Jumat, 14 Juli 2017

Poroposal Pernikahan Part III



Dua minggu berlalu waktu yang di berikan umi Ida kepada Nina untuk mencari jawaban yang tepat dari Ar-Rahim, hari ini akan menjadi hari pertama dirinya bertemu dengan ikhwan yang akan menjadi pasangan hidupnya, karena memikirkan hal tersebut membuat Nina tidak bisa tidur dengan nyenyak tadi malam, bahkan ketika umi Ida bertanya Nina memberikan jawaban yang tidak nyambung, mungkinkah akan seperti itu setiap orang yang sedang menjalankan fase taaruf? Otaknya akan berubah bodoh
“Jangan menampakkan rasa grogi kamu Nin, kalau seperti itu kamu terlihat seperti orang ling-lung” pesan umi Ida yang duduk bersebelahan dengan Nina. umi Ida menangkupkan tangannya di atas tangan Nina dan tersenyum ia berharap dengan caranya itu akan membuat Nina lebih tenang.
“Afwan umi, Nina deg-degkan” Timbal Nina dengan suara sedikit bergetar
“Kamu berdoa saja Nin, ga usah terlalu dirasakan karena umi khawatir nanti kamu malah sakit perut, biasanya kalau sedangg tegang orang bisa menjadi sakit  perut” Nina mengangguk mengiyahkan ucapan Umi Ida.
Tamu yang di tunggu-tunggu pun tiba sang ikhwan yang di antar oleh Murrobi dan isteri Murrobinya bergegas masuk. Jantung Nina berdegup kencang bahkan sudah tak berirama kedua telapak tangannya berkeringat untuk mendongakan kepalanya saja hanya sekedar mencuri pandang bakal calon pendampingnya tersebut ia tak mampu.  
“Nina perkenalakan ini Galih” ketika suami  umi Ida memperkenalkan Galih, Nina baru memberanikan diri untuk melihatnya, dan pertama kali hal yang terbesit dalam fikiran Nina adalah inikah calon laki-laki yang akan membawanya menuju surga Allah, inikah sang ikhwan yang memiliki visi misi yang teramat indah itu, inikah sang ikhwan yang akan mewarnai hari-harinya sampai maut datang menghampirinya. Nina memang tidak melihat foto yang diselipkan Galih dalam proposalnya, karena baginya visi misi sudah cukup untuk meyakinkan dirinya tentang kepribadian calon pendamping hidupnya. Dari wajahnya Galih terlihat seperti seorang pekerja keras, hidungnya mancung, kulitnya bewarna sawo matang, mungkin tinggi badangnya sekitar 170-175, lesung pipit di wajahnya nampak dengan jelas dan matanya akan sedikit menyipit karena tarikan dari otot-otot diwajahnya saat ia sedang tersenyum. Ketika berbicara menunjukkan bahwa ia adalah orang yang cukup pandai, terlihat dari pemilihan kata dan jawaban yang tepat pada setiap pertanyaan yang diajukan, Galih selalu menjaga pandangannya sebelum adanya ijab-qobul. Sepanjang percakapan berlangsung Nina dan Galih tidak berani untuk memandang satu sama lain. Satu jam pun berlalu ada beberapa hal yang di tanyakan oleh masing-masing dari mereka tentang progres mereka setelah menikah dan beberapa kesepakatan yang dibuat tentunya tidak saling memberatkan satu sama lain.
“Ukhti ane harap anti tidak merasa keberatan kalau diadakannya check up pra nikah?” Galih mengajukan syarat sebelum proses taaruf ini di tutup.
“Ya ane tidak keberatan sama sekali, akan lebih baik hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan” dengan mantab Nina menyetujui syarat yang di ajukan Galih padanya.
“Alhamdulillah kalau memang sudah sama-sama setuju nanti umi saja yang mengatur waktu dan tempatnya untuk kalian chec kup”
Umi Ida menawarkan diri untuk membantu Nina dan Galih
***
            Setelah melakukan chec kup pra nikah mereka harus bersabar menunggu hasil dari pemeriksaan selama satu minggu. Dengan rasa dag dig dug, dengan rasa tidak sabar, dengan rasa khawatir semuanya pasti ingin segera mengetahui hasil pemeriksaan. Satu minggu pun berlalu, Nina, Galih dan umi Ida duduk dengan tenang dalam ruang dokter, ruangan yang memberikan kesan menakutkan untuk Nina terlebih lagi ada beberapa peralatan rumah sakit yang menurutnya aneh karena ia baru pertama kali melihatnya.
“Sebelumnya saya mau bertanya, boleh saya tahu alasan apa yang menjadi dasar di lakukannya check up ini?” Tanya dokter Rusdi penasaran.
“Pemeriksaan sebelum menikah dok” jawab umi Ida dengan senyuman khasnya.
“oooo Jadi mereka berdua calon pasangan” Dokter Rusdi tersenyum jahil nampaklah barisan gigi yang beraturan dengan rapih dibalik senyumnya. Itu cara dokter Rusdi untuk  mencairkan suasana dalam ruangan. Nina dan Galih sama-sama tersenyum tipis.
“Baik saya akan langsung menjelaskan hasil dari pemeriksaan Ibu Nina dan Bapak Galih”
***
Ruangan hening tampak tak berpenghuni, seorang gadis mengadu kepada sang penentu takdir “Ya Allah sampai detik ini hamba belum mampu ikhlas” batin Nina dalam hati. Dikamar kossan yang hanya satu petak Nina seorang diri meratapi rasa sedihnya tanpa ada satu orangpun menjadi teman pengusir sedih, ia hanya bisa bertanya dalam sepi tanpa menemukan jawaban dari pertanyaannya. Dirinya tidak menyalahkanNya ketika suratan takdir ini yang terjadi, kodratnya sebagai manusia memaksanya untuk meratapi keinginannya yang tidak dapat terealisasikan. Nina butuh waktu untuk dapat menenangkan dan meyakinkan bahwa hal ini menjadi jawaban terbaik dari Al-Qowwi. Bukannya ia merasa bahwa masih belum siap untuk menjadi seorang isteri, bukannya ia merasa bahwa pernikahan akan menghentikan jalan aktifitasnya, bukannya ia meresa bahwa ia masih fakir dalam ilmu keagamaan. Jadi apapun yang terjadi pada proses taaruf ini tidak akan membuatnya berlarut dalam kesedihan. Tetapi gagalnya taaruf menjadikan pukulan terdahsyat dalam hidupnya. Titik terendah yang ia lewati adalah saat ini.
            Padahal sudah jam 23.30 wib Nina masih belum bisa menghentikan air matanya, jawaban dari dokter Rusdi tadi siang masih saja menari-nari dalam fikirannya tentang dibalik alasan dirinya tidak dapat melanjutkan penikahan ini. Ia dan Galih sama-sama memiliki gen carier atau Thalasemia, yang bila menikah akan berpotensi untuk memiliki anak thalasemia.  Awalnya Nina masih di buat bingung dengan jawaban tersebut karena dengan keterbatasan ilmu yang ia miliki. Galih saat itu terlihat mematung dirinya syok dengan pemaparan dari dokter Rusdi, spontan kedua tangan umi Ida langsung menutup mulutnya.
“Apakah penyakit tersebut sangat parah dok?” tanya Nina penasaran.
“Saya terpaksa harus mengatakan ya” jawab dokter Rusdi diplomatis  
“Apakah ada cara yang bisa kami lakukan untuk menghindari hal tersebut?” Tanya Nina dengan harapan ia dan Galih masih bisa menikah, wajahnya masih menyimpan banyak tanya saat itu
“Hal yang terbaik adalah meridhoi tidak terjadinya pernikahan, karena sampai saat ini penyakit tersebut belum ditemukan obatnya” Dokter Rusdi pasrah dengan jawabannya.
Nina sudah tidak mampu membendung air matanya walaupun ia masih tidak mengerti efek yang lebih spesifikasi dari penyakit tersebut.
“Saya akan menjelaskan tentang penyakit thalasemia lebih rinci, agar Ibu Nina dan Bapak Galih bisa mengambil jalan yang tepat setelah ini” Dokter Rusdi merubah posisi duduknya wajahnya mulai menampakan keseriusan “Thalasemia adalah sekelompok gejala atau penyakit keturunan yang diakibatkan karena kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai amino yang membentuk hemoglobin, sebagai bahan utama darah” Sampai disini Nina sudah sedikit memahami apa yang dokter Rusdi katakan “Darah manusia terdiri atas plasma dan sel darah yang berupa sel darah merah (eritrosit) sel dara putih (leukosit) dan kepingan darah (trombosit). Seluruh sel darah tersebut  dibentuk oleh sumsum tulang, sementara hemoglobin merupakan salah satu pembentuk sel darah merah. Hemoglobin terdiri dari empat rantai asam amino (dua rantai amino alfa dan dua rantai amino beta) yang bekerja bersama-sama untuk mengikat dan mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Rantai asam amino inilah yang gagal dibentuk sehingga menyebabkan timbulnya thalasemia” Terlihat dari wajah dokter Rusdi dirinya juga ikut sedih dengan hal yang menimpah Nina dan Galih ketika menjelaskan hal tersebut.
“Apakah akan ada resiko besar jika pernikahan ini tetap di langsungkan?” Tanya Umi Ida dengan suara yang terdengar bergetar.
“Anak yang menderita thalasemia akan mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice) luka terbuka dikulit (borok) batu empedu, pucat, lesu, sesak nafas karena jantung bekerja terlalu berat, dan aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang terutama tulang kepala dan wajah. Bahkan akan terjadi gagal jantung karena disebabkan seringnya tranfusi berulang, penyerapan zat besi meningkat dan kelebihan zat besi tersebut terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung”.
 Umi Ida sudah tidak kuat dengan pemaparan dari dokter Rusdi dirinya juga menangis dengan hal yang menimpa Nina dan Galih. Bagaikan di siram air es satu truck Nina tidak dapat membayangkan kemungkinan buruk yang dipaparkan dokter Rusdi. Posisi dokter Rusdi saat itu memang harus berkata benar tentang kondisi Nina dan Galih, karena jika tidak maka Nina dan Galih akan menyesal di masa depan.
“Tidak hanya sampai situ saja” lanjut dokter Rusdi “Resiko terburuk yang akan terjadi pada anak yang menderita thalasemia adalah usia darahnya tidak sampai 120 hari dan bersifat rapuh dan mengharuskan seumur hidupnya cuci darah minimal 1-2 kali per bulan. Selain itu perkembangan fisiknya tidak normal, terlihat begitu pucat dengan kulit menghitam karena penumpukan zat besi (akibat cuci darah terus menerus) usia mereka biasanya hanya bertahan di 20 tahunan karena tubuhnya tidak akan kuat untuk bertahan lebih lama” dokter Rusdi langsung menghembuskan nafas yang berat dihadapan mereka bertiga setelah menjelaskan hasil check up. Bahkan Galih pun menyeka ujung matanya dengan sapu tangan, kenyataan perih yang mengiris hati. Kesimpulan yang dapat Nina ambil dari pemaparan dokter Rusdi tadi siang adalah jika penikahan ini berlangsung maka akan berakhir pada kemodharatan yang cukup besar, tujuan menikah dalam mencetak generasi terbaik untuk agama ini akan menjadi sirna ketika dirinya dan Galih sampai menikah. Dan yang paling menderita adalah anak mereka karena harus menanggung sakit seumur hidupnya.  
***
Tangerang, 14 Juli 2017
Indahnya Melukis Hari

#30DaysWritingChallenge #30DWC #Days9

0 komentar:

Posting Komentar

 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design