimah menghampiri dirinya dan Qarimah yang sedang asik mengobrol. Ada rasa iri yang tersirat di balik wajah bahagianya, suami Qarimah memberikan setangkai mawar merah atas keberhasilan isterinya yang sudah lulus, mungkin dulu kalau ia dan Galih sampai menikah hal yang sama akan ia rasakan juga untuk hari ini. “astagfirullah kenapa si aku” ucap Nina berbisik dan segera menghapus khayalan dalam benaknya. Dirinya tidak boleh berandai-andai dengan kenyataan yang sudah terjadi. Ingat Nin iblis yang membuat skenario khayalan di otak mu itu, bangkitlah lah dan bersiap siagalah untuk menyambut skenario indah yang akan menjadi pelengkap hidupmu. Karena Allah sedang menyiapkan kejutan istimewa untuk mu yang selalu membela agamanya.
Hari, minggu, bulan dan tahun berlalu hari ini ia dipusingkan dengan kegagalannya untuk yang kedua kalianya taaruf. Mungkin bukan rasa sedih yang ia rasakan lebih tepatnya lagi rasa muak dan benci kepada ikhwan tersebut bagaimana tidak muak dengan alasan dirinya kurang putih dan kurang tinggi kata ikhwan yang dijodohkan dengannya. Alasan yang menurutnya tidak wajar, ia harus sabar menghadapi realita bahwa ikhwan zaman sekarang yang sudah membelot ketika mengartikan pernikahan dalam mencari calon isteri. Yang hanya menomor satukan penampilan fisik saja. Mereka salah besar jika hanya penampilan fisik yang menjadi alasan pertama untuk menikah, sampai kapanpun Allah akan membuat jalan buntu bagi mereka yang seperti itu. Desah Nina dalam hati. Tetapi bagaimana pun rasa sedih itu tetap ada. Ia bertanya dalam hatinya apakah niat pernikahannya masih ada yang salah, ia tak memasang target tinggi. Sabar Nina jangan berputus asa, tunggulah sampai waktunya tiba dan kau akan menyadarinya bahwan wanita baik-baik hanya untuk laki-laki baik-baik pula. Berkhalawat tidak akan di ridhoi oleh Allah, biarlah semua ikhwan dan akhwat yang berada di luar sana yang sudah tidak mementingkahn harga dirinya demi cinta semu dari dunia yang semu ini. Ingat Nin Allah pastikan bersamamu jika kau selalu bersamanya.
***
“kapan kamu mau pulang Nin, sudah lima bulan kamu tidak menjenguk Ibu dan Bapak” keluh Ibu dari seberang pesawat telephon “ya Bu Insyallah kalau semua pekerjaan Nina sudah selesai, Nina langsung minta cuti dan pulang kerumah” jawab Nina pasrah mendengarkan keluhan Ibunya “Ibu sama Bapak nunggu kamu cepet pulang ya, oh ya Nin masih ingat Assad teman SD dan ngaji kamu dulu?” tanya Ibu penasaran “Assad hmmmm” Nina mencoba menggalih memorinya “Aduh Nina udah lupa Bu, memang kenapa?” tanya Nina santai “teman kamu itu baru pulang dari Mesir hebat ya” puji Ibu berlebihan dengan semangat “coba nanti Nina ingat-ingat dulu ya Bu tentang Assad” ledek Nina kepada Ibunya “Ibu sama Bapak tunggu kamu bulan depan ya untuk pulang” ucap Ibu sedikit memohon kepada anak semata wayangnya “Insyallah Bu”.
Nina bingung dengan obrolannya dengan Ibu, kenapa pula Ibu harus menyinggung tentang Assad, Ternyata percakapan dengan sang Ibu membuatnya penasaran untuk mengingat kembali tentang masa-masa kecilnya dulu, dirinya mana mungkin lupa dengan Assad yang selalu berada tepat tiga langkah dibelakangnya. Hanya Assad teman yang menurutnya cerdas pada saat masih SD ia sudah mampu memimpikan untuk dapat belajar keluar Negeri dengan mendapatkan bea siswa, ternyata impiannya terkabul setelah empat tahun dirinya mondok di Gontor ia mendapatkan nilai terbaik dan lantas mampu merbangkannya ke negeri Fir’aun. Impian setiap pemuda di kampungku pada saat itu, bagaikan menerima hadiah istimewa dari Tuhan Assad mampu membuat siapa saja iri dengannya, sambil menyelam minum air pasti kepulangannya dari negeri pyramid itu ia sudah menggandeng wanita berwajah Cleopatra yang menjadi pemanis kehidupan pernikahannya. Itulah yang dikatakan setiap pemuda yang memberikan selamat kepada Assad sebelum kepergihannya.
***
“Assalamualaikum Bu, Pak” Nina mengetok-ngetok pintu rumahnya jam sudah menunjukan pukul 03.00 malam, setelah ucapan salam yang ketiga kalinya Bapak membukakan pintu Nina langsung meraih tangan Bapak dan menciumnya. Karena mendengar suara Nina di luar, Ibu langsung bangun dan bergegas menyabut anak gadisnya tersebut “pulang juga Nin” ucap Ibu sambil sedikit menguap “kan Nina kangen sama Ibu dan Bapak makanya Nina pulang” jawab Nina sekenanya dan memberikannya pelukan hangat untuk menghibur hati Ibu “kamu kalau Ibu engga suruh pulang juga, kamu engga akan pulang Nin” ucap Ibu sembari melepaskan pelukan Nina “Bu Nina capek banget, Nina langsung masuk kamar ya” Nina berjalan meninggalkan Ibu dan Bapak yang masih ingin melepas rindu. Setelah membuka pintu Nina langsung menaruh barang yang dibawanya pada sudut kamar, ia sudah tidak bisa melawan rasa kantuk dan lelah yang menyerangnya secara bersamaan setela kurang lebih melakukan perjalanan selama 12 jam menggunakan bis. Tidurlah menjadi jawaban paling terampuh baginya.
Jarum jam sudah bertengger tepat di angka 5, Bapak mengentuk pelan pintu kamar Nina setelah mendengar Nina mengucapkan kata “Nina sudah bangun” spontan Bapak menghentikan ketukannya. Mata Nina mengkerjip-kerjip menatap langit-langit kamarnya mengusir kantuk yang masih setiap menghuni matanya, setelah berusahan mengumpulkan nyawanya ia bergegas membuka pintu kamar dan menuju kamar mandi. Selepas sholat subuh ia urungkan niatnya untuk masuk dapur boro-boro mau membantu Ibu memasak, matanya masih tidak bisa di ajak kompromi satu setengah jam mana mungkin bisa mengusir kantuknya. Nina menuju tempat tidurnya kembali menarik selimut dan melanjutkan mimpinya yang sempat bersambung, Ibu dan Bapak sudah memaklumi membiarkan Nina melanjutkan mimpinya dan melepas kangen pada kamar yang menyimpan banyak kenangan manis pada masa kecil dan remajanya. Kamar yang menjadi saksi Nina bekerja keras pada saat di bangku SMP dan SMA, Nina memang gemar mengumpulkan kalimat motivasi dari beberapa orang sukses di belahan dunia ini. Ia rajin sekali menulis dan memberikan hiasan pada kalimat motivasi tersebut mungkin sipapun yang melihatnya akan terguguah untuk mengikuti sihir dari kalimat motivasi tersebut. Pantas saja ia mampu menyabet beberapa piagam penghargaan dari berbagai lomba yang mengisi masa-masa SMP dan SMA nya, beberapa lomba yang di ikutinya mulai dari lomba matematika, SAINS sampai lomba debat bahasa inggris, piagam tersebut memberikan kesan yang berbeda pada dekorasi ruangan tidurnya. Orang tua mana yang tidak bangga dengan memiliki seorang anak gadis yang mampu mengharumkan nama keluarga. Beberapa pemuda yang tinggal di kampungnya pun kadang menyampaikan niat untuk mempersunting Nina, namun di tolak dengan halus oleh Ayah karena alasan Nina yang masih sibuk di Jakarta.
***
          “Nin umur kamu tuh sudah mau menginjak usia 26 tahun waktu yang tepat untuk mendapatkan pendamping hidup”
Nina yang sedang mengunyah makanan langsung menghentikan aktivitasnya dan memandang Ibu dengan seksama, hatinya berbisik pertanyaan yang selama ini di bayangkannya akhirnya terucap juga oleh Ibu, Nina tidak memiliki kekuatan untuk dapat menjawab pertanyaan yang dialamatkan kepada dirinya ia hanya mampu menghembuskan nafasnya dan melanjutkan aktivitasnya kembali. Ia sudah kehilangan nafsunya untuk menghabiskan makanan dalam piringnya, Ibu mampu menghujam hatinya.
Pertanyaann yang lontarkan Ibu mampu membuat Nina mengurung diri dalam kamarnya mengingat kembali proses taaruf beberapa tahun silam yang sempat membuatnya berderai air mata, kontan hal tersebut mengusik hari-harinya hal yang susah payah ia lupakan dengan deraian air mata yang tak terhitung. Dua tahunnya untuk melupakan dua ikhwan yang memberi rasa berbeda dalam hatinya di kalahkan dengan sepuluh menit pertanyaan Ibu. Ia memandang langit lekat-lekat dari jendela kamarnya hari ini tidak ada bintang yang nampak satu pun gumpalan awan hitam yang dilihatnya mewakilkan perasaan hatinya saat ini. Menurutnya ia harus belajar memupuk rasa sabar yang lebih selama berada dirumahnya, karena pasti hal tersebut akan terulang kembali. 
Malam panjang penuh dengan kesedihan pun berlalu dengan lambat seakan malam merangkak untuk menuju pagi geraknya lamban membuat Nina melewati malamnya dengan suram. Awalnya ia malas untuk sarapan bersama Ibu dan Bapak pasti topic yang sama kemarin akan didentangkan kembali oleh Ibu bagaikan makanan pembuka pagi ini, benar saja Ibu masih sama memberikan pertanyaan yang tidak mampu untuk di jawab Nina paginya sudah di sambut dengan pertanyaan yang mengusik batinnya. Malah Bapak terlihat tidak terlalu memperdulikan pertanyaan yang di lontarkan Ibu, Bapak masih sama melakukan aktivitas seperti lima menit yang lalu menikmati nasi goreng buatan Nina anak semata wayangnya. Sudah dua hari ini Ibu mengajak Nina  untuk membuka memori yang sudah lama terpendam dalam otaknya Ibu terus saja membahas tentang satu nama yang menjadi tanda tanya untuk Nina. Setiap ditanya oleh Ibu Nina akan pura-pura lupa dengan Assad, sebenarnya Nina tidak lupa sama sekali tentang Assad bagaimana ia bisa melupakan Assad hampir separuh masa kecil dan remajanya ia lewatkan bersama Assad teman ngaji yang di jodoh-jodohkan teman-temannya ketika mereka bersama-sama mengaji di surau kampung, tapi kondisinya saat ini berbeda dengan masa lalu mana mungkin Assad mampu mengalihkan pandangannya dari pesona Cleopatra yang lalu lalang di Negeri tempatnya menimba ilmu, seekor serigala tidak akan mampu melewatkan daging segar yang disuguhkan untuknya. Ia hanya berkilah setiap kali nama Assad yang terucap dari mulut Ibu Nina hanya tidak mau membahas ikhwan yang satu itu.  
***
Selama di rumah Nina banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar, untuk keluar dan menyapa tetanggnya pun Nina tak mau, bagaimana tidak pasti setiap orang yang di temuinya akan bertanya hal yang sama kepada dirinya. Nikahnya kapan neng? Itulah tidak enaknya tinggal di kampong, setiap ada anak gadis yang sudah cukup untuk menikah namun masih melajang harus siap-siap menghadapi hujatan pertanyaan yang sama.
“Ya Allah jika pernikahan adalah kemanisan dan kenikmatan yang ditunggu-tunggu oleh seluruh insan pada saat ini hamba sudah menginginkannya, jika pernikahan adalah jalan terbaik untuk melepaskan kungkungan kelajangan pada saat ini hamba sudah menginginkannya, jika pernikahan dapat mengetuk pintu surga untuk mempermudah hamba menuju ke jalan tersebut pada saat ini hamba sudah menginginkannya, dan jika pernikahan mampu membuat kedua orang tua hamba mengehentikan pertanyaan yang sama setiap harinya pada saat ini hamba sudah menginginkannya. Nina mengklik kata post pada layar telepon genggamnya dan beberapa detik kemudian quote yang di buatnnya pada jejaring sosial tumblr sudah terpampang dalam akunnya tersebut.
Malam ini langit masih sama membungkus bumi dengan warna kelabunya, tak ada satu bintangpun yang menampakkan senyumannya. Hati Nina sesuram cuaca pada malam itu membuatnya sedih. Nina sangat menyukai hujan tetapi ia tidak suka dengan warna kelabu efek dari hujan tersebut, karena ketika angkasa berubah menjadi suram hatinya akan merasa sedih.
***
Selepas makan malam Ibu mengutarakan alasan sebenarya menyuruh Nina untuk pulang “Nin Ibu sudah tidak bisa lagi menunggu kamu mendapatkan calon pendamping pilihan kamu sendiri, sudah terlalu lama Ibu menunggu kamu memberitahu Ibu dan Bapak tentang laki-laki yang mampu menarik hati dan perhatian mu, Ibu berusaha untuk bersabar menunggu hal tersebut tetapi sampai usia mu yang sudah hampir 26 tahun kata tersebut tidak sekali pun pernah terlontar dari mu Nak” Ibu berbicara dengan lembut nafasnya diatur sesuai dengan intonasi suaranya tangan Ibu menggenggam pundak Nina yang duduk disebelahnya. “maafkan Nina bu kalau ternyata Ibu dan Bapak menunggu lama untuk Nina memberitahukan laki-laki yang mampu mengisi hati Nina” Nina tak mampu menatap mata kedua orang tuanya matanya hanya mampu menatap ubin semen bewarna kuning ruang tamunya. Akhirnya Nina memantabkan hatinya pada malam itu untuk memberitahukan proses taaruf ia dengan Galih yang gagal. Nina menceritakan secara detail tentang kesamaan ia dan Galih yang memiliki gen carier. Ibu berusaha untuk menghibur Nina dan tidak lagi berlarut dalam kesedihan seorang diri. Nina sudah bias menebak kearah mana pembicaraan ini bermuara, terlebih Ibu dan Ayah selalu membahas topik ini selama satu bulan kebelakang. Malam ini ia pasrah dengan siapa dirinya akan di jodohkan bukankah ridho Allah itu ada pada ridhonya orang tua, Ibu dan Ayah pasti sudah memikirkan dan mempertimbangkan hal ini dengan baik. Sipapun ia yang terpenting soleh karena soleh dapat mengalahkan segala kenikmatan di dunia ini. Rajin membaca qur’an, menjalankan sunnah Rasul, dan bertutur kata baik ia akan rela dijodohkan olehnya.
“Bapak tau Nin mungkin kamu akan kaget setelah mendengar apa yang nanti Bapak dan Ibu sampaikan” kata-kata Bapak memecahkan kesunyian diantara kami bertiga tetapi intonasi suara Bapak tidak mampu mengalahkan desingan jangkrik di luar sana. “ini sudah renca kami untuk menjodohkan kamu dengan Assad” Nina kaget bukan kepalang mendengar Nama Assad keluar dari mulut Bapak. Apakah ia tak salah dengar tentang satu nama itu. Ada tanda tanya besar sekarang yang mengisi fikiran Nina. “mengapa harus Assad bu? Tidak kah ada yang lain yang akan Ibu jodohkan untuk Nina” sontak pertanyaan tersebut keluar dari mulut Nina, dirinya juga kaget mengapa pertanyaan tersebut yang keluar. Ia hanya tidak mau nasibnya sama dengan tokoh yang ada pada buku yang pernah dibacanya pudarnya pesona Cleopatra si isteri yang nelangsa menghadapi sikap acuh suaminya karena dirinya tak secantik bidadari-bidadari dari negeri Fir’aun tempat studi suaminya. Apakah dirinya akan merasakan hal yang sama. Jika menikah dengan Assad.   
“Assad sendiri Nin yang menunjuk kamu untuk menjadi isterinya” ada senyuman diwajah manis Ibu. Ibu melanjutkan ucapannya, dulu sebelum Assad pergi ke Mesir ia sangat menghawatirkan hal ini, apakah nanti setelah ia pulang dari Mesir kamu sudah di sunting orang, ataukah nanti ketika ia pulang dari Mesir kamu sudah memiliki beberapa anak buah dari pernikahanmu dengan orang lain. Bahkan Assad sempat berfikir untuk menolak bea siswa tersebut, tetapi Ibunya  memantabkan Assad untuk melanjutkan studinya ke Mesir dan menitipkan mu pada Allah, dengan bermodal doa yang selalu di lantunkan kepadaNya ia percaya bahwa Allah yang akan menjaga mu untuk tidak menikah dengan orang selain dirinya. Sebelum pergi ke Mesir tadinya ia ingin mengutarakan niat untuk mempersunting mu Nin setelah kembalinya ia dari Mesir, tetapi ia mengurungkan niatnya karena mana mungkin ia yang berasal dari keluarga yang serba kekurangan mampu mempersunting putri kepala desa. Mungkin sekembalinya ia dengan mengandeng gelar istimewa yang bersanding dengan namanya dapat menjadiknnya ia pantas memiliki pendamping seperti mu. Sekembalinya dari Mesir ketika mengetahui bahwa kamu beli menikah ia selalu membujuk Ibunya untuk segera mengutarakan niatnya melamar mu Nin. Butiran-butiran bening jatuh satu demi satu dari pelupuk matanya, ia sangat kagum dengan skenario yang Allah gariskan padanya. Sedikit-demi sedikit ia mengerti ternyata ada pangeran soleh yang selalu memanjatka doanya untuk dapat membina rumah tangga bersamanya.
“kalau kamu setuju pernikahan akan di langsungkan dua hari kemudian, karena Assad sudah harus bekerja di salah satu pesantren modern di Bandung” Nina hanya bisa mematung memandang kedua orang tuanya skenario apa yang sedang Ar-Rahman atur untuk dirinya. Tuntas sudah malam itu ia membuang jauh-jauh rasa sakit yang pernah terjadi pada dirinya tentang proses taaruf yang kandas, proposal yang di tolak mentah-mentah ternyata itu semua dibayar oleh Allah dengan harga yang sangat mahal. Ternyata Assad sudah lama memendam kagum pada Nina, dan ternyata ada satu nama yang sedang memantaskan dirinya untuk dapat menikah dengan Nina. Assad pun sempat bingung ketika mendapatkan bea siswa dari Mesir apakah harus ia terima karena untuk mendapatkan predikat LC dari sana bukanlah hal mudah ia pastinya harus bersusah payah dan menghabiskan waktu yang lama untuk mengejar gelar LC, terlebih lagi Nina teman kecil yang memiliki perhatian khusus dihatinya mungkin  saja dipersunting orang lain. Namun alasan tersebut ia enyahkan dalam benaknya dirinya percaya di pertiga malam ia bisa merayu Allah tentang hal tersebut, ia selalu berdoa kepada Allah semoga Nina masih tetap single sampai dirinya sudah mampu untuk mempersunting Nina. Assad dengan lulusan salah satu universitas ternama di Mesir dengan segudang prestasi yang di raihnya ditambah predikat cumlud yang menghiasi ijazahnya mampu meluluhkan hati Nina, dan ternyata ada satu hal yang tidak pernah di lupakan oleh Nina kelembutan hati Assad sejak masa kanak-kanak dan remajanya yang masih bisa di rasakan Nina sampai saat ini.
Setelah di mabuk kepalangan dengan kenyataan Assad memiliki niat untuk mempersunting dirinya tak lupa Nina meminta nasehat dari Umi Ida ia berbincang lewat pesawat telephon sampai larut malam mengenai langkah apa yang harus ia tempuh, Umi Ida menyarankan Nina untuk meminta jawaban terbaik dari Allah.   
***
Dua hari pun berlalu pernikahan sederhana yang dihadirkan oleh sanak keluarga dari dua mempelai, dan beberapa tetangga menjadi episode indah untuk Nina dan Assad, pernikahan dengan persiapan yang sangat minim dan harus mengkerahkan banyak tenaga demi terwujutnya pernikahan ini. Mereka gotong royong dari hal masak, memasang tenda, menyiapkan dekorasi, menghubungi penghulu semuanya di lakukan bersama-sama, seakan ikut bersuka cita memeriahkan pernikahan Nina dan Assad.
Assad menepuk pundak Nina membuyarkan lamunan dalam fikirannya “kamu mau makan apa isteriku yang hitam manis” tanya Assad penuh romantis senyuman khas Assad yang masih sama seperti dahulu menghiasi wajahnya.
Mungkin ini bukan kisah romantic atau kisah cinta terbaik yang dapat mengalahkan kisah romeo dan Juliet, kisah Jodhan dan Akbar, atau kisa Nabi Lukman dan Ratu Bilqis. Namun kisah cinta yang terjadi dalam kehidupan kita masing-masing adalah kisah cinta yang paling menarik, berharga, yang mampu menerbangkan diri kita sendiri. Pernikahan indah yang di tunggu-tunggu oleh semua wanita, pangeran berkuda putih atau kah abu-abu itu tak jadi masalah ketika pangeran tersebut sudah mampu menerobos benteng terkuat dalam hati seorang wanita makan kata pantaslah yang keluar menjadi ucapan setiap orang. Ternyata memupuk rasa sabar dan deraian air mata itu satu hal yang amat penting bagi siapa saja yang bersedia mengizinkan Allah mengatur kisah cintanya. Dan percayalah di luar sana mungkin ada seseorang yang sedang merayu Allah siang dan malam untuk menjadikan kita sebagai pendamping hidupnya untuk bersama-sama membangun benteng dakwah dalam sebuah pernikahan yang halal. Semoga siapapun kalian yang selalu menjadikan agama Allah sebagai lahan dakwah tidak akan terkalahkan dari sikap iblis yang selalu mengganggu jalan halal kita menuju pernikahan. Sadarlah bahwa ghodul bashor itu nikmat dan berkhalawat itu menyedihkan. Ayoooo sama-sama meraih surga Allah denga pasanga halal yang di takdirkan untuk kita.
And Ini kisah ku bagaimana kisah mu?

0 komentar:

Posting Komentar

 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design