Dua bulan berlalu, waktu yang cukup berat bagi Nina
untuk menghilangkan bayangan Galih dalam benaknya, ikhwan yang nyaris sempurna
pada zaman sekarang ini. Hanya Umi Ida yang menemani dirinya menghadapi fase
terberat dalam hidupnya. Mau mengadu pada siapa lagi kalau bukan kepada Allah
dan Umi Ida, karena mengumbar taaruf yang gagal bukan kebiasaan akhwat yang
memiliki gelar militan. Sampai saat ini Nina masih berusaha untuk bangkit
kembali dan tidak meratapi takdir yang Allah tetapkan untuk dirinya.
Nina harus menjadi kuat seperti julukkannya akhwat
tangguh. Namun seprtinya Allah ingin menjadikan hambanya yang satu ini menjadi
lebih kuat. Kabar menyedihkan menyapa hidupnya kembali undangan warna merah tua
berpadu dengan gold dibalut pita krem membuat wajah Nina sedih ternyata ada nama
Galih Putra Santoso dalam undangan tersebut. Awalnya Umi Ida ingin
menyembunyikan undangan tersebut dari Nina namun cara tersebut ia rasa tidak akan
membuat Nina belajar dari rasa sedihnya. Awan mendung masih setia menemani
hari-hari Nina. Apakah Tuhan begitu jahat kepada dirinya, Tuhan tidak jahat Ia
hanya ingin memberikan jalan indah kepada hamba yang amat mencintainya.
***
“Selamat ya Nin akhirnya kita lulus juga, selamat
juga karena kamu berhasil menjadi mahasiswi dengan nilai terbaik” Peluk Qarimah
bahagia
“Jangan lupa teraktir ya, awas kalau engga” bisik
Qarimah jahil sambil melepaskan pelukannya.
Nina tersenyum lebar menanggapi tingkah sahabatnya
tersebut, tidak lama kemudian Rizal suami Qarimah menghampiri mereka yang asik
mengobrol. Ada rasa iri yang tersirat di balik wajah bahagianya, suami Qarimah
memberikan setangkai mawar merah atas kelulusan isterinya. Mungkin dulu kalau
ia dan Galih sampai menikah hal yang sama akan ia rasakan juga untuk hari ini.
“Astagfirullah kenapa si aku” Ucap Nina berbisik buru-buru ia menghapus
khayalan dalam benaknya. Dirinya tidak boleh berandai-andai dengan kenyataan
yang sudah terjadi. Ingat Nin iblis yang membuat skenario khayalan di otak mu
itu, bangkitlah lah dan bersiap siagalah untuk menyambut skenario indah yang
akan menjadi pelengkap hidupmu. Karena Allah sedang menyiapkan kejutan istimewa
untuk mu yang selalu membela agamanya.
Hari, minggu, bulan dan tahun berlalu hari ini ia
dipusingkan dengan kegagalannya untuk yang kedua kalianya taaruf. Mungkin bukan
rasa sedih yang ia rasakan lebih tepatnya lagi rasa muak dan benci kepada
ikhwan tersebut bagaimana tidak muak dengan alasan dirinya kurang putih dan
kurang tinggi kata ikhwan yang dijodohkan dengannya. Alasan yang menurutnya
tidak wajar, ia harus sabar menghadapi realita bahwa ikhwan zaman sekarang yang
sudah membelot ketika mengartikan pernikahan dalam mencari calon isteri. Yang
hanya menomor satukan penampilan fisik saja. Mereka salah besar jika hanya
penampilan fisik yang menjadi alasan pertama untuk menikah, sampai kapanpun
Allah akan membuat jalan buntu bagi mereka yang seperti itu. Desah Nina dalam
hati.
Tetapi bagaimana pun rasa sedih itu tetap ada. Ia
bertanya dalam hatinya apakah niat pernikahannya masih ada yang salah, ia tak
memasang target tinggi. Sabar Nina jangan berputus asa, tunggulah sampai
waktunya tiba dan kau akan menyadarinya bahwan wanita baik hanya untuk
laki-laki baik pula. Berkhalawat tidak akan di ridhoi Allah, biarlah semua
ikhwan dan akhwat di luar sana tidak mementingkahn harga dirinya demi cinta
semu dari dunia yang semu ini. Ingat Nin Allah pastikan bersamamu jika kau
selalu bersamanya.
***
“Kapan kamu mau pulang Nduk? sudah lima bulan kamu
tidak menjenguk Ibu dan Bapak”. keluh Ibu dari seberang pesawat telephon.
“Ya Bu Insyallah kalau semua pekerjaan Nina sudah
selesai, Nina langsung minta cuti dan pulang kerumah” Jawab Nina pasrah
mendengarkan keluhan Ibunya.
“Ibu sama Bapak nunggu kamu cepet pulang ya, oh ya
Nin masih ingat Assad teman SD dan ngaji kamu dulu?” tanya Ibu penasaran.
“Assad hmmmm” Nina mencoba menggalih memorinya “Aduh
Nina udah lupa Bu, memang kenapa?” Tanya Nina santai
“Teman kamu itu baru pulang dari Mesir hebat ya” puji
Ibu berlebihan dengan semangat.
“Coba nanti Nina ingat-ingat dulu ya Bu tentang
Assad” Ledek Nina.
“Ibu sama Bapak sudah rindu, bulan depan kamu harus
pulang” Ucap perempuan setengan baya itu memaksa anak semata wayangnya.
“Insyallah Bu”.
Nina bingung dengan obrolannya dengan Ibu, kenapa
pula Ibu harus menyinggung tentang Assad, Ternyata percakapan dengan sang Ibu membuatnya
penasaran untuk mengingat kembali tentang masa-masa kecilnya dulu, dirinya mana
mungkin lupa dengan Assad yang selalu berada tepat tiga langkah dibelakangnya.
Hanya Assad teman yang menurutnya cerdas, ia memiliki mimpi besar untuk dapat
belajar keluar Negeri. Impiannya
terkabul setelah empat tahun dirinya mondok di Gontor ia mendapatkan nilai
terbaik dan lantas mampu merbangkannya ke negeri Fir’aun. Impian setiap pemuda
di kampungku pada saat itu, bagaikan menerima hadiah istimewa dari Tuhan Assad
mampu membuat siapa saja iri dengannya.
Sambil menyelam minum air pasti kepulangannya dari
negeri pyramid dirinya sudah menggandeng wanita berwajah Cleopatra yang menjadi
pemanis kehidupan pernikahannya. Itulah yang dikatakan setiap pemuda yang memberikan
selamat kepada Assad sebelum kepergihannya.
***
“Assalamualaikum Bu, Pak” Nina mengetok pintu
rumahnya jam sudah menunjukan pukul 03.00 dini hari setelah ucapan salam yang
ketiga kalinya Bapak membukakan pintu Nina langsung meraih tangan lelaki di
hadapannya dan menciumnya. Karena mendengar suara Nina di luar, Ibu langsung
bangun dan bergegas menyabut anak gadisnya.
“Pulang juga Nin?” ucap Ibu sambil sedikit menguap.
“Kan Nina kangen sama Ibu dan Bapak makanya Nina
pulang” Jawab Nina sekenanya dan memberikannya pelukan hangat untuk menghibur
hati Ibu.
“Kamu kalau Ibu engga suruh pulang juga, kamu engga
akan pulang Nin” ucap Ibu sembari melepaskan pelukan Nina.
“Bu Nina capek banget, Nina langsung masuk kamar ya”
Nina berjalan meninggalkan Ibu dan Bapak yang masih ingin melepas rindu.
Setelah membuka pintu ia menaruh barang yang dibawanya pada sudut kamar,
dirinya sudah tidak bisa melawan rasa kantuk dan lelah yang menyerangnya secara
bersamaan setelah kurang lebih melakukan perjalanan selama 12 jam menggunakan
bis. Tidurlah menjadi jawaban paling terampuh baginya.
Suara adzan merobek heningnya malam, Bapak mengentuk
pelan pintu kamar Nina.
“Ya Pak, Nina bangun” Spontan Bapak menghentikan
ketukannya. Mata Nina mengkerjip-kerjip menatap langit-langit kamarnya mengusir
kantuk yang masih setiap menghuni matanya, setelah berusahan mengumpulkan nyawa
ia bergegas membuka pintu kamar dan menuju kamar mandi. Selepas sholat subuh ia
urungkan niatnya untuk masuk dapur boro-boro mau membantu Ibu memasak, matanya
masih tidak bisa di ajak kompromi satu setengah jam mana mungkin bisa mengusir
kantuknya. Nina menuju tempat tidurnya kembali menarik selimut dan melanjutkan
mimpinya yang sempat bersambung, Ibu dan Bapak sudah memaklumi membiarkan Nina
melanjutkan mimpinya dan melepas kangen pada kamar yang menyimpan banyak kenangan
manis pada masa kecil dan remajanya.
Kamar yang menjadi saksi Nina bekerja keras pada
saat di bangku SMP dan SMA, Nina memang gemar mengumpulkan kalimat motivasi
dari beberapa orang sukses di belahan bumi. Ia rajin menulis dan memberikan
hiasan pada kalimat motivasi tersebut mungkin sipapun yang melihatnya akan terguguah
untuk mengikuti sihir. Pantas saja ia mampu menyabet beberapa piagam
penghargaan dari berbagai lomba yang mengisi masa-masa SMP dan SMA nya,
beberapa lomba yang di ikutinya mulai dari lomba matematika, SAINS sampai lomba
debat bahasa inggris, piagam tersebut memberikan kesan yang berbeda pada dekorasi
ruangan tidurnya. Orang tua mana yang tidak bangga memiliki anak gadis yang
mampu mengharumkan nama keluarga.
Beberapa pemuda yang tinggal di kampungnya pun
kadang menyampaikan niat untuk mempersunting Nina, namun di tolak dengan halus
oleh Bapak karena alasan Nina yang masih sibuk di Jakarta.
***
“Nin
umur kamu tuh sudah mau menginjak usia 26 tahun waktu yang tepat untuk
mendapatkan pendamping hidup”. Nina yang sedang mengunyah makanan langsung
menghentikan aktivitasnya dan memandang Ibu dengan seksama, hatinya berbisik
pertanyaan yang selama ini di bayangkannya akhirnya terucap juga oleh Ibu. Nina
tidak memiliki kekuatan untuk dapat menjawab pertanyaan yang dialamatkan kepada
dirinya ia hanya mampu menghembuskan nafasnya dan melanjutkan aktivitasnya
kembali.
Pertanyaann yang lontarkan Ibu mampu membuat Nina
mengurung diri dalam kamar mengingat kembali proses taaruf beberapa tahun silam yang sempat membuatnya
berderai air mata. Kontan hal tersebut mengusik hari-harinya hal yang susah
payah ia lupakan dengan deraian air mata yang tak terhitung. Dua tahunnya untuk
melupakan dua ikhwan yang memberi rasa berbeda dalam hatinya di kalahkan dengan
pertanyaan Ibu. Ia memandang langit lekat-lekat dari jendela kamarnya hari ini
tidak ada bintang yang nampak satu pun gumpalan awan hitam yang dilihatnya
mewakilkan perasaan hatinya. Menurutnya ia harus belajar memupuk rasa sabar
yang lebih selama berada dirumahnya.
Malam panjang penuh dengan kesedihan pun berlalu
dengan lambat seakan malam merangkak menuju pagi geraknya lamban membuat Nina
melewati malamnya dengan suram. Awalnya ia malas untuk sarapan bersama Ibu dan
Bapak pasti topik yang sama kemarin akan didentangkan kembali oleh Ibu bagaikan
makanan pembuka pagi ini, benar saja Ibu masih sama memberikan pertanyaan yang
tidak mampu untuk di jawab Nina paginya sudah di sambut dengan pertanyaan yang
mengusik batinnya. Malah Bapak terlihat tidak terlalu memperdulikan pertanyaan
yang di lontarkan Ibu, Bapak masih melakukan aktivitas seperti lima menit yang
lalu menikmati nasi goreng buatan Nina anak semata wayangnya. Sudah dua hari
ini Ibu mengajak Nina untuk membuka memori yang sudah lama terpendam dalam
otaknya Ibu terus saja membahas tentang satu nama yang menjadi tanda tanya
untuk Nina. Setiap ditanya oleh Ibu Nina akan pura-pura lupa dengan Assad. Ia tidak
lupa dengan laki-laki itu hampir separuh masa kecil dan remajanya ia lewatkan
bersamanya teman yang di jodoh-jodohkan olehnya ketika mengaji di surau kampung,
tapi kondisinya saat ini berbeda dengan masa lalu mana mungkin Assad mampu
mengalihkan pandangannya dari pesona Cleopatra yang lalu lalang di Negeri
tempatnya menimba ilmu, seekor serigala tidak akan mampu melewatkan daging
segar yang disuguhkan untuknya. Ia hanya berkilah setiap kali nama Assad yang
terucap dari mulut Ibu Nina hanya tidak mau membahas ikhwan yang satu itu.
Tangerang, 15
Juli 2017
Indahnya Melukis
Hari
#30DaysWritingChallenge
#30DWC #Days10
0 komentar:
Posting Komentar