Sabtu, 15 Juli 2017

Proposal Pernikahan Part IV



Dua bulan berlalu, waktu yang cukup berat bagi Nina untuk menghilangkan bayangan Galih dalam benaknya, ikhwan yang nyaris sempurna pada zaman sekarang ini. Hanya Umi Ida yang menemani dirinya menghadapi fase terberat dalam hidupnya. Mau mengadu pada siapa lagi kalau bukan kepada Allah dan Umi Ida, karena mengumbar taaruf yang gagal bukan kebiasaan akhwat yang memiliki gelar militan. Sampai saat ini Nina masih berusaha untuk bangkit kembali dan tidak meratapi takdir yang Allah tetapkan untuk dirinya.

Nina harus menjadi kuat seperti julukkannya akhwat tangguh. Namun seprtinya Allah ingin menjadikan hambanya yang satu ini menjadi lebih kuat. Kabar menyedihkan menyapa hidupnya kembali undangan warna merah tua berpadu dengan gold dibalut pita krem membuat wajah Nina sedih ternyata ada nama Galih Putra Santoso dalam undangan tersebut. Awalnya Umi Ida ingin menyembunyikan undangan tersebut dari Nina namun cara tersebut ia rasa tidak akan membuat Nina belajar dari rasa sedihnya. Awan mendung masih setia menemani hari-hari Nina. Apakah Tuhan begitu jahat kepada dirinya, Tuhan tidak jahat Ia hanya ingin memberikan jalan indah kepada hamba yang amat mencintainya.
***
“Selamat ya Nin akhirnya kita lulus juga, selamat juga karena kamu berhasil menjadi mahasiswi dengan nilai terbaik” Peluk Qarimah bahagia
“Jangan lupa teraktir ya, awas kalau engga” bisik Qarimah jahil sambil melepaskan pelukannya.
Nina tersenyum lebar menanggapi tingkah sahabatnya tersebut, tidak lama kemudian Rizal suami Qarimah menghampiri mereka yang asik mengobrol. Ada rasa iri yang tersirat di balik wajah bahagianya, suami Qarimah memberikan setangkai mawar merah atas kelulusan isterinya. Mungkin dulu kalau ia dan Galih sampai menikah hal yang sama akan ia rasakan juga untuk hari ini. “Astagfirullah kenapa si aku” Ucap Nina berbisik buru-buru ia menghapus khayalan dalam benaknya. Dirinya tidak boleh berandai-andai dengan kenyataan yang sudah terjadi. Ingat Nin iblis yang membuat skenario khayalan di otak mu itu, bangkitlah lah dan bersiap siagalah untuk menyambut skenario indah yang akan menjadi pelengkap hidupmu. Karena Allah sedang menyiapkan kejutan istimewa untuk mu yang selalu membela agamanya.

Hari, minggu, bulan dan tahun berlalu hari ini ia dipusingkan dengan kegagalannya untuk yang kedua kalianya taaruf. Mungkin bukan rasa sedih yang ia rasakan lebih tepatnya lagi rasa muak dan benci kepada ikhwan tersebut bagaimana tidak muak dengan alasan dirinya kurang putih dan kurang tinggi kata ikhwan yang dijodohkan dengannya. Alasan yang menurutnya tidak wajar, ia harus sabar menghadapi realita bahwa ikhwan zaman sekarang yang sudah membelot ketika mengartikan pernikahan dalam mencari calon isteri. Yang hanya menomor satukan penampilan fisik saja. Mereka salah besar jika hanya penampilan fisik yang menjadi alasan pertama untuk menikah, sampai kapanpun Allah akan membuat jalan buntu bagi mereka yang seperti itu. Desah Nina dalam hati.

Tetapi bagaimana pun rasa sedih itu tetap ada. Ia bertanya dalam hatinya apakah niat pernikahannya masih ada yang salah, ia tak memasang target tinggi. Sabar Nina jangan berputus asa, tunggulah sampai waktunya tiba dan kau akan menyadarinya bahwan wanita baik hanya untuk laki-laki baik pula. Berkhalawat tidak akan di ridhoi Allah, biarlah semua ikhwan dan akhwat di luar sana tidak mementingkahn harga dirinya demi cinta semu dari dunia yang semu ini. Ingat Nin Allah pastikan bersamamu jika kau selalu bersamanya.
***
“Kapan kamu mau pulang Nduk? sudah lima bulan kamu tidak menjenguk Ibu dan Bapak”. keluh Ibu dari seberang pesawat telephon.

“Ya Bu Insyallah kalau semua pekerjaan Nina sudah selesai, Nina langsung minta cuti dan pulang kerumah” Jawab Nina pasrah mendengarkan keluhan Ibunya.

“Ibu sama Bapak nunggu kamu cepet pulang ya, oh ya Nin masih ingat Assad teman SD dan ngaji kamu dulu?” tanya Ibu penasaran.

“Assad hmmmm” Nina mencoba menggalih memorinya “Aduh Nina udah lupa Bu, memang kenapa?” Tanya Nina santai

“Teman kamu itu baru pulang dari Mesir hebat ya” puji Ibu berlebihan dengan semangat.
“Coba nanti Nina ingat-ingat dulu ya Bu tentang Assad” Ledek Nina.

“Ibu sama Bapak sudah rindu, bulan depan kamu harus pulang” Ucap perempuan setengan baya itu memaksa anak semata wayangnya.

“Insyallah Bu”.
Nina bingung dengan obrolannya dengan Ibu, kenapa pula Ibu harus menyinggung tentang Assad, Ternyata percakapan dengan sang Ibu membuatnya penasaran untuk mengingat kembali tentang masa-masa kecilnya dulu, dirinya mana mungkin lupa dengan Assad yang selalu berada tepat tiga langkah dibelakangnya. Hanya Assad teman yang menurutnya cerdas, ia memiliki mimpi besar untuk dapat belajar keluar Negeri.  Impiannya terkabul setelah empat tahun dirinya mondok di Gontor ia mendapatkan nilai terbaik dan lantas mampu merbangkannya ke negeri Fir’aun. Impian setiap pemuda di kampungku pada saat itu, bagaikan menerima hadiah istimewa dari Tuhan Assad mampu membuat siapa saja iri dengannya.

Sambil menyelam minum air pasti kepulangannya dari negeri pyramid dirinya sudah menggandeng wanita berwajah Cleopatra yang menjadi pemanis kehidupan pernikahannya. Itulah yang dikatakan setiap pemuda yang memberikan selamat kepada Assad sebelum kepergihannya.
***
“Assalamualaikum Bu, Pak” Nina mengetok pintu rumahnya jam sudah menunjukan pukul 03.00 dini hari setelah ucapan salam yang ketiga kalinya Bapak membukakan pintu Nina langsung meraih tangan lelaki di hadapannya dan menciumnya. Karena mendengar suara Nina di luar, Ibu langsung bangun dan bergegas menyabut anak gadisnya.

“Pulang juga Nin?” ucap Ibu sambil sedikit menguap.

“Kan Nina kangen sama Ibu dan Bapak makanya Nina pulang” Jawab Nina sekenanya dan memberikannya pelukan hangat untuk menghibur hati Ibu.

“Kamu kalau Ibu engga suruh pulang juga, kamu engga akan pulang Nin” ucap Ibu sembari melepaskan pelukan Nina.

“Bu Nina capek banget, Nina langsung masuk kamar ya” Nina berjalan meninggalkan Ibu dan Bapak yang masih ingin melepas rindu. Setelah membuka pintu ia menaruh barang yang dibawanya pada sudut kamar, dirinya sudah tidak bisa melawan rasa kantuk dan lelah yang menyerangnya secara bersamaan setelah kurang lebih melakukan perjalanan selama 12 jam menggunakan bis. Tidurlah menjadi jawaban paling terampuh baginya.

Suara adzan merobek heningnya malam, Bapak mengentuk pelan pintu kamar Nina.

“Ya Pak, Nina bangun” Spontan Bapak menghentikan ketukannya. Mata Nina mengkerjip-kerjip menatap langit-langit kamarnya mengusir kantuk yang masih setiap menghuni matanya, setelah berusahan mengumpulkan nyawa ia bergegas membuka pintu kamar dan menuju kamar mandi. Selepas sholat subuh ia urungkan niatnya untuk masuk dapur boro-boro mau membantu Ibu memasak, matanya masih tidak bisa di ajak kompromi satu setengah jam mana mungkin bisa mengusir kantuknya. Nina menuju tempat tidurnya kembali menarik selimut dan melanjutkan mimpinya yang sempat bersambung, Ibu dan Bapak sudah memaklumi membiarkan Nina melanjutkan mimpinya dan melepas kangen pada kamar yang menyimpan banyak kenangan manis pada masa kecil dan remajanya.

Kamar yang menjadi saksi Nina bekerja keras pada saat di bangku SMP dan SMA, Nina memang gemar mengumpulkan kalimat motivasi dari beberapa orang sukses di belahan bumi. Ia rajin menulis dan memberikan hiasan pada kalimat motivasi tersebut mungkin sipapun yang melihatnya akan terguguah untuk mengikuti sihir. Pantas saja ia mampu menyabet beberapa piagam penghargaan dari berbagai lomba yang mengisi masa-masa SMP dan SMA nya, beberapa lomba yang di ikutinya mulai dari lomba matematika, SAINS sampai lomba debat bahasa inggris, piagam tersebut memberikan kesan yang berbeda pada dekorasi ruangan tidurnya. Orang tua mana yang tidak bangga memiliki anak gadis yang mampu mengharumkan nama keluarga.

Beberapa pemuda yang tinggal di kampungnya pun kadang menyampaikan niat untuk mempersunting Nina, namun di tolak dengan halus oleh Bapak karena alasan Nina yang masih sibuk di Jakarta.
***
            “Nin umur kamu tuh sudah mau menginjak usia 26 tahun waktu yang tepat untuk mendapatkan pendamping hidup”. Nina yang sedang mengunyah makanan langsung menghentikan aktivitasnya dan memandang Ibu dengan seksama, hatinya berbisik pertanyaan yang selama ini di bayangkannya akhirnya terucap juga oleh Ibu. Nina tidak memiliki kekuatan untuk dapat menjawab pertanyaan yang dialamatkan kepada dirinya ia hanya mampu menghembuskan nafasnya dan melanjutkan aktivitasnya kembali.

Pertanyaann yang lontarkan Ibu mampu membuat Nina mengurung diri dalam kamar mengingat kembali proses taaruf  beberapa tahun silam yang sempat membuatnya berderai air mata. Kontan hal tersebut mengusik hari-harinya hal yang susah payah ia lupakan dengan deraian air mata yang tak terhitung. Dua tahunnya untuk melupakan dua ikhwan yang memberi rasa berbeda dalam hatinya di kalahkan dengan pertanyaan Ibu. Ia memandang langit lekat-lekat dari jendela kamarnya hari ini tidak ada bintang yang nampak satu pun gumpalan awan hitam yang dilihatnya mewakilkan perasaan hatinya. Menurutnya ia harus belajar memupuk rasa sabar yang lebih selama berada dirumahnya.

Malam panjang penuh dengan kesedihan pun berlalu dengan lambat seakan malam merangkak menuju pagi geraknya lamban membuat Nina melewati malamnya dengan suram. Awalnya ia malas untuk sarapan bersama Ibu dan Bapak pasti topik yang sama kemarin akan didentangkan kembali oleh Ibu bagaikan makanan pembuka pagi ini, benar saja Ibu masih sama memberikan pertanyaan yang tidak mampu untuk di jawab Nina paginya sudah di sambut dengan pertanyaan yang mengusik batinnya. Malah Bapak terlihat tidak terlalu memperdulikan pertanyaan yang di lontarkan Ibu, Bapak masih melakukan aktivitas seperti lima menit yang lalu menikmati nasi goreng buatan Nina anak semata wayangnya. Sudah dua hari ini Ibu mengajak Nina untuk membuka memori yang sudah lama terpendam dalam otaknya Ibu terus saja membahas tentang satu nama yang menjadi tanda tanya untuk Nina. Setiap ditanya oleh Ibu Nina akan pura-pura lupa dengan Assad. Ia tidak lupa dengan laki-laki itu hampir separuh masa kecil dan remajanya ia lewatkan bersamanya teman yang di jodoh-jodohkan olehnya ketika mengaji di surau kampung, tapi kondisinya saat ini berbeda dengan masa lalu mana mungkin Assad mampu mengalihkan pandangannya dari pesona Cleopatra yang lalu lalang di Negeri tempatnya menimba ilmu, seekor serigala tidak akan mampu melewatkan daging segar yang disuguhkan untuknya. Ia hanya berkilah setiap kali nama Assad yang terucap dari mulut Ibu Nina hanya tidak mau membahas ikhwan yang satu itu.  

Tangerang, 15 Juli 2017
Indahnya Melukis Hari

#30DaysWritingChallenge #30DWC #Days10

0 komentar:

Posting Komentar

 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design