Kamis, 13 Juli 2017

Proposal Pernikahan Part II


Beberapa tahun silam.
Settingan berubah pada sebuah ruangan organisasi seorang gadis mengenakan kerudung hijau toska yang hampir menutupi sebagian dari tubuh mungilnya asik berbicara. Ia memiliki wajah standar orang asia, hidungnya cukup mancung, kulitnya hitam manis, tubuhnya tidak tinggi tidak pula pendek. Gadis tersebut sedang asik berbicara di depan teman-teman yang di dominasi laki-laki dan perempuan, matanya menyapu seluruh sudut ruangan sesekali tertuju pada barisan tempat duduk laki-laki, namun pandangannya akan berhenti lama pada barisan tempat duduk perempuan. Setiap kali dirinya berbicara pasti tangannya tidak bisa diam, nada bicaranya sedikit cepat namun kalimat yang diucapkan tetap teratur seperti banyak ide didalam kepalanya yang sedang mengantri untuk segera di ucapkan, semua orang yang ada di dalam ruangan menikmati presentasi yang sedang berlangsung, dengan beberapa kali anggukan dari teman-temannya tanda setuju dengan ide yang di paparkan olehnya. Kepercayaan diri yang tersirat dalam wajahnya menunjukkan bahwa ini bukan pertama kali dirinya berbicara di depan khalayak ramai, nyali dan kepandaiannya melebihi postur tubuhnya tak jarang teman-temannya akan fokus setiap kali dirinya berbicara.
“Kalau menurut ane lebih baik baksos tahun ini kita adakan langsung di TKP, buat suasan yang berbeda dari tahun-tahun yang lalu” Nina menyampaikan idenya 
“Ane setuju baksos tahun ini di adakan langsung di TKP”  Adit menyetujui ide yang di paparkan Nina
“Berarti sehari sebelum acara kita harus ke TKP nyiapin semua keperluan yang di butuhkan” Timpal Rina yang duduk pada kursi barisan kedua
“Saran ane yang ikhwan mabit aja di TKP gimana?”
“Ok ane setuju, supaya ga terlalu repot besok paginya”
“Afwan ukhti Rina anti berarti langsung buat surat izin kegiatan diluar”
“Ok teman-teman bisa di bilang persiapan sudah mencapai 95%, ada yang masih mau dibahas lagi?, kalau memang sudah tidak ada ane tutup syuro kali ini dengan membaca hambdallah, istigfar dan doa kafaratul majlis. Jazakallah perhatiannya Assalamualaikum Wr,Wb. Agung menyudahi kalimatnya.
***
            “Ukhti kalau presentasi santai aja dong” ledek Qarimah yang tangannya selalu tidak bisa diam setiap kali sedang berbicara dengan sahabatnya kali ini ia mendaratkan cubitan nakal di pipi Nina
“Aw sakit, jerit Nina yang langsung mengusap-usap pipinya “Tapi keren kan ide ane?” Nina tak mau kalah, gantian mencubit pipi sahabatnya.
“Rimah hari ini ane disuruh mampir kerumah umi, kira-kira kenapa ya?”, tanya Nina polos sembari terus berjalan menuju kantin “Cie cie ada angin apa nih umi nyuruh anti dateng kerumahnya” dengan tersenyum jahil Qarimah menyenggol bahu Nina, secara kompak keduanya menghentikan langkah mereka saat melihat tempat duduk kosong di kantin.
“Pastinya ada hal yang bikin anti senang setelah pulang dari rumah Umi” ucap Qarimah diplomatis dan segera berjalan menghampiri tukang bakso. Nina hanya mengangkat bahu dan memiringkan sedikit kepalanya.
***
Qiyamulai seakan menjadi cara yang ampuh untuk dirinya mendapatkan jawaban tepat dari sang Kuasa, setelah sholat tahajud dan di tutup dengan witir Nina langsung beranjak berdiri mengambil sesuatu yang dari kemarin sore menempati meja belajarnya, ia  bergegas duduk diatas sajadah dengan langkah yang sedikit kurang percaya diri. Seperti sedang menerima beban yang amat berat ia menghembuskan nafas dan menggigit separuh bibir bawahnya. Matanya terpaku pada sesuatu yang berada tepat didepannya, sebuah benda yang mengingatkan ia dengan percakapan kemarin sore bersama Murrobinya.
“Umi rasa kamu sudah cukup siap untuk melakukan proses ini Nin, ada ikhwan yang Umi rasa cocok untuk kamu”, ucap Umi Ida percaya diri. Nina hanya bisa mematung tak ada kata yang dapat menggambarkan rasa kagetnya tersebut. “Ingat Nin dari segi kafaah dan kemampuan kamu terlihat sudah siap untuk menjadi seorang isteri” Umi Ida hanya berusaha mencarikan jodoh terbaik untuk orang yang sudah di anggap seperti anaknya. “Orang di sekitar bisa menilai kita siap atau tidak untuk menikah, dan Umi rasa kamu sudah siap. Kenapa tidak dicoba” ucapan Umi Ida yang memantabkan dirinya membawa pulang proposal tersebut. Walau sebenarnya ia belum memikirkan menjadi istri orang.
Cukup lama Nina memantabkan hatinya, ia merasa dirinya masih fakir dalam ilmu terlebih lagi dengan umur yang terbilang masih muda segudang aktifitas dan impiannya belum dapat terealisasikan apakah semuanya harus ia korbankan demi sebuah pernikahan. Hal tersebut tidak dengan mudah bisa dijadikan alasan olehnya, mau bagaimana lagi ia tak berani menolak permintaan dari Murrobinya tersebut, orang yang sudah banyak berjasa untuk dirinya dalam negeri perantauan ini. Dengan mengucap basmallah dan rasa percaya diri yang dibuat-buat ia membuka proposal tersebut. Awalnya ia tidak teralu tertarik dengan profil sang ikhwan namun ketika dirinya terus membalik proposal tersebut mampu menyulutkan hatinya, wajahnya langsung memerah seprti kepiting rebus ia hanyut dengan segudang organisasi yang pernah diikuti oleh sang ikhwan. Satu dua kali ia mengucapkan kata “Subhanallah” ternyata si penulis mampu membuat Nina mengagumi visi misi yang menjadi alasan dibalik dirinya ingin menikah, Galih Ramadhan Nugroho penulis proposal yang di pegang Nina, Nina mengangguk-ngagguk dan mengucapkan nama ikhwan tersebut. Usia mereka terpaut 5 tahun, Galih memiliki pekerjaan di bidang arsitektur. Ternyata bukan pekerjaan dan kemapanan Galih yang membuat Nina kagum visi misi yang menjadi alasan dibalik dirinya ingin menikah itu yang membuat Nina kagum.
 Ada senyuman kecil yang tersungging di bibir Nina setelah membaca isi dari proposal pemberian Umi Ida kemari sore, seakan ia sudah menyiapkan jawaban yang akan di beritahukan kepada Umi Ida. Tetapi ia tetap harus meminta jawaban dari sang Ar-Rosyid untuk memupuk rasa yakin atas pilihannya.
***
Tangerang, 13 Juli 2017

Indahnya Melukis Hari 
#30DaysWritingChallenge #30DWC #Days8

0 komentar:

Posting Komentar

 

Melukis Hari dengan Kata Template by Ipietoon Cute Blog Design