***
Dua pasang mata saling memandang, sepertinya alam juga ingin
menjadi saksi dengan takdir cinta yang di tetapkan Ar-Rahim kepada sepasangan
anak Adam tersebut. Jalinan cinta yang di rajut dengan tasbih, kesabaran buah
dari Qiyam yang hampir setiap malam, nafsu yang di bakar oleh shaum, langkah
yang di terangi kalam ilahi, melahirkan cinta yang dikhususkan untuk
keberlangsungan tongkat estafet dakwah dari sang Rasul.
Ternyata mempersatukan
kedua anak Adam dalam ikatan cinta sangat mudah bagiNya, Allah akan
mentakdirkan skenario yang tidak dapat di tembus oleh logika manusia untuk
mempersatukan hambanya sampai mereka yakin ini adalah takdir terbaik, terindah,
terasik yang telah ditetapkanNya.
Sejatinya manusia
tidak akan pernah lepas dari kata cinta, sebab itu pula manusia tidak akan mampu
mengtamkan cinta dalam hidupnya, karena dengan cinta dapat mengubah iblis
menjadi malaikat, dengan cinta dapat mengubah bakhil menjadi dermawan, dengan
cinta pula dapat mengubah kandang menjadi istana. Hawa di ciptakan hanya untuk
Adam, Khadijah diciptakan hanya untuk Muhammad, Fatimah di ciptakan hanya untuk
Ali, Zulaika di ciptakan hanya untuk Yusuf.
Tidak ada satu katapun
yang mampu memvisualisasikan arti dari sebuah cinta, akal manusia akan berubah
drastis ketika cinta menyerang dirinya layaknya seperti anak kecil yang
merengek minta di belikan gulali oleh Ibunya. Cinta mampu melumpuhkan diri
seseorang sampai ia tidak tidak dapat berdiri tegak, setiap hari kepalanya akan
dipenuhi oleh khayalan-khayalan tentang ia dan sang pujangga. Kemanapun kaki
melangkah bayangan pujangga hatinya akan terus setia mengikutinya. Serasa bumi
milik mereka berdua dan yang lain di ungsikan ke planet mars agar tidak ada
satu orang pun yang mengusiknya.
Tidak akan ada satu
makhluk pun yang dapat menghindar dari takdir cinta yang sudah di gariskan oleh
Allah, semua manusia akan menemukan tulang rusuknya masing-masing, sesuai
dengan cara yang telah ditetapkanNya, karena semua makhluk yang terlahir di
takdirkan memiliki pasangan hidup entah di alam dunia ataupun akhirat. Karena
semua makhluk memiliki cinta dalam hatinya. Makadari itu ketika cinta datang
sambutlah ia dengan cinta.
Proposal Penikahan
“Dimata
mu tersimpan cinta yang suci, berawal dalam pernikahan dari beda dunia” Alunan
musik nasyid menggema seantero sudut menggetarkan hati siapa saja yang tanpa
sengaja terbius suara nan merdu pemuda berusia sekitar 26, tubuhnya di balut
dengan jas pengantin bewarna putih gading yang sangat sederhana, jas pengantin
warisan kakaknya yang sudah terlebih dahulu menyempurnakan diennya lima tahun
silam.
“Duhai pendampingku akhlak mu permata bagi ku, buat aku makin
cinta tetapkan selalu janji awal kita bersatu bahagia sampai kesurga” potongan
indah di ucapkan kembali oleh penganti pria dengan kelembutan suaranya,
terdengar ganjal musik yang di nyayikan pada saat itu, biasanya pernikahan di
kampung-kampung akan di dominasi dengan alunan gendang dan seorang biduan
dibalut gaung seksi yang sedang melenggok-lenggokan badannya tanpa dosa diatas
panggung namun seperti tamu undangan kali ini tidak memusingkan hal tersebut
dengan suguhan musik yang di tampilkan seakan penduduk kampung sudah mengerti
selera musik dari kedua pemuda yang menjadi pasangan halal di mata Allah pada
saat ini.
Pengantin wanita memandang lekat pria yang berada tepat di
depan matanya, baginya lirik nasyid tersebut bukan hanya pelengkap kemanisan
dalam pernikahan setiap insan tetapi seperti sebuah janji yang di ucapkan
sehidup semati. Terbesit dalam fikirannya tau apa dia tentang cinta, bukankah
sebelumnya ia tidak pernah mengenal cinta. Tetapi pada saat itu tiba-tiba cinta
datang padanya dan dalam diamnnya ia berdoa semoga penganti pria tersebut
merasakan hal yang sama.
“Maaf aku jika tak bisa sempurna karena ku bukan lelaki yang
turun dari surga, ketulusan hati mu anugrah hidupku doakan langkah kita tak
terpisah untuk selamanya. Tetiba butiran air memenuhi sudut pelupuk mata
pengantin wanita. lengkap sudah potongan lirik nasyid yang di nyanyikan sang
pengantin pria, jika diperhatikan lirik tersebut seperti sebuah kalimat yang
sedang di rangkai sang penganti lelaki tentang kefakiran dan kekurangan yang
dimilikinya, namun Allah mentakdirkan ia memiliki pasangan hidup yang hampir
sempurna dimatanya dan jauh dari ekspetasinya.
Pengantin wanita hanyut dengan biusan suara indah suaminya
detik seakan berhenti sejenak, semua tamu undangan menghentikan aktifitasnya
seperti ada yang menekan tombol pause. Wanita mana pun akan merasa paling
bahagia, merasa dirinya menjadi ratu sejagad semalam jika lelaki yang di
tunggu-tunggu dalam hidupnya seromantis actor kawakan Leonardo ketika
bertransformasi menjadi Romeo. Dirinya tak menyangka ternyata pangeran bekuda
putih yang selama ini diimpikannya hadir juga dalam hidupnya dengan takdir yang
tak pernah terbesit dalam lamunannya. Tamu undangan seakan memberikan moment spesial
untuk pasangan tersebut menikmati hari bersejarah dalam hidup mereka.
***
“mau kemana
kita ka?” tanya seorang wanita dari balik punggung seorang pria yang sedang
khusyu mengendarai sepeda motor, ia hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari
wanita yang melingkarkan tangan kanan pada pinggangnya. Beberapa menit kemudian
pertanyaan tersebut terjawab sudah. Mereka berhenti pada salah satu rumah makan
sunda, hey bukankah itu pasangan muda yang menikah kemarin. Si pria bersuara
merdua tersebut mengajak kencan istri yang baru halal dua hari lalu, kencan
sederhana tanpa adanya kejutan atau kado istimewa yang disiapkan jauh-jauh hari
sebelumnya. Setelah memarkir kendaraan keduanya bergegas meninggalkan tempat
parkir dengan rasa malu tapi mau suami memberanikan diri untuk menggandeng tangan
isterinya menuju dalam restoran. Suasana restoran yang sejuk di kelilingi
pepohonan yang rindang seakan menyambut kedatangan mereka. Hembusan angin dan
suara sungai buatan menjadi alunan musik terindah yang telah Allah khususkan
untuk pasangan tersebut, bahkan ikan-ikan dalam kolam yang mereka lalui tidak
mau ketinggalan menyambut kedatangan mereka. hembusan angin membawa memori sang
isteri ke beberapa tahun silam.
***
Settingan berubah pada sebuah ruangan organisasi, terdapat seorang
gadis mengenakan kerudung berwarna hijau toska yang hampir menutupi sebagian
dari tubuhnya sedang asik berbicara. Wajahnya standar wajah orang asia,
hidungnya cukup mancung, kulitnya hitam manis, tubuhnya tidak tinggi tidak pula
pendek. Gadis tersebut sedang asik berbicara di depan teman-teman yang di
dominasi laki-laki dan perempuan, matanya menyapu seluruh sudut ruangan sesekali
matanya tertuju ke barisan tempat duduk laki-laki, namun pandangannya akan
berhenti lama pada barisan tempat duduk perempuan. Setiap kali dirinya
berbicara pasti tangannya tidak bisa diam, nada bicaranya sedikit cepat tetapi kalimat
yang diucapkan tetap teratur seperti banyak ide didalam kepalanya yang sedang
mengantri untuk segera di ucapkan, semua orang yang ada di dalam ruangan menikmati
presentasi yang sedang berlangsung, dengan beberapa kali anggukan dari teman-temannya
tanda setuju dengan ide yang di paparkan olehnya. Kepercayaan diri yang
tersirat dalam wajahnya menunjukkan bahwa ini bukan pertama kali dirinya
berbicara didepan khalayak ramai, nyali dan kepandaiannya melebihi postur
tubuhnya tak jarang teman-temannya akan fokus setiap kali dirinya berbicara. Kalau
boleh menebak sepertinya gadis tersebut adalah salah satu aktifis yang cukup
diperhitungkan dalam kampusnya.
“Kalau menurut ane lebih baik baksos tahun ini kita adakan
langsung di TKP, buat suasan yang berbeda dari tahun-tahun yang lalu” Nina
menyampaikan idenya
“ane setuju baksos tahun ini di adakan langsung di TKP”
Adit menyetujui ide yang di paparkan Nina
“berarti sehari sebelum acara kita harus ke TKP menyiapkan
semua keperluan yang di butuhkan”
Timpal Rina yang duduk pada kursi barisan kedua
“saran ane yang ikhwan mabit aja di TKP gimana?”
“ok ane setuju, supaya ga terlalu repot besok paginya”
“afwan ukhti Rina anti berarti langsung buat surat izin
kegiatan diluar”
“ok persiapan sudah mencapai 95 %, ada yang masih mau dibahas
lagi?, kalau memang sudah tidak ada ane tutup syuro kali ini dengan membaca
hambdallah, istigfar dan doa kafaratul majlis. Jazakallah perhatiannya
Assalamualaikum Wr,Wb. Agung menyudahi kalimatnya.
***
“ukhti kalau
presentasi santai aja dong” ledek Qarimah yang tangannya selalu tidak bisa diam
setiap kali sedang berbicara dengan sahabatnya tersebut betul saja kali ini ia mendaratkan
cubitan nakal di pipi Nina “aw sakit, jerit Nina yang langsung mengusap-usap
pipinya “tapi keren kan ide ane” Nina tak mau kalah, gantian mencubit pipi
sahabatnya. “Rimah hari ini ane disuruh mampir kerumah umi, kira-kira kenapa ya?”,
tanya Nina polos sembari terus berjalan menuju kantin “cie cie ada angin apa
nih umi nyuruh anti dateng kerumahnya” dengan tersenyum jahil Qarimah
menyenggol bahu Nina, langkah mereka terhenti disalah satu tempat duduk kantin.
“mungkin ada hal penting yang mau Umi sampaikan kali Nin” ucap Qarimah
diplomatis dan segera berjalan menghampiri tukang baso malang untuk memesan
makanan. Nina hanya mengangkat bahu dan memiringkan sedikit kepalanya, karena
hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya dirinya juga masih dibuat
bingung maksud dari Murobbinya tersebut.
***
Qiyamulai seakan menjadi cara yang ampuh untuk dirinya
mendapatkan jawaban tepat dari sang Kuasa, setelah sholat tahajud dan di tutup
dengan witir Nina langsung beranjak berdiri mengambil sesuatu yang kemarin sore
ditaruhnya diatas meja belajar, ia langsung bergegas kembali duduk diatas
sajadah dengan langkah yang sedikit kurang percaya diri. Seperti sedang menerima
beban yang amat berat ia menghembuskan nafas dan menggigit separuh bibir
bawahnya. Matanya terpaku pada sesuatu yang berada tepat didepannya, sebuah
benda yang mengingatkan ia dengan percakapan kemarin sore bersama Murrobinya.
“umi rasa kamu sudah cukup siap untuk melakukan proses ini
Nin, ada ikhwan yang Umi rasa cocok untuk kamu”, ucap Umi Ida percaya diri. Nina
hanya bisa mematung tak ada kata yang dapat menggambarkan rasa kagetnya
tersebut. “ingat Nin dari segi kafaah dan kemampuan kamu terlihat sudah siap untuk
menjadi seorang isteri” Umi Ida hanya berusaha mencarikan jodoh terbaik untuk
orang yang sudah di anggap seperti anaknya. “jika kita ingin menikah, orang
lain yang dapat menilai diri kita apakah sudah cocok untuk melansungkan sebuah
pernikahan” Potongan percakapan tersebut yang diingat Nina dan langsung masuk
kedalam limbik otaknya.
Butuh waktu beberapa menit bagi Nina mengumpulkan semua
kemantapan hati untuk dapat membuka proposal yang menjadi tanya dalam benaknya,
hanya dia dan Allah pada malam itu yang dapat menjadi saksi atas pencarian pendamping
hidup, dirinya masih merasa fakir dalam ilmu terlebih lagi dengan umur yang
terbilang masih muda segudang aktifitas dan impiannya belum dapat
terealisasikan apakah semuanya harus ia korbankan demi sebuah pernikahan. Hal
tersebut tidak dengan mudah bisa dijadikan alasan olehnya, mau bagaimana lagi
ia tak berani menolak permintaan dari Murrobinya tersebut, orang yang sudah
banyak berjasa untuk dirinya dalam Negeri perantauan ini. Dengan mengucap
basmallah dan rasa percaya diri yang dibuat-buat ia membuka proposal tersebut.
Lembar pertama yang dilihat olehnya belum mampu membuatnya kagum tetapi tidak
dengan tiga pulu menit kemudian Nina sudah terlihat hanyut dengan segudang
organisasi yang pernah diikuti oleh sang ikhwan. Satu dua kali ia mengucapkan
kata “subhanallah” kontan hal tersebut mampu membuat Nina memberikan nilai plus
untuk sang ikhwan bahkan Nina tidak mau melewatka setiap detail isi dari proposal
yang di pegangnya, ternyata si penulis mampu membuat Nina mengagumi visi misi
yang menjadi alasan dibalik dirinya ingin menikah, Galih Ramadhan Nugroho
penulis dibalik proposal yang di pegang Nina, Nina mengangguk-ngagguk dan
mengucapkan nama ikhwan tersebut. Usia mereka terpaut 5 tahun, Galih memiliki
pekerjaan di bidang arsitektur. Ternyata bukan pekerjaan dan kemapanan Galih
yang membuat Nina kagum visi misi yang menjadi alasan dibalik dirinya ingin
menikah itu yang membuat Nina kagum “Visi Membina keluarga dakwah yang mandiri
& kaya, Misi menjadikan keluarga sebagai sarana tarbiyah, menjadikan
keluarga yang mandiri secara sikap (matang) dan mandiri secara financial
(ekonomi), menjadikan keluarga yang kaya ilmu dan kaya amal soleh. Mata Nina
terbelalak membaca apa yang Galih tulis sontak hal tersebut membuat gadis
penyuka ice cream itu membuka halaman yang sama untuk kesekian kalinya.
Ada senyuman kecil yang
tersungging di bibir Nina setelah membaca isi dari proposal pemberian Umi Ida
kemari sore, seakan ia sudah menyiapkan jawaban yang akan di beritahukan kepada
Umi Ida. Tetapi ia tetap harus meminta jawaban dari sang Ar-Rosyid untuk
memupuk rasa yakin atas pilihannya.
***
Dua minggu berlalu waktu yang di berikan Umi Ida kepada Nina untuk
mencari jawaban yang tepat dari Ar-Rahim, hari ini akan menjadi hari pertama
dirinya bertemu dengan ikhwan yang akan menjadi pasangan hidupnya, karena
memikirkan hal tersebut membuat Nina tidak bisa tidur dengan nyenyak tadi malam,
sampai siang ini pun Nina tidak bisa menyembunyikan rasa grogi dicampur rasa
tidak tenang menjadi bumbu nerves yang ditaburkan di atas hatinya, bahkan ketika
Umi Ida bertanya Nina meberikan jawaban yang tidak nyambung, mungkinkah akan
seperti itu setiap orang yang sedang menjalankan fase taaruf? Otaknya akan
berubah bodoh “Jangan menampakkan rasa grogi kamu Nin, kalau seperti itu kamu terlihat
seperti orang ling-lung” pesan Umi Ida yang duduk bersebelahan dengan Nina, Umi
Ida mampu membaca rasa nerves yang sedang menyelimuti Nina. Tiba-tiba Umi Ida
menangkupkan tangannya di atas tangan Nina dan tersenyum sekedar untuk
memberikan semangat.
“Afwan Umi, Nina deg-degkan” Timbal Nina dengan suara sedikit
bergetar
“Kamu berdoa saja Nin, ga usah terlalu dirasakan karena Umi
khawatir nanti kamu malah sakit perut karena nerves tersebut” Nina mengangguk
mengiyahkan ucapan Umi Ida.
Tamu yang di tunggu-tunggu pun tiba sang ikhwan yang di antar
oleh Murrobi dan isteri Murrobinya langsung bergegas memasuki rumah Umi Ida. Jantung
Nina berdegup dengan kencang bahkan sudah tak berirama kedua telapak tangannya
berkeringat untuk mendongakan kepalanya saja hanya sekedar mencuri pandang
bakal calon pendampingnya tersebut ia tak mampu.
“Nina perkenalakan ini Galih” ketika suami dari Umi Ida
memperkenalkan Galih, Nina baru memberanikan diri untuk melihatnya, dan pertama
kali hal yang terbesit dalam fikiran Nina adalah inikah calon laki-laki yang
akan membawanya menuju surga Allah, inikah sang ikhwan yang memiliki visi misi
yang teramat indah, inikah sang ikhwan yang akan mewarnai hari-harinya sampai
maut datang menghampirinya. Nina memang tidak melihat foto yang diselipkan
Galih dalam proposalnya, karena baginya visi misi yang dibuat Galih sudah cukup
untuk meyakinkan dirinya tentang kepribadian calon pendamping hidupnya. Dari wajahnya
Galih terlihat seperti seorang pekerja keras, hidungnya mancung, kulitnya
bewarna sawo matang, mungkin tinggi badangnya sekitar 170-175, lesung pipit di
wajahnya nampak dengan jelas dan matanya akan sedikit menyipit karena tarikan
dari otot-otot diwajahnya saat ia sedang tersenyum. Ketika berbicara
menunjukkan bahwa ia adalah orang yang cukup pandai, terlihat dari pemilihan
kata dan jawaban yang tepat pada setiap pertanyaan yang diajukan, ia juga menunjukkan
sisi kesholeh pada dirinya dengan selalu menjaga pandangannya sebelum adanya
ijab-qobul. Sepanjang percakapan berlangsung Nina dan Galih tidak berani untuk
memandang satu sama lain. Satu jam pun berlalu ada beberapa hal yang di
tanyakan oleh masing-masing dari mereka tentang progres mereka setelah menikah dan
beberapa kesepakatan yang dibuat tentunya tidak saling memberatkan satu sama
lain.
“Ukhti ane harap anti tidak merasa keberatan kalau diadakannya
checkup pra nikah?” Galih mengajukan syarat sebelum proses taaruf ini di tutup
“ya akhi ane tidak keberatan sama sekali, akan lebih baik hal
tersebut dilakukan untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan” dengan
mantab Nina menyetujui syarat yang di ajukan Galih padanya.
“Alhamdulillah kalau memang sudah sama-sama setuju nanti Umi
saja yang mengatur waktu dan tempatnya untuk kalian checkup”
Umi Ida menawarkan diri untuk membantu Nina dan Galih
***
Setelah
melakukan checkup pranikah mereka harus bersabar menunggu hasil dari
pemeriksaan selama satu minggu. Dengan rasa dag dig dug, dengan rasa tidak
sabar, dengan rasa khawatir semuanya pasti ingin segera mengetahui hasil
pemeriksaan Nina dan Galih. Satu minggu pun berlalu, Nina, Galih dan Umi Ida
duduk dengan tenang dalam ruangan dokter, ruangan yang memberikan kesan
menakutkan untuk Nina terlebih lagi ada beberapa peralatan rumah sakit yang
menurutnya aneh karena ia baru pertama kali melihatnya. “sebelumnya saya mau
bertanya, boleh saya tahu alasan apa yang menjadi dasar di lakukannya checkup
ini?” tanya dokter Rusdi penasaran. “checkup pra nikah dok” jawab Umi Ida
dengan senyuman khasnya “jadi mereka berdua calon pasangan” dokter Rusdi
tersenyum jahil nampaklah barisan gigi yang beraturan dengan rapih dibalik
senyumnya mencairkan suasana dalam ruangan. Nina dan Galih sama-sama tersenyum tipis
menanggapi pertanyaan sang dokter. “baik saya akan langsung menjelaskan hasil
dari pemeriksaan Ibu Nina dan Bapak Galih”
***
Ruangan hening tampak tak berpenghuni, terdapat seorang gadis
yang sedang mengadu kepada sang penentu takdir “Ya Allah sampai detik ini hamba
belum mampu ikhlas” batin Nina dalam hati. Dikamar kossan yang hanya satu petak
Nina seorang diri meratapi rasa sedihnya tanpa ada satu orangpun yang dapat
meminjamkan bahunya untuk bersandar dalam sedih, mengenggam kedua tangannya
untuk menopang rasa sedihnya dan tak ada yang dapat menyeka air mata Nina yang
sudah membanjiri wajahnya, ia hanya bisa bertanya dalam sepi tanpa menemukan
jawaban dari pertanyaannya itu. Dirinya tidak menyalahkanNya ketika suratan
takdir ini yang terjadi, kodratnya sebagai manusia memaksanya untuk meratapi
keinginannya yang tidak dapat terealisasikan. Nina butuh waktu untuk dapat
menenangkan dan meyakinkan bahwa hal ini menjadi jawaban terbaik dari Al-Qowwi.
Bukannya ia merasa bahwa masih belum siap untuk menjadi seorang isteri,
bukannya ia merasa bahwa pernikahan akan menghentikan jalan aktifitasnya,
bukannya ia meresa bahwa ia masih fakir dalam ilmu keagamaan. Jadi apapun yang
terjadi pada proses taaruf ini tidak akan membuatnya berlarut dalam kesedihan.
Tetapi gagalnya taaruf menjadikan pukulan terdahsyat dalam hidupnya. Titik
terendah yang pernah ia lewati adalah pada saat ini, rasa sedih yang mampu
mengalahkan rasa sedihnya ketika ditinggal sahabatnya Qarimah yang sudah di
persunting.
Jam sudah menunjukkan
pukul 23.30 wib Nina masih belum bisa menghentikan air matanya, jawaban dari
dokter Rusdi tadi siang masih saja menari-nari dalam fikirannya tentang dibalik
alasan dirinya tidak dapat melanjutkan penikahan ini. Ia dan Galih sama-sama
meliki gen carier atau Thalasemia, yang bila menikah akan berpotensi untuk
memiliki anak thalasemia. Awalnya Nina
masih di buat bingung dengan jawaban tersebut karena dengan keterbatasan ilmu
yang ia miliki. Galih saat itu terlihat mematung dirinya syok dengan pemaparan
dari dokter Rusdi, dengan spontan kedua tangan Umi Ida langsung menutup
mulutnya. “apakah penyakit tersebut sangat parah dok” tanya Nina penasaran
“saya terpaksa harus mengatakan ya” jawab dokter Rusdi diplomatis “apakah ada cara yang bisa kami lakukan untuk
menghindari hal tersebut” tanya Nina dengan harapan ia dan Galih masih bisa
menikah, wajahnya masih menyimpan banyak tanya saat itu “hal yang terbaik
adalah meridhoi tidak terjadinya pernikahan, karena sampai saat ini penyakit
tersebut belum ditemukan obatnya” dokter Rusdi pasrah dengan jawabannya. Nina
sudah tidak mampu membendung air matanya walaupun ia masih tidak mengerti efek
yang lebih spesifikasi dari penyakit tersebut, “saya akan menjelaskan tentang
penyakit thalasemia lebih rinci, agar Ibu Nina dan Bapak Galih bisa mengambil
jalan yang tepat setelah ini” dokter Rusdi merubah posisi duduknya wajahnya
mulai menampakan keseriusan “Thalasemia adalah sekelompok gejala atau penyakit
keturunan yang diakibatkan karena kegagalan pembentukan salah satu dari empat
rantai amino yang membentuk hemoglobin, sebagai bahan utama darah” sampai
disini Nina sudah sedikit memahami apa yang dokter Rusdi katakan “darah manusia
terdiri atas plasma dan sel darah yang berupa sel darah merah (eritrosit) sel
dara putih (leukosit) dan kepingan darah (trombosit). Seluruh sel darah
tersebut dibentuk oleh sumsum tulang,
sementara hemoglobin merupakan salah satu pembentuk sel darah merah. Hemoglobin
terdiri dari empat rantai asam amino (dua rantai amino alfa dan dua rantai
amino beta) yang bekerja bersama-sama untuk mengikat dan mengangkut oksigen
keseluruh tubuh. Rantai asam amino inilah yang gagal dibentuk sehingga
menyebabkan timbulnya thalasemia” terlihat dari wajah dokter Rusdi bahwa
dirinya juga ikut sedih dengan hal yang menimpah Nina dan Galih ketika
menjelaskan hal tersebut. “apakah akan ada resiko besar jika pernikahan ini
tetap di langsungkan?” tanya Umi Ida dengan suara yang terdengar bergetar. “anak
yang menderita thalasemia akan mengalami anemia karena kegagalan pembentukan
sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut
membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice) luka
terbuka dikulit (borok) batu empedu, pucat, lesu, sesak nafas karena jantung bekerja
terlalu berat, dan aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup bisa
menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang terutama tulang kepala dan wajah. Bahkan
akan terjadi gagal jantung karena disebabkan seringnya tranfusi berulang,
penyerapan zat besi meningkat dan kelebihan zat besi tersebut terkumpul dan
mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal
jantung. Umi Ida sudah tidak kuat dengan pemaparan dari dokter Rusdi dirinya
juga menangis dengan hal yang menimpa Nina dan Galih. Bagaikan di siram air es
satu truck Nina tidak dapat membayangkan kemungkinan buruk yang dipaparkan dokter
Rusdi. Posisi dokter Rusdi saat itu memang harus berkata benar tentang kondisi
Nina dan Galih, karena jika tidak maka Nina dan Galih akan menyesal di masa
depan. “tidak hanya sampai situ saja” lanjut dokter Rusdi “resiko terburuk yang
akan terjadi pada anak yang menderita thalasemia adalah usia darahnya tidak
sampai 120 hari dan bersifat rapuh dan mengharuskan seumur hidupnya cuci darah
minimal 1-2 kali per bulan. Selain itu perkembangan fisiknya tidak normal,
terlihat begitu pucat dengan kulit menghitam karena penumpukan zat besi (akibat
cuci darah terus menerus) usia mereka biasanya hanya bertahan di 20 tahunan
karena tubuhnya tidak akan kuat untuk bertahan lebih lama” dokter Rusdi
langsung menghembuskan nafas yang berat dihadapan mereka bertiga setelah
menjelaskan hasil checkup. Bahkan Galih pun menyeka ujung matanya dengan sapu
tangan, kenyataan perih yang mengiris hati. Kesimpulan yang dapat Nina ambil
dari pemaparan dokter Rusdi tadi siang adalah jika penikahan ini berlangsung
maka akan berakhir pada kemodharatan yang cukup besar, tujuan menikah dalam
mencetak generasi terbaik untuk agama ini akan menjadi sirna ketika dirinya dan
Galih sampai menikah. Dan yang paling menderita adalah anak mereka karena harus
menanggung sakit seumur hidupnya.
***
Dua bulan berlalu, waktu yang cukup berat bagi Nina untuk
menghilangkan bayangan Galih dalam benaknya, ikhwan yang nyaris sempurna pada
zaman sekarang ini. Hanya Umi Ida yang menemaninya menghadapi fase terberat
dalam hidupnya itu, mau mengadu pada siapa lagi kalau bukan kepada Allah dan
Umi Ida, karena mengumbar taaruf yang gagal bukan kebiasaan akhwat yang
memiliki gelar militan. Sampai saat ini Nina masih berusaha untuk bangkit
kembali dan tidak meratapi takdir yang Allah tetapkan untuk dirinya. Pada saat
dirinya berusaha untuk bangkit kembali dalam keterpurukan ini dirinya harus
ikhlas menghadapi kenyataan yang akan terjadi. Dan ketika dirinya berusaha
untuk bangkit, lagi-lagi hal menyedihkan menyapa hidupnya kembali undangan
pernikahan berwarna merah tua bercampur gold dan dibalut pita berwarna krem membuat
wajah Nina sedih terdapat nama Galih Putra Santoso dalam undangan tersebut.
Awalnya Umi Ida ingin menyembunyikan undangan tersebut dari Nina namun cara
tersebut ia rasa tidak akan membuat Nina belajar dari musibah yang menimpanya.
Ternyata awan mendung masih setia menemani hari-hari Nina. Apakah Tuhan begitu
jahat kepada dirinya, tidak Nina Tuhan tidak tidak jahat ia hanya ingin
memberikan jalan indah kepada hambanya yang amat mencintainya. Dan yang berhak
menentukan setiap insan untuk menempati tempat teristimewa pada hari akhir.
***
“selamat ya Nin akhirnya kita lulus juga, selamat juga karena
kamu berhasil menjadi mahasiswi dengan nilai terbaik” peluk Qarimah bahagia
“jangan lupa teraktir ya, awas kalau engga” bisik Qarimah jahil sambil
melepaskan pelukannya. Nina tersenyum lebar menanggapi tingkah sahabatnya
tersebut, tidak lama kemudian suami Qarimah menghampiri dirinya dan Qarimah
yang sedang asik mengobrol. Ada rasa iri yang tersirat di balik wajah
bahagianya, suami Qarimah memberikan setangkai mawar merah atas keberhasilan
isterinya yang sudah lulus, mungkin dulu kalau ia dan Galih sampai menikah hal
yang sama akan ia rasakan juga untuk hari ini. “astagfirullah kenapa si aku” ucap
Nina berbisik dan segera menghapus khayalan dalam benaknya. Dirinya tidak boleh
berandai-andai dengan kenyataan yang sudah terjadi. Ingat Nin iblis yang
membuat skenario khayalan di otak mu itu, bangkitlah lah dan bersiap siagalah
untuk menyambut skenario indah yang akan menjadi pelengkap hidupmu. Karena
Allah sedang menyiapkan kejutan istimewa untuk mu yang selalu membela agamanya.
Hari, minggu, bulan dan tahun berlalu hari ini ia dipusingkan
dengan kegagalannya untuk yang kedua kalianya taaruf. Mungkin bukan rasa sedih
yang ia rasakan lebih tepatnya lagi rasa muak dan benci kepada ikhwan tersebut
bagaimana tidak muak dengan alasan dirinya kurang putih dan kurang tinggi kata
ikhwan yang dijodohkan dengannya. Alasan yang menurutnya tidak wajar, ia harus
sabar menghadapi realita bahwa ikhwan zaman sekarang yang sudah membelot ketika
mengartikan pernikahan dalam mencari calon isteri. Yang hanya menomor satukan
penampilan fisik saja. Mereka salah besar jika hanya penampilan fisik yang
menjadi alasan pertama untuk menikah, sampai kapanpun Allah akan membuat jalan
buntu bagi mereka yang seperti itu. Desah Nina dalam hati. Tetapi bagaimana pun
rasa sedih itu tetap ada. Ia bertanya dalam hatinya apakah niat pernikahannya
masih ada yang salah, ia tak memasang target tinggi. Sabar Nina jangan berputus
asa, tunggulah sampai waktunya tiba dan kau akan menyadarinya bahwan wanita
baik-baik hanya untuk laki-laki baik-baik pula. Berkhalawat tidak akan di
ridhoi oleh Allah, biarlah semua ikhwan dan akhwat yang berada di luar sana
yang sudah tidak mementingkahn harga dirinya demi cinta semu dari dunia yang
semu ini. Ingat Nin Allah pastikan bersamamu jika kau selalu bersamanya.
***
“kapan kamu mau pulang Nin, sudah lima bulan kamu tidak
menjenguk Ibu dan Bapak” keluh Ibu dari seberang pesawat telephon “ya Bu
Insyallah kalau semua pekerjaan Nina sudah selesai, Nina langsung minta cuti
dan pulang kerumah” jawab Nina pasrah mendengarkan keluhan Ibunya “Ibu sama
Bapak nunggu kamu cepet pulang ya, oh ya Nin masih ingat Assad teman SD dan
ngaji kamu dulu?” tanya Ibu penasaran “Assad hmmmm” Nina mencoba menggalih
memorinya “Aduh Nina udah lupa Bu, memang kenapa?” tanya Nina santai “teman kamu
itu baru pulang dari Mesir hebat ya” puji Ibu berlebihan dengan semangat “coba
nanti Nina ingat-ingat dulu ya Bu tentang Assad” ledek Nina kepada Ibunya “Ibu
sama Bapak tunggu kamu bulan depan ya untuk pulang” ucap Ibu sedikit memohon kepada
anak semata wayangnya “Insyallah Bu”.
Nina bingung dengan obrolannya dengan Ibu, kenapa pula Ibu
harus menyinggung tentang Assad, Ternyata percakapan dengan sang Ibu membuatnya
penasaran untuk mengingat kembali tentang masa-masa kecilnya dulu, dirinya mana
mungkin lupa dengan Assad yang selalu berada tepat tiga langkah dibelakangnya.
Hanya Assad teman yang menurutnya cerdas pada saat masih SD ia sudah mampu memimpikan
untuk dapat belajar keluar Negeri dengan mendapatkan bea siswa, ternyata
impiannya terkabul setelah empat tahun dirinya mondok di Gontor ia mendapatkan
nilai terbaik dan lantas mampu merbangkannya ke negeri Fir’aun. Impian setiap
pemuda di kampungku pada saat itu, bagaikan menerima hadiah istimewa dari Tuhan
Assad mampu membuat siapa saja iri dengannya, sambil menyelam minum air pasti
kepulangannya dari negeri pyramid itu ia sudah menggandeng wanita berwajah
Cleopatra yang menjadi pemanis kehidupan pernikahannya. Itulah yang dikatakan
setiap pemuda yang memberikan selamat kepada Assad sebelum kepergihannya.
***
“Assalamualaikum Bu, Pak” Nina mengetok-ngetok pintu rumahnya
jam sudah menunjukan pukul 03.00 malam, setelah ucapan salam yang ketiga
kalinya Bapak membukakan pintu Nina langsung meraih tangan Bapak dan
menciumnya. Karena mendengar suara Nina di luar, Ibu langsung bangun dan
bergegas menyabut anak gadisnya tersebut “pulang juga Nin” ucap Ibu sambil
sedikit menguap “kan Nina kangen sama Ibu dan Bapak makanya Nina pulang” jawab
Nina sekenanya dan memberikannya pelukan hangat untuk menghibur hati Ibu “kamu
kalau Ibu engga suruh pulang juga, kamu engga akan pulang Nin” ucap Ibu sembari
melepaskan pelukan Nina “Bu Nina capek banget, Nina langsung masuk kamar ya” Nina
berjalan meninggalkan Ibu dan Bapak yang masih ingin melepas rindu. Setelah membuka
pintu Nina langsung menaruh barang yang dibawanya pada sudut kamar, ia sudah
tidak bisa melawan rasa kantuk dan lelah yang menyerangnya secara bersamaan
setela kurang lebih melakukan perjalanan selama 12 jam menggunakan bis.
Tidurlah menjadi jawaban paling terampuh baginya.
Jarum jam sudah bertengger tepat di angka 5, Bapak mengentuk
pelan pintu kamar Nina setelah mendengar Nina mengucapkan kata “Nina sudah
bangun” spontan Bapak menghentikan ketukannya. Mata Nina mengkerjip-kerjip
menatap langit-langit kamarnya mengusir kantuk yang masih setiap menghuni
matanya, setelah berusahan mengumpulkan nyawanya ia bergegas membuka pintu
kamar dan menuju kamar mandi. Selepas sholat subuh ia urungkan niatnya untuk
masuk dapur boro-boro mau membantu Ibu memasak, matanya masih tidak bisa di ajak
kompromi satu setengah jam mana mungkin bisa mengusir kantuknya. Nina menuju
tempat tidurnya kembali menarik selimut dan melanjutkan mimpinya yang sempat
bersambung, Ibu dan Bapak sudah memaklumi membiarkan Nina melanjutkan mimpinya
dan melepas kangen pada kamar yang menyimpan banyak kenangan manis pada masa
kecil dan remajanya. Kamar yang menjadi saksi Nina bekerja keras pada saat di
bangku SMP dan SMA, Nina memang gemar mengumpulkan kalimat motivasi dari
beberapa orang sukses di belahan dunia ini. Ia rajin sekali menulis dan
memberikan hiasan pada kalimat motivasi tersebut mungkin sipapun yang
melihatnya akan terguguah untuk mengikuti sihir dari kalimat motivasi tersebut.
Pantas saja ia mampu menyabet beberapa piagam penghargaan dari berbagai lomba
yang mengisi masa-masa SMP dan SMA nya, beberapa lomba yang di ikutinya mulai
dari lomba matematika, SAINS sampai lomba debat bahasa inggris, piagam tersebut
memberikan kesan yang berbeda pada dekorasi ruangan tidurnya. Orang tua mana
yang tidak bangga dengan memiliki seorang anak gadis yang mampu mengharumkan
nama keluarga. Beberapa pemuda yang tinggal di kampungnya pun kadang
menyampaikan niat untuk mempersunting Nina, namun di tolak dengan halus oleh
Ayah karena alasan Nina yang masih sibuk di Jakarta.
***
“Nin umur kamu
tuh sudah mau menginjak usia 26 tahun waktu yang tepat untuk mendapatkan
pendamping hidup”
Nina yang sedang mengunyah makanan langsung menghentikan
aktivitasnya dan memandang Ibu dengan seksama, hatinya berbisik pertanyaan yang
selama ini di bayangkannya akhirnya terucap juga oleh Ibu, Nina tidak memiliki
kekuatan untuk dapat menjawab pertanyaan yang dialamatkan kepada dirinya ia
hanya mampu menghembuskan nafasnya dan melanjutkan aktivitasnya kembali. Ia
sudah kehilangan nafsunya untuk menghabiskan makanan dalam piringnya, Ibu mampu
menghujam hatinya.
Pertanyaann yang lontarkan Ibu mampu membuat Nina mengurung
diri dalam kamarnya mengingat kembali proses taaruf beberapa tahun silam yang
sempat membuatnya berderai air mata, kontan hal tersebut mengusik hari-harinya
hal yang susah payah ia lupakan dengan deraian air mata yang tak terhitung. Dua
tahunnya untuk melupakan dua ikhwan yang memberi rasa berbeda dalam hatinya di
kalahkan dengan sepuluh menit pertanyaan Ibu. Ia memandang langit lekat-lekat
dari jendela kamarnya hari ini tidak ada bintang yang nampak satu pun gumpalan
awan hitam yang dilihatnya mewakilkan perasaan hatinya saat ini. Menurutnya ia
harus belajar memupuk rasa sabar yang lebih selama berada dirumahnya, karena
pasti hal tersebut akan terulang kembali.
Malam panjang penuh dengan kesedihan pun berlalu dengan lambat
seakan malam merangkak untuk menuju pagi geraknya lamban membuat Nina melewati
malamnya dengan suram. Awalnya ia malas untuk sarapan bersama Ibu dan Bapak
pasti topic yang sama kemarin akan didentangkan kembali oleh Ibu bagaikan
makanan pembuka pagi ini, benar saja Ibu masih sama memberikan pertanyaan yang
tidak mampu untuk di jawab Nina paginya sudah di sambut dengan pertanyaan yang
mengusik batinnya. Malah Bapak terlihat tidak terlalu memperdulikan pertanyaan
yang di lontarkan Ibu, Bapak masih sama melakukan aktivitas seperti lima menit
yang lalu menikmati nasi goreng buatan Nina anak semata wayangnya. Sudah dua
hari ini Ibu mengajak Nina untuk membuka
memori yang sudah lama terpendam dalam otaknya Ibu terus saja membahas tentang
satu nama yang menjadi tanda tanya untuk Nina. Setiap ditanya oleh Ibu Nina
akan pura-pura lupa dengan Assad, sebenarnya Nina tidak lupa sama sekali
tentang Assad bagaimana ia bisa melupakan Assad hampir separuh masa kecil dan
remajanya ia lewatkan bersama Assad teman ngaji yang di jodoh-jodohkan
teman-temannya ketika mereka bersama-sama mengaji di surau kampung, tapi
kondisinya saat ini berbeda dengan masa lalu mana mungkin Assad mampu mengalihkan
pandangannya dari pesona Cleopatra yang lalu lalang di Negeri tempatnya menimba
ilmu, seekor serigala tidak akan mampu melewatkan daging segar yang disuguhkan
untuknya. Ia hanya berkilah setiap kali nama Assad yang terucap dari mulut Ibu
Nina hanya tidak mau membahas ikhwan yang satu itu.
***
Selama di rumah Nina banyak menghabiskan waktunya di dalam
kamar, untuk keluar dan menyapa tetanggnya pun Nina tak mau, bagaimana tidak
pasti setiap orang yang di temuinya akan bertanya hal yang sama kepada dirinya.
Nikahnya kapan neng? Itulah tidak enaknya tinggal di kampong, setiap ada anak
gadis yang sudah cukup untuk menikah namun masih melajang harus siap-siap menghadapi
hujatan pertanyaan yang sama.
“Ya Allah jika pernikahan adalah kemanisan dan kenikmatan yang
ditunggu-tunggu oleh seluruh insan pada saat ini hamba sudah menginginkannya,
jika pernikahan adalah jalan terbaik untuk melepaskan kungkungan kelajangan
pada saat ini hamba sudah menginginkannya, jika pernikahan dapat mengetuk pintu
surga untuk mempermudah hamba menuju ke jalan tersebut pada saat ini hamba
sudah menginginkannya, dan jika pernikahan mampu membuat kedua orang tua hamba
mengehentikan pertanyaan yang sama setiap harinya pada saat ini hamba sudah
menginginkannya. Nina mengklik kata post pada layar telepon genggamnya dan
beberapa detik kemudian quote yang di buatnnya pada jejaring sosial tumblr
sudah terpampang dalam akunnya tersebut.
Malam ini langit masih sama membungkus bumi dengan warna
kelabunya, tak ada satu bintangpun yang menampakkan senyumannya. Hati Nina
sesuram cuaca pada malam itu membuatnya sedih. Nina sangat menyukai hujan
tetapi ia tidak suka dengan warna kelabu efek dari hujan tersebut, karena
ketika angkasa berubah menjadi suram hatinya akan merasa sedih.
***
Selepas makan malam Ibu mengutarakan alasan sebenarya menyuruh
Nina untuk pulang “Nin Ibu sudah tidak bisa lagi menunggu kamu mendapatkan
calon pendamping pilihan kamu sendiri, sudah terlalu lama Ibu menunggu kamu
memberitahu Ibu dan Bapak tentang laki-laki yang mampu menarik hati dan
perhatian mu, Ibu berusaha untuk bersabar menunggu hal tersebut tetapi sampai
usia mu yang sudah hampir 26 tahun kata tersebut tidak sekali pun pernah
terlontar dari mu Nak” Ibu berbicara dengan lembut nafasnya diatur sesuai
dengan intonasi suaranya tangan Ibu menggenggam pundak Nina yang duduk
disebelahnya. “maafkan Nina bu kalau ternyata Ibu dan Bapak menunggu lama untuk
Nina memberitahukan laki-laki yang mampu mengisi hati Nina” Nina tak mampu
menatap mata kedua orang tuanya matanya hanya mampu menatap ubin semen bewarna
kuning ruang tamunya. Akhirnya Nina memantabkan hatinya pada malam itu untuk
memberitahukan proses taaruf ia dengan Galih yang gagal. Nina menceritakan
secara detail tentang kesamaan ia dan Galih yang memiliki gen carier. Ibu
berusaha untuk menghibur Nina dan tidak lagi berlarut dalam kesedihan seorang
diri. Nina sudah bias menebak kearah mana pembicaraan ini bermuara, terlebih
Ibu dan Ayah selalu membahas topik ini selama satu bulan kebelakang. Malam ini
ia pasrah dengan siapa dirinya akan di jodohkan bukankah ridho Allah itu ada
pada ridhonya orang tua, Ibu dan Ayah pasti sudah memikirkan dan
mempertimbangkan hal ini dengan baik. Sipapun ia yang terpenting soleh karena
soleh dapat mengalahkan segala kenikmatan di dunia ini. Rajin membaca qur’an,
menjalankan sunnah Rasul, dan bertutur kata baik ia akan rela dijodohkan
olehnya.
“Bapak tau Nin mungkin kamu akan kaget setelah mendengar apa
yang nanti Bapak dan Ibu sampaikan” kata-kata Bapak memecahkan kesunyian
diantara kami bertiga tetapi intonasi suara Bapak tidak mampu mengalahkan
desingan jangkrik di luar sana. “ini sudah renca kami untuk menjodohkan kamu
dengan Assad” Nina kaget bukan kepalang mendengar Nama Assad keluar dari mulut
Bapak. Apakah ia tak salah dengar tentang satu nama itu. Ada tanda tanya besar
sekarang yang mengisi fikiran Nina. “mengapa harus Assad bu? Tidak kah ada yang
lain yang akan Ibu jodohkan untuk Nina” sontak pertanyaan tersebut keluar dari
mulut Nina, dirinya juga kaget mengapa pertanyaan tersebut yang keluar. Ia
hanya tidak mau nasibnya sama dengan tokoh yang ada pada buku yang pernah
dibacanya pudarnya pesona Cleopatra si isteri yang nelangsa menghadapi sikap
acuh suaminya karena dirinya tak secantik bidadari-bidadari dari negeri Fir’aun
tempat studi suaminya. Apakah dirinya akan merasakan hal yang sama. Jika
menikah dengan Assad.
“Assad sendiri Nin yang menunjuk kamu untuk menjadi isterinya”
ada senyuman diwajah manis Ibu. Ibu melanjutkan ucapannya, dulu sebelum Assad
pergi ke Mesir ia sangat menghawatirkan hal ini, apakah nanti setelah ia pulang
dari Mesir kamu sudah di sunting orang, ataukah nanti ketika ia pulang dari Mesir
kamu sudah memiliki beberapa anak buah dari pernikahanmu dengan orang lain.
Bahkan Assad sempat berfikir untuk menolak bea siswa tersebut, tetapi Ibunya memantabkan Assad untuk melanjutkan studinya
ke Mesir dan menitipkan mu pada Allah, dengan bermodal doa yang selalu di
lantunkan kepadaNya ia percaya bahwa Allah yang akan menjaga mu untuk tidak
menikah dengan orang selain dirinya. Sebelum pergi ke Mesir tadinya ia ingin
mengutarakan niat untuk mempersunting mu Nin setelah kembalinya ia dari Mesir,
tetapi ia mengurungkan niatnya karena mana mungkin ia yang berasal dari
keluarga yang serba kekurangan mampu mempersunting putri kepala desa. Mungkin
sekembalinya ia dengan mengandeng gelar istimewa yang bersanding dengan namanya
dapat menjadiknnya ia pantas memiliki pendamping seperti mu. Sekembalinya dari
Mesir ketika mengetahui bahwa kamu beli menikah ia selalu membujuk Ibunya untuk
segera mengutarakan niatnya melamar mu Nin. Butiran-butiran bening jatuh satu
demi satu dari pelupuk matanya, ia sangat kagum dengan skenario yang Allah
gariskan padanya. Sedikit-demi sedikit ia mengerti ternyata ada pangeran soleh
yang selalu memanjatka doanya untuk dapat membina rumah tangga bersamanya.
“kalau kamu setuju pernikahan akan di langsungkan dua hari
kemudian, karena Assad sudah harus bekerja di salah satu pesantren modern di
Bandung” Nina hanya bisa mematung memandang kedua orang tuanya skenario apa
yang sedang Ar-Rahman atur untuk dirinya. Tuntas sudah malam itu ia membuang
jauh-jauh rasa sakit yang pernah terjadi pada dirinya tentang proses taaruf
yang kandas, proposal yang di tolak mentah-mentah ternyata itu semua dibayar
oleh Allah dengan harga yang sangat mahal. Ternyata Assad sudah lama memendam
kagum pada Nina, dan ternyata ada satu nama yang sedang memantaskan dirinya
untuk dapat menikah dengan Nina. Assad pun sempat bingung ketika mendapatkan
bea siswa dari Mesir apakah harus ia terima karena untuk mendapatkan predikat
LC dari sana bukanlah hal mudah ia pastinya harus bersusah payah dan
menghabiskan waktu yang lama untuk mengejar gelar LC, terlebih lagi Nina teman
kecil yang memiliki perhatian khusus dihatinya mungkin saja dipersunting orang lain. Namun alasan
tersebut ia enyahkan dalam benaknya dirinya percaya di pertiga malam ia bisa
merayu Allah tentang hal tersebut, ia selalu berdoa kepada Allah semoga Nina
masih tetap single sampai dirinya sudah mampu untuk mempersunting Nina. Assad
dengan lulusan salah satu universitas ternama di Mesir dengan segudang prestasi
yang di raihnya ditambah predikat cumlud yang menghiasi ijazahnya mampu
meluluhkan hati Nina, dan ternyata ada satu hal yang tidak pernah di lupakan
oleh Nina kelembutan hati Assad sejak masa kanak-kanak dan remajanya yang masih
bisa di rasakan Nina sampai saat ini.
Setelah di mabuk kepalangan dengan kenyataan Assad memiliki
niat untuk mempersunting dirinya tak lupa Nina meminta nasehat dari Umi Ida ia
berbincang lewat pesawat telephon sampai larut malam mengenai langkah apa yang harus
ia tempuh, Umi Ida menyarankan Nina untuk meminta jawaban terbaik dari Allah.
***
Dua hari pun berlalu pernikahan sederhana yang dihadirkan oleh
sanak keluarga dari dua mempelai, dan beberapa tetangga menjadi episode indah
untuk Nina dan Assad, pernikahan dengan persiapan yang sangat minim dan harus
mengkerahkan banyak tenaga demi terwujutnya pernikahan ini. Mereka gotong
royong dari hal masak, memasang tenda, menyiapkan dekorasi, menghubungi
penghulu semuanya di lakukan bersama-sama, seakan ikut bersuka cita memeriahkan
pernikahan Nina dan Assad.
Assad menepuk pundak Nina membuyarkan lamunan dalam fikirannya
“kamu mau makan apa isteriku yang hitam manis” tanya Assad penuh romantis
senyuman khas Assad yang masih sama seperti dahulu menghiasi wajahnya.
Mungkin ini bukan kisah romantic atau kisah cinta terbaik yang
dapat mengalahkan kisah romeo dan Juliet, kisah Jodhan dan Akbar, atau kisa
Nabi Lukman dan Ratu Bilqis. Namun kisah cinta yang terjadi dalam kehidupan
kita masing-masing adalah kisah cinta yang paling menarik, berharga, yang mampu
menerbangkan diri kita sendiri. Pernikahan indah yang di tunggu-tunggu oleh
semua wanita, pangeran berkuda putih atau kah abu-abu itu tak jadi masalah
ketika pangeran tersebut sudah mampu menerobos benteng terkuat dalam hati
seorang wanita makan kata pantaslah yang keluar menjadi ucapan setiap orang. Ternyata
memupuk rasa sabar dan deraian air mata itu satu hal yang amat penting bagi
siapa saja yang bersedia mengizinkan Allah mengatur kisah cintanya. Dan
percayalah di luar sana mungkin ada seseorang yang sedang merayu Allah siang
dan malam untuk menjadikan kita sebagai pendamping hidupnya untuk bersama-sama
membangun benteng dakwah dalam sebuah pernikahan yang halal. Semoga siapapun
kalian yang selalu menjadikan agama Allah sebagai lahan dakwah tidak akan
terkalahkan dari sikap iblis yang selalu mengganggu jalan halal kita menuju pernikahan.
Sadarlah bahwa ghodul bashor itu nikmat dan berkhalawat itu menyedihkan. Ayoooo
sama-sama meraih surga Allah denga pasanga halal yang di takdirkan untuk kita.
And Ini kisah ku bagaimana
kisah mu?
0 komentar:
Posting Komentar