Terbesit
satu nama yang sampai saat ini sulit sekali untuk dihapus dalam ingatan dan
relung hati terdalam, walaupun sudah tahu hal tersebut tidak akan pernah tergariskan
dalam takdir kisah percintaan. Banyak akhwat maupun ikhwan di luar sana yang
mungkin mudah untuk menjadikan pernikahan pada kehidupan mereka, tanpa harus
memikirkan apakah satu nasab, satu fikrah ataukah tanpa harus memikul beban
berat diatas pundak mereka.
Hai lelaki diluar sana yang nantinya
akan menjadi satu-satunya laki-laki yang menjadi pacar sehidup semati dalam
hidup ku, perlu kau tahu bahwa tidak pernah sekalipun aku berani mengadopsi
hubungan haram yang ditentang oleh agamaku dan kepercayaan keluarga ku. Karena alasan
tersebutlah hati ini yakin kau yang nantinya akan menjadi walid untuk anak-anak
ku, juga tidak pernah membina hubungan haram dengan wanita yang tidak halal
untuk mu.
Kadang aku ingin kau segera datang
mengetuk pintu rumah, singgah untuk melihat calon isterimu yang sedang menunggu
dengan perasaan harap-harap cemas, tapi kadang perasaan itu aku enyahkan dalam
fikiran, pasti Allah akan mentakdirkan kita berjumpa pada tempat, waktu dan
moment yang tepat pada hari yang kau dan ku tunggu. Aku tidak perlu dirimu kaya
raya, tampan secara fisik ataupun sibuk sana-sini. Cukuplah kau sejuk dipandang
mata, dapat menjadi penawar dikala penat, dapat menjadi pendengar yang baik,
banyak memberikan solusi saat dibutuhkan, teman setia sepanjang hidup, menjadi
imam ketika sholat fardu maupun sunnah dan walid yang soleh untuk anak-anak
kita agar kelak mereka dapat mengenal islam dari mulut orang tuanya langsung,
aku ingin kau menjadi idola dan buah bibir dari anak-anak mu, dan yang paling terpenting
kau dapat menjembatani hubungan ku dengan Allah agar semakin romantis.
Wahai jodohku aku takut orang tua mu
nanti tidak setuju dengan ku ketika kita sedang melakukan proses taaruf, karena
latar belakang keluarga ku yang miskin. Selama ini aku bertanyaan tanya seperti
orang gila apakah setelah menikah sang suami akan menafkahi secara materi untuk
isterinya ataukah aku masih harus bekerja siang malam untuk mencari kebutuhan
rumah tangga. Hampir sebagian waktu remajaku, ku habiskan untuk bekerja. Demi
memenuhi cita-cita mengejar gelar sarjana, tidak ada waktu tersisa sedikutpun
untuk mengurusi urusan percintaan. Cerita memilukan ini kelak akan ku ceritakan
kepada dirimu penderitaan panjang yang kualami dengan air mata.
Wahai jodohku aku ini bukanlah seorang
wanita yang sabar, kadang sifat negatifku akan keluar secara spontan ketika aku
mendapati sesuatu hal yang tidak sesuai dengan harapan ku. Orang-orang mengenal
diriku seorang wanita yang galak dan emosional, apakah kau siap membimbing
dengan lembut untuk meredam sifat negatif ku itu. Dalam penantian panjang ini
aku berharap kau yang masih dirahasiakan oleh Allah tidak akan mengecewakan
harapan ku, aku tidak suka laki-laki yang terlalu banyak bicara, suka mengatur,
kasar ketika berucap, pandai bersilat lidah. Sebaliknya aku lebih suka
laki-laki yang dapat menjadi pendengar aktif, dapat mengelus dan mendekap ku
ketika aku lelah, menegurku ketika aku salah dan merangkulku ketika iman ini
mental. Aku tidak ingin dapat pujian dikhalayak ramai atas pencapaian yang ku
raih suatu saat nanti, cukup pujian yang keluar dari mulut mu hanya aku yang
dapat mendengarkannya.
Wahai jodohku aku ingin kau menjadi
laki-laki soleh yang diutus oleh Allah untuk memperbaiki akhlak dan aqidah ku.
Semoga kau datang dengan membawa sejuta harapanku. Dan semoga waktu spesial itu
tidak akan lama lagi, cepatlah lamar wanita mu ini agar kelak kita dapat
mengejar surga Allah bersama.
Melukis
Hari dengan Kata
Tangerang, 18
April 2015
0 komentar:
Posting Komentar